Minggu, 13 Juni 2010

OLAHRAGA SEBAGAI FENOMENA SOSIAL

 GATOT JARIONO
Abstrak : dalam kaitannya dengan olahraga sebagai fenomena sosial dalam sosiologi olahraga ini sangant dikaitkan dengan perkembangan sosial budaya manusia yang sehat jasmani dan rohani, hal ini merupakan pembentukan perkembangan hubungan interaksi dengan masyarakat sekitar. Fenomena sosial ini jika dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan yang sangat penting yaitu memberikan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsungdalam berbagai pengalaman belajar melalui interaksi dengan sesama masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain baik itu dari lapisan masyarakat yang pendidikannya rendah sampai masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi.

Kata Kunci : Olahraga,fenomena sosial, Sosiologi Olahraga

 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini perkembangan sosial budaya dalam olahraga banyak fenomena sosial yang berpengaruh terhadap dinamika interaksi sosial-budaya masyarakat. Hal itu sejalan dengan perkembangannya olahraga akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Terkait tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia yang mempunyai kesehatan secara lahiriah maupun rohaniah . Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga jika dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan bersosial antar masyarakat yang satu dengan masyarkat yang lain. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman.
Olahraga sebenarnya merupakan suatu bagian dari ilmu-ilmu sosial. Hal ini ditunjukkan, didalam pendidikan olahraga dan ilmu pengetahuan olahraga adalah pendekatan bio-medical, dan sebagai kegiatan organis tubuh manusia saja ( STO, 1976), yaitu menurut pendekatan yang selama ini mendominasi pengetahuan olahraga, maka prestasi-prestasi para atlet itu ditentukan oleh kondisi fisik yang sempurna semata-mata (Lueshen, 1998). Kalau dijabarkan, maka menurut pendekatan ini, faktor-faktor yang menentukan suatu prestasi dari suatu kegiatan olahraga dari para atlet itu adalah dimulai dari faktor-faktor kondisi organis dari tubuh yang dianggap paling menentukan ke kepribadian dan sosial, dan lalu faktor-faktor kebudayaan.
Didalam kenyataan, justeru yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu suatu prestasi olahraga yang hebat tidaklah semata-mata ditentukan oleh suatu prestasi olahraga yang hebat tidaklah semata-mata ditentukan oleh suatu kondisi fisik yang sempurna tetapi bahkan sebaliknya ditentukan oleh suatu jumlah kontrol yang merupakan sebagian dari struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, kalau dijabarkan maka urutan-urutan dari suatu prestasi olahraga terjadi dari kebudayaan yang merupakan faktor yang paling menentukan ke faktor faktor sosial, lalu ke kepribadian dan yang terakhir adalah faktor-faktor organik dari tubuh atlet yang bersangkutan.
Dalam tulisan ini, yang akan diuraikan olahraga sebagaimana dilihat dari pandangan ilmu-ilmu sosial, dan khususnya hubungan antara olahraga dengan masyarakat dan kebudayaan. Dan pentingnya studi-studi tentang olahraga bagi perkembangan teori-teori ilmu-ilmu sosial dan bagi kepentingan-kepentingan praktis.
Berbicara tentang sosiologi olahraga kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Sejalan dengan pendidikan yang penulis uraikan diatas maka dalam sejarah dan perkembangan pendidikan olahraga di Indonesia penulis dapat menarik suatu garis yang kian lama kian menanjak. Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebat-hebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, Maka ilmu pendidikan sosiologi harus di fahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama para olahragawan,
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas agar tulisan berbentuk makalah ini agar lebih mengarah maka pembahasan akan difokuskan pada:
1. Apa kaitannya pandidikan jasmani dan pedagogi olahraga?
2. Apa Yang dimaksud dengan Olahraga itu?
3. Apakah Fenomena sosial yang terlibat dalam olahraga
4. Apakah sosiologi Olahraga itu sendiri
5. Peran sosiologi dalam dunia pendidikan
Masalah tulisan ini dari segi teori dan pengertian olahraga dalam sosiologi olahraga, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas , maka penulis ingin mencoba membahas makalah yang telah ditentukan oleh bapak penanggungjawab mata kuliah Sosiologi Olahraga dengan tema makalah olahraga sebagai fenomena sosial.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pedagogi olahraga dan Pendidikan Jasmani
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogy) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi,namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandang sebagai sebuah subdisipIin iImu dalam kerangka iImu keolahragaan. Di berbagai negara di seluruh dunia, perkembangan pendidikan jasmani dan pedagogi olahraga terkait dengan sejarah, yang mencerminkan perbedaan perkembangan secara nasional dan perbedaan konsep, seperti juga perbedaan teori dan paradigma. Meskipun perspektif sejarah tampak merupakan bagian terpadu dari semua Subdisiplin ilmu ke olahraggaan (misalnya, sport medicine, sport psychology), namun ada elemen sejarah yang amat khusus yang mengaitkan kedua subdisiplin ilmu keolahragaan, pedagogi olahraga, dari sejarah olahraga (sport history).
Elemen elemen sejarah yang menjadi cakupan kajian sejarawan olahraga dan ahli pedagogi olahraga, secara umum ditekankan pada:
 Semua aktivitas jasmani dan olahraga yang dilakukan siswa di dalam dari di luar sekolah;
 Dampak gerakan olimpiade modern terhadap pendidikan jasmani;
 Kebijakan pendidikan suatu negara tentang penyelenggaraan pendidikan jasmani;
 Perbedaan tipe program intra dan ekstrakurikuler;
 Perubahan latar belakang falsafah dan ilmu sosial yang melandasi program dari tujuan pendidikan jasmani dan olahraga;
 Tujuan program studi dan lingkup mala kuliah lembaga pendidikan tenaga kependidikan (guru) dan perkembangan lembaga tersebut;
 Sejarah perkembangan struktur kurikulum dan silabi;
 Metode pengajaran, evaluasi dan pengukuran tradisional dari sebagian sudah terlupakan;
 Bentuk bentuk latihan terpilih, termasuk fasilitas, perlengkapan, dan lain lain.
B. Pengertian Olahraga
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila.
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan.
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental
Olahraga adalah suatu pengertian yang bersifat persaingan yang macam-macam bentuk, dan kegiatannya beraneka ragam. Kalau ke aneka ragaman ini diletakkan pada suatu garis lurus, maka pada ujung yang satu terletak sejumlah olahraga yang macam dan bentuknya bersifat permainan sedangkan pada ujung yang lain terdapat berbagai macam olahraga yang sifatnya dipengaruhi baik oleh yang bersifat permainan maupun yang bersifat profesi, yang besar kecilnya pengaruh kedua sifat ini bervariasi menurut macam danbentuk olahraganya.
Suatu kegiatan olahraga biasanya merupakan suatu antar kegiatan sosial yang menyangkut lebih dari satu orang atau kelompok. Kegiatan kegiatan ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu imbalan atau hadiah bagi orang atau kelompok yang menang didalam konteks yang diadakan dalam kegiatan olahraga tersebut. Tingkat atau jenis dari imbalan atau hadiah bagi pemenang inilah yang menentukan sifat dan macam dari kegiatan olahraga tersebut. Imbalan atau hadiah bagi pemenang suatu pertandingan olahraga itu bisa berupa penghargaan biasa, atau uang dan kekayaan materil, atau juga berupa penghargaan dan kedudukan sosial didalam masyarakat dan uang serta kekayaaan materil.
Pada hakekatnya, inti suatu kegiatan olahraga adalah suatu kegiatan pertandingan atau konteks dimana team-team olahraga atau individu-individu yang bersangkutan bertanding atau bersaing untuk menunjukkan keunggulan mereka. Keunggulan didalam suatu pertandingan olahraga, biasanya ditentukan oleh suatu kombinasi dari ketrampilan, strategi didalam pertandingan yang sedang berlaku, dan situasi sosial budaya pada saat dan tempat mana pertandingan dilakukan.
Suatu pertandingan olahraga dapat dilihat sebagai sautu konflik social yang teratur yang terjadi didalam batas-batas tertentu yang terdapat didalam suatu jaringan keseimbangan yang relative terbatas dan tetap. Dalam hal ini, suatu pertandingan olahraga tidak hanya dikontrol oleh, peraturan-peraturan yang berlaku yang harus ditaati oleh mereka yang bertanding dan yang pengawasan atas ketaatan mereka yang turut dalam suatu pertandingan dilakukan oleh wasit dan pembantu-pembantunya, tetapi juga oleh respon dari penonton dan semua yang turut berpartisifasi didalam pertandingan tersebut, yang merupakan suatu pola asosiasi atau pengelompokan. Ada dua hal yang menonjol yang terdapat didalam setiap pertandingan olahraga.
Adanya suatu komplik yang teratur, terjadi atara team-team atau individu-individu yang sedang bertanding, dan bersamaan dengan itu adanya suatu ko-operasi yang terjadi diantara anggota-anggota team yang sama secara bersama-sama bertujuan untuk mengalahkan team lawan dalam pertandingan guna memenangkan dan menunjukkan keunggulan mereka didalam arena pertandingan (Lueschen, 1997).
Sebagai suatu pranata sosial, olahraga mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan dengan pranata-pranata sosial dan budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan (Loy JW, 1987). Umpamanya dengan pranata-pranata ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan media massa komunikasi. Sebagai suatu bagian yang integral dari masyarakat sebetulnya dapat juga dilihat sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari pola kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena, pola-pola, begitu juga tingka laku mereka yang sedang bertanding didalam mentaati aturan-aturan pertandingan, sebenarnya berasal dari dan telah menggunakan model-model yang terdapat pada proses-proses sosial dan sistim-sistim sosial budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan.
C. Hubungan Olahraga dengan Masyarakat dan Kebudayaan
Sebagai suatu bagian yang integral dari sistim-sistim sosial budaya dari suatu masyarakat tertentu, kegiatan-kegiatan olahraga yang ada didalam suatu masyarakat itu berbeda dengan kegiatan-kegiatan olahraga yang ada didalam masyarakat-masyarakat lainya. Suatu kegiatan olahraga hanyalah merupakan sautu bagian dari suatu rangkaian tindakan dan tingka laku manusia yang untuk bisa dipahami ekspresinya haruslah dilihat dan dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan olahraga atau tingka laku manusia tersebut.
Faktor-faktor dasar yang mempengeruhi suatu kegiatan atau tindakan olahraga, yaitu suatu tindakan organik dari tubuh manusia, adalah sistim-sistim sosial budaya. Sistim-sistim social budaya itu merupakan reference systems, yaitu merupakan suatu rangkaian model-model kognitif atau pengetahuan yang terdapat pada berbagai tingkat kesadaran manusia. Manusia menggunakan model-model ini secara selektif bagi kepentingan mereka berdasarkan atas kecocokan dengan tujuan-tujuan mereka dan juga karena menarik perhatian mereka. Model-model yang dipilih oleh manusia dalam suatu keadaan tertentu digunakan untuk menuntun tindakan-tindakan mereka didalam menghadapi lingkungan yang nyata yang juga menyangkut sejumlah orang. Model-model ini merangsang untuk dan merupakan sandaran bagi interprestasi yang dapat digunakan didalam menghadapi situasi, barang atau benda, dan serangkaian dan kemungkinan tingka laku manusia yang lainnya didalam suatu lingkungan tertentu. Model-model ini tidak cenderung untuk berlaku secara konsisten, maupun bersifat homogen pada suatu kelompok manusia tertentu.
Macamnya tingka laku manusia yang eksresinya bisa dilihat itu, sebagian dipengeruhi oleh macam kebudayaan dari yang bersangkutan dan yang sebagian lagi oleh suatu keadaan sekelilingnya di mana yang bersangkutan terlibat dalam suatu interaksi social. Sehubungan dengan hal ini, suatu kegiatan olahraga adalah suatu ekspresi dari tingkah laku sosial manusia yang muncul didalam suatu arena dan sekeliling tertentu yang ekspresinya juga dipengeruhi oleh macam kebudayaan dari yang bersangkutan dan keadaan sekeliling dimana kegiatan olahraga itu dilangsungkan.
Pengertian kebudayaan tidak hanya mencakup tingkah laku manusia saja, tetapi juga keseluruhan dari pola-pola dan abtraksi-abtraksi dari tingka laku atau hasil tingkah laku manusia. Kebudayaan itu terlahir dan terdiri dari serangkaian elemen-elemen, yang tumbuh dari suatu rangkian pengalaman-pengalaman ilmiah, maupun yang berasal dari pengetahuan sehari-hari. Suatu kebudayaan terdiri dari serangkaian unsur-unsur kebudayaan, yaitu nilai-nilai, norma-norma, dan serangkaian symbol-symbol, baik yang verbal maupun non verbal.
Didalam kehidupan kita sehari-hari peranan dan pengeruh kebudayaan atas gerakan-gerakan tubuh manusia atau atas tingkah laku manusia tidaklah kecil. Salah satu contoh pengaruh kebudayaan atas gerakan-gerakan tubuh manusia yang paling dasar adalah berjalan kaki. Gaya dan gerakan orang berjalan kaki tidaklah semata-mata merupakan gerak yang diatur secara organis oleh tubuh manusia. Tetapi sebaliknya, gaya dan gerak orang berjalan kaki itu lebih ditentukan oleh faktor kebudayaan yang faktor kebudayaan mana mempengeruhi sistim kepribadian dari yang bersangkutan dan yang kemudian mempengeruhi gerak dan gayanya dalam berjalan kaki. Orang jawa, misalnya biasanya berjalan dengan langkah-langkah yang halus, teratur, dan sedikit membungkuk-bungkuk. Hal ini disebabkan karena kebudayaan jawa menekankan perlunya orang jawa bertindak sopan santun dalam segala tindakannya, termasuk juga didalam hal berjalan kaki yang sebenarnya juga adalah suatu tindakan sosial. Yaitu agar tidak dianggap kurang ajar dan menyinggung perasaan orang lain didalam suatu lingkungan sosial orang Jawa tertentu yang berjalan kaki tersebut terlibat didalamnya. Penekanan untuk tidak kurang ajar dan harus bertindak sopan santun terhadap orang lain yang dihadapi, mempengeruhi sistim kepribadiannya dimana dia akan selalu harus selalu merendahkan diri dan memperhitungkan perasaan kebanggaan pribadi dari orang lain yang ada disekelilingnya. Hal ini kemudian disalurkan ekspresinya antara lain didalam gerakan dan gayanya berjalan kaki, agar bisa dianggap pantas oleh orang lain, yang ada disekelilingnya dan oleh dirinya sendiri yang dengan demikian telah mencapai suatu kepuasan akan tingkah lakunya berdasarkan atas ada atau tidaknya gunjingan-gunjingan yang mengecamnya dari orang lain sekelilingnya.
Kalau kita bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa setiap masyarakat it masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan yang ada pada masyarakat yang lainnya, dan bahwa tingkah laku manusia itu, termasuk juga kegiatan-kegiatan olahraga, dipengaruhi oleh macam-macam kebudayaan dari orang yang bersangkutan. Oleh karenanya setiap masyarakat itu juga mempunyai sejumlah olahraga yang macam, bentuk, sifat dan kegiatan-kegiatannya berbeda dengan yang terdapat pada masyarakat-masyarakat lainnya. Kalau kita menggolongkan masyarakat manusia berdasarkan atas kebudayaan yang mereka punyai, maka secara garis besarnya masyarakat manusia itu digolongkan menjadi dua yaitu masuarakat dengan kebudayaan yang sederhana atau primitif dan masyarakat dengan kebudayaan kompleks atau modern.diantaranya kedua golongan masyarakat ini ada sejumlah masyarakat yang kebudayaanya sedang dalam suatu proses perubahan dari sederhana ke kompleks atau yang merupakan suatu gabungan atau perpaduan dari kebudayaan-kebudayaan yang sederhana dan yang kompleks.
Perbedaan kebudayaan kedua golongan masyarakat ini juga tercermin didalam perbedaan yang ada pada kedua golongan masyarakat tersebut dalam hal-hal konsepsi tentang, sifat kegiatan-kegiatan, dan macam serta bentuk dari olahraga pada masyarakat-masyarakat yang bersangkutan. Pada masyarakat-masyarakat yang primitive, misalnya dimana pembagian wamtu antara waktu kerja dan tidak bekerja, tidak tertentu dan jelas bedanya, dan antara bekerja dan bermain juga tidak jelas bedanya, maka olahraga yang sebetulnya juga adalah suatu bentuk cara bermain, kegiatan-kegiatannya tidaklah dilakukan secara terpisah dari kegiatan-kegiatan pekerjaan tetapi bahkan merupakan suatu bagian yang menyeluruh dari kegiatan-kegiatan tetapi bahkan merupakan merupakan suatu bagian yang menyeluruh dari kegiatan-kegiatan kerja mereka. Hal in disebabkan oleh tingkat kebudayaan mereka yang sederhana, yang kesederhanaan mana memungkinkan bagi seluruh unsur-unsur kebudayaan menjadi terintegrasi secara menyeluruh merupakan suatu kesatuan yang unsur-unsur kebudayaannya saling pengruh-mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya.
Pada masyarakart yang primitive tersebut olahraga sebenarnya adalah merupakan suatu bagian dari suatu sitem sosialasi anak. Dalam sosialisasi mana anak-anak di didik untuk mempersiapkan menjadi anggota-anggota masyarakat yang penuh yang antara lain juga agar mempunyai suatu keterampilan fisik yang secukupnya yang sehubungan dengan sistim mata pencaharian mereka. Pada masyarakat primitive yang mempunyai suatu sistim mata pencaharian berburu, maka olahraga yang ditekankan pentingnya dalam masyarakat-masyarakat tersebut adalah olahraga yang berhubungan dengan perburuan, yaitu ketrampilan dalam berlari, menggunakan busur dan panah atau tombak, dan ketrampilan didalam mengikuti jejak atau menyelidiki untuk menemukan tempat bersembunyinya hewan-hewan buruan. Kalau pada masa kanak-kanak mereka macam-macam olahraga tersebut mereka lakukan sebagai permainan, maka didalam kehidupan mereka sebagai orang dewasa kegiatan olahraga tersebut bukan lagi semata-mata merupakan suatu permainan tetapi suatu kegiatan ekonomi.
Hubungan olahraga dalam masyarakat primitif tidak hanya terbatas dengan kegiatan-kegiatan ekonomi saja, tetapi juga dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Umpamanya dengan politik, dimana orang-orang yang terlatih dalam olahraga dan khususnya didalam ketrampilan berkelahi, menggunakan senjata, berlari, dan bersembunyi, selalu dibutuhkan untuk mempertahankan territorial wilayah kekuasaan masyarakat yang bersangkutan atau untuk menyerang masyarakat lainnya. Didalam kegiatan-kegiatan yang sehubungan dengan sistim keagamaan mereka, maka ekspedisi-ekspedisi pengayuaan yang dilakukan menggantungkan keberhasilannya kepada ketrampilan mereka yang turut didalam ekspedisi, dan yang krampilan mana hanya mungkin mereka peroleh didalam sosialisasi mereka. Tidak jarang jarang terjadi, bahwa didalam melakukan kegiatan-kegiatan berburu, berperang, atau mengayau, yang pada hakekatnya berdasarkan kepada suatu kegiatan permainan dalam bentuk olahraga, mereka ini juga menyandarkan keunggulan dan ketrampilan mereka didalam arena-arena tersebut berdasarkan atas kekuatan-kekuatan magis atau atas bantuan roh-roh supranatural tertentu menurut sistim keagamaan mereka masing-masing.
Didalam melakukan kegiatan-kegiatan in, mereka tidak melakukannya menurut jadwal-jadwal tertentu yang mereka buat, tetapi berdasarkan atas adanya suatu kebutuhan untuk melakukannya atau oleh suatu keadaan tertentu yang membuat mereka harus melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Umpamanya, kalau ada seekor binatang buruan yang kebetulang diketahui sedang berada didekat perkampungan mereka, maka mereka harus segera siap dengan senjata-senjata mereka untuk melakukan perburuan. Atau, jika sekiranya diketahui bahwa kampung mereka sedang dalam keadaan akan diserang oleh orang-orang dari kampung lainnya maka merekapun harus siap untuk berperang. Kesemuanya ini dengan sendirinya mereka lakukan tanpa mengingat atau menurut jadwal tertentu, yang tentu saja berbeda dengan kegiatan-kegiatan olahraga dalam masyarakat yang kompleks atau modern. Dalam masyarakat yang modern, ada suatu pembagian waktu antara waktu-waktu kerja dan istirahat atau liburan. Hal ini dimungkinkan karena waktu kerja diperkecil tetapi nilai kapasitas kerja diintensipkan dan diperbesar hasilnya. Juga, hasil dari kerja yang diperoleh para pekerja dianggap mencukupi atau bahkan lebih bagi kebutuhan kehidupan mereka, menurut standart kehidupan ekonomi dari masyarakat yang bersangkutan, yang dengan demikian juga menyebabkan mereka itu tidak perlu lagi memanfaatkannya untuk berristirahat atau menghibur diri mereka. Dalam waktu-waktu istirahat inilah kegiatan-kegiatan olahraga mereka lakukan, dan tidak pada waktu-waktu kerja atau bersamaan dengan pekerjaan yang sedang mereka lakukan.
Karena kompleksnya kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang modern, antara lain karena spesialisasi kerja dan keahlian yang nampaknya seolah-olah berdiri sendiri terlepas dari unsur-unsur kebudayaan yang lainya yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Karena itu, kegiatan-kegiatan olahraga menjadi suatu kegiatan yang terbatas yang dilakukan didalam wadah-wadah tertentu seperti didalam pertemuan-pertemuan tertentu yang terjadi secara sepontan seperti misalnya didalam piknik keluarga atau teman dekat, dan juga didalam perkumpulan-perkumpulan mana juga terbagi-bagi lagi didalam spesialisasi-spesialisasi atau cabang-cabang olahraga tertentu. Didalam melakukan kegiatan-kegiatan olahraga mereka tidak lagi melakukannya sebagai suatu bagian yang integral dari kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan, atau politik, seperti halnya dengan apa yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat dengan kebudayaan primitive, tetapi melakukannya sebagai suatu hiburan, permainan untuk kesehatan, atau bahkan melakukannya sebagai suatu pekerjaan. Dalam hal terkahir ini mereka melakukanmua karena dibayar atau digaji. Munculnya olahraga bayaran dimasyarakat modern itu bisa dimungkinkan kelangsungannya karena pada masyarakat tersebut peranan olahraga sebagai suatu bentuk hiburan menjadi menonjol berhubung dengan adanya waktu-waktu istirahat atau liburan yang cukup dipunyai oleh warganya yang sewaktu-waktu mana mereka gunakan untuk menghibur diri mereka antara lain dengan melihat atau mengikuti pertandingan pertandingan olahraga yang harus bekerja pada waktu-waktu liburan atau istirahat karena adanya pertandingan-pertandingan olahraga, yaitu atlit dan pengurusnya, serta orang-orang yang terlibat didalam kegiatan-kegiatan pengurusan pertandingan-pertandingan yang diadakan.
Karena itu juga, peranan olahraga sebagai suatu pranata sosialisasi bagi anak-anak untuk menjadi warga yang penuh dari masyarakat menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Anak-anak tidak lagi diharapkan oleh orang tua mereka dan anggota-anggota masyarakat lainnya untuk menjadi seorang pelempar lembing yang baik agar nantinya bisa menjadi seorang pemburu binatang-binatang buruan. Seorang anak mungkin dianjurkan oleh orang tuanya untuk berolahraga karena alasan kesehatan atau agar anaknya tidak menggunakan waktu terluangnya untuk hal-hal yang mereka anggap tidak baik, atau juga karena seorang tua mengharapkan agar anaknya bisa menjadi juara did pertandingan-pertandingan olahraga, yang dengan kejuaraan dimana sianak mungkin bisa mendapat keuntungan-keuntungan yang nantinya bisa diperolehnya kalau dia sudah menjadi dewasa dengan menjadi seorang pemaoin bayaran. Jadi prestasi olahraga seseorang bisa digunakan untuk kebanggaan dan untuk memperkuat identitas dirinya, atau juga untuk keuntungan materil dan politik.
Sosialisasi anak-anak pada masyarakat-masyarakat yang modern kemudian menjadi lebih banyak dilakukan didalam pranata-pranata pendidikan formil yaitu berbagai macam sekolah, yang berfungsi mereka adalah mencetak orang-orang yang berkeahlian didalam spesialisasi-spesialisasi tertentu untuk bisa dipekerjakan dengan sebaik mungkin didalam berbagai macam pkerjaan dengan berfungsi dengan baik didalam sistim ekonomi yang berlaku didalam masyarakat yang bersangkutan. Bahkan, peranan pranata pendidikan yang tidak formil dan yang dasar yaitu keluarga, menjadi tidak Begitu kuat lagi, karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya disekolah atau diluar rumah sebab mereka tinggal did asrama.
Walaupun nampaknya olahraga dalam masyarakat-masyarakat yang modern telah merupakan suatu pranata yang berdiri sendiri, namun tidaklah berarti bahwa olahraga tidak dipengeruhi oleh dan berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain yang ada pada masyarakat yang bersangkutan. Bahkan bentuk, macam, sifat, dan kegiatan olahraga yang ada pada masyarakat-masyarakat yang modern dapat juga dilihat sebagai pencerminan dari kebudayaan yang bersangkutan. Karena kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang tergolong modern itu tidak sama satu dengan yang lainnya, maka macam, bentuk, sifat, dan kegiatan-kegiatan olahraga yang ada pada masing-masing masyarakat-masyarakat modern itu juga tidak sama. Karena masyarakat-masyarakat yang modern itu terdiri atas sejumlah pengelompokan-pengelompokan politik yaitu negera, yang masing-masing Negara itu merupakan suatu masyarakat yang tersendiri yang berbeda dengan masyarakat-masyarakat lainnya, maka dalam tulisan ini satu Negara akan saya perlakukan sebagai suatu masyarakat. Contoh dari dua masyarakat modern dewasa ini yang masing-masing mempunyai sistim-sistim sosial budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet, dank arena juga memperlihatkan perbedaan perbedaan didalam macam, bentuk, sifat, dan kegiatan-kegiatan olahraga yang terdapat pada kedua masyarakat tersebut.
Di Amerika Serikat, pemain-pemain olahraga tidaklah diorganisir dan dijamin hidupnya oleh pemerintah atau oleh Negara. Sebagian besar dari mereka adalah pemain-pemain bayaran, dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan pemain-pemain amatir, yaitu yang kegiatan-kegiatannya terbatas didalam lingkungan universitas, sekolah, perkumpulan-perkumpulan amatir, dan meliter. Cabang-cabang olahraga yang digemari adalah bola kaki, bola basket, hoky es, baseball, dan cabang-cabang olahraga lainnya, yang masing-masing cabang olahraga tersebut dimainkan pada suatu musim tertentu. Semua olahragawan dari cabang olahraga tersebut dimainkan pada suatu musim tertentu. Semua olahragawan dari cabang-cabang olahraga tersebut adalah pemain-pemain bayaran yang bekerja untuk perusahaan-perusahaan olahraga yang menghususkan usahanya dalam salah satu cabang olahraga tersebut. Perusahaan-perusahaan olahraga ini hampir ada disetiap kota besar di Amerika Serikat, dan yang kemudian perusahaan olahraga dari salah satu cabang olahraga tertentu bergabung menjadi satu merupakan suatu perkumpulan olahraga yang bersifat nasional. Untuk satu cabang olahraga terdapat lebih dari satu perkumpulan yang ruang lingkupnya nasional. Masing-masing perkumpulan nasional ini kemudian mengatur suatu rangkaian pertandingan-pertandingan olahraga untuk suatu musim tertentu yang melibatkan perkumpulan-perkumpulan lokal yang menjadi anggotanya. Perkumpulan yang menang dari suatu perkumpulan olahraga nasional kemudian dipertandingkan dengan perkumpulan yang menang dari suatu perkumpulan olahraga nasional yang lainnya.
Seorang olahragawan yang terbaik dari suatu perkumpulan olahraga lokal yang menyebabkan teamnya selalu menang didalam pertandingan-pertandingan olahraga akan selalu menarik kedatangan penonton, yang dengan demikian juga akan membawa keuntungan-keuntungan yang lebih besar kepada perusahaan olahraga yang bersangkutan dari uang karcis para penonton. Karena it pemain-pemain yang terbaik selalu mendapat bayaran yang jauh lebih besar dari rekan-rekannya satu team, dan bahkan juga bisa lebih baik daripada gaji yang diterima oleh olahragawan terbaik dari perkumpulan-perkumpulan lainnya. Seorang pemain yang terbaik dari suatu perkumpulan olahraga lokal bisa menjadi seorang pemain terbaik tingkat nasional, dan dalam keadaan demikian dia lalu digolongkan sebagai seorang superstar. Dalam kedudukannya sebagai seorang superstar dia bisa menuntut pembayaran yang lebih tinggi daripada pembayaran yang sedang diterimanya atau dia bisa juga pindah keperkumpulan olahraga ditempat lain yang sanggup untuk membayarnya lebih tinggi. Sebagai seorang superstar kedudukan sosialnya naik yang disertai juga dengan lebih baiknya status ekonominya. Dia bisa juga menjadi seorang tokoh politik dengan memanfaatkan status sosial yang telah diperolehnya, tetapi dia tidak mempunyai suatu kedudukan politik didalam sistim politik Negara tersebut karena prestasinya didalam pertandingan-pertandingan olahraga.
Di Uni Soviet, olahraga diorganisir oleh Negara dan kehidupan para olahragawan dijamin oleh Negara. Tetapi, mereka itu bukanlah pemain-pemain bayaran. Olahragawan-olahragawan yang selalu memenangkan pertandingan-pertandingan olahraga nasional dan khususnya internasional akan mendapat penghargaan nasional. Penghargaan nasional ini menyangkut juga kedudukan politik dalam struktur politik yang berlaku, serta berbagai fasilitas ekonomi yang membuat kedudukan sosialnya menjadi lebih baik karena prestasi olahraganya.
D. Pentingnya Studi Olahraga
Banyak manfaat yang bisa diambil dari studi-studi mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial. Manfaat ini di satu pihak adalah untuk kepentingan perkembangan teori-teori ilmu-ilmu social dan dipihak lain adalah untuk kepentingan praktis (Lueschen, 1997). Didalam kegiatan-kegiatan olahraga dimana komplik-komplik yang teratur, ketaatan para pemain did dalam pertandingan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang ada yang disertai dengan suatu sistim kontrol atas ketaatan tersebut, dan serangkaian tingka laku para penonton, yang merupakan suatu ciri-ciri yang khusus ada didalam suatu pertandingan olahraga dapat merupakan suatu studi yang amat banyak gunanya. Karena, teori-teori yang didapat atau yang bisa dikembangkan dari studi ini dapat digunakan untuk memahami berbagai gejala-gejala dan proses-proses sosial yang terdapat didalam masyarakat yang kira-kira bersamaan dengan gejala-gejala dan proses-proses yang terdapat didalam suatu pertandingan olahraga. Pengetahuan teori tentang olahraga dari pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu social bisa digunakan untuk menganalisa gejala-gejala dan proses-proses social yang ada, mentest suatu teori yang dapat dipakai sebagai pegangan didalam menganalisa proses-proses social lainya.
Disamping itu, suatu studi yang mendalam mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu ilmu sosial dapat menghasilkan keterangan keterangan yang berguna dapat digunakan untuk menyusun serangkaian cara cara yang terbaik didalam memberikan petunjuk petunjuk atau coaching kepada para olahragawan dan juga kepada murid murid disekolah sekolah sehingga hasil yang sebaik baiknya dari prestasi olahragawan dapat dicapai.Juga, dari hasil hasil penelitian ini, pelatih pelatih dan para guru olahraga dapat memanfaatkannya dengan mempelajarinya dan menggunakan hasil hasil penelitian dalam menyusun strategi yang sebaik baiknya didalam memperlakukan para olhragawan yang berada dalam asuhannya, baik didalam latihan latihan maupun didalam menghadapi dan selama pertandingan pertandingan (Grusky 1993)
Dalam suatu masyarakat yang modern, dimana olahraga menjadi suatu pranata yang berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan berbagai pranatapranta yang ada dalam masyarakat tersebut, penelitian mengenai olahraga yang dilakukan oleh berbagai ilmu sosial, akan banyak gunanya baik bagi pemerintah,pengusaha, pengurus olahraga, olahragawan dan umum yang melihat olahraga sebagai salah satu bentuk hiburan.Suatu penelitian yang baik yang menggunakan suatu kerangka teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah, akan selalu dapat menghasilkan data yang baik yang dapatdipertanggung jawabkan.Data yang didapat akan bisa digunakan untuk membuat rencana rencana dan pengaturan pengaturan serta kegiatan kegiatan olahraga, yaitu pengaturan penagturan latihan,pertandingan pertandingan, manajmen perkumpulan perkumpulan olharaga dan pertandingan pertandingan, sehingga pertandinagn pertandingan pertandingan olahraga bisa memuaskan para penonton yang telah menyaksikannya sebagai suatu hiburan bagi mereka dan yang telah mengeluarkan uang untuk itu, juga memuaskan bagi para pengurus olahraga yang telah mendapat keuntungan dari kelancaran masuknya uang dan pendistribusiannya, para pengusaha yang puas karena para penonton pertandingan telah menggunakan dan membayar jasa-jasa dan pelayanan yang telah mereka berikan dan bagi olahragawan sendiri maka dengan masuknya keuntungan-keuntungan yang cukup ketangan para pengurus olahraga fasilitas-fasilitas sosial dan keolahragaan mereka menjadi lebih terjamin. Sedangkan bagi pemerintah, bila keuangan dari perkumpulan- perkumpulan olahraga baik yang bertingkat nasional maupun yang lokal ada dalam keadaan mencukupi maka beban-beban keuangan yang biasanya lalu menjadi tanggung jawab pemerintah bisa dihindarkan. Bahkan sebaliknya, dari pajak tontonan yang masuk kas Negara menjadi lebih diuntungkan.
Di Indonesia, dimana terdapat berbagai macam olahraga yang dapat dogolongkan sebagai olahraga tradisional asli Indonesia dan olahraga baru yang telah dimasukkan dan dikembangkan did Indonesia, suatu penelitian tingkat pertama mengenai olahraga yaitu yang berusaha untuk mengidentifikasikan berbagai olahraga yang sekarang ada di Indonesia perlu untuk segera diadakan. Hal ini disebabkan, karena masyarakat Indonesia dewasa ini sedang berada dalam suatu proses sosial budaya, yang perubahan mana dimana yang dekat ini bisa menyebabkan tidak berfungsinya lagi dalam suatu sistim sosial budaya yang telah berobah dapat diusahakan untuk dibuat sedemikian rupa sehingga bisa sesuai dengan system sosial budaya yang mungkin penting karena ada hubungannya dengan sosialisasi anak. Karena, olahraga itu dapat menjadi suatu alat yang penting bagi sosialisasi (Piaget, 1995).
Lebih lanjut, penelitian olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial belum berkembang di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dengan menggunakan pendekatan bio-medical baru mulai dikembangkan. Menurut hemat penulis, untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin dari suatu penelitian mengenai olahraga maka tidak ada salahnya kalau diwaktu-waktu yang akan datang diadakan suatu penelitian yang mengikut sertakan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik dengan cara menggunakan pendekatan bio-medical maupun dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Mungkin suatu penelitian antar bidang mengenai suatu masalah olahraga akan juga tidak hanya menambah pengetahuan teoritis dan kegunaan praktis dari hasil penelitian yang diperoleh tetapi juga suatu tradisi untuk menggalang suatu kerjasama ahli-ahli dari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda-beda didalam melakukan penelitian, menganalisa dan memecahkan masalah–masalah yang penting yang dihadapi.
E. Olahraga Sebagai suatu fenomena Sosial.
Dewasa ini olahraga menjadi suatu fenomena budaya yang tersohor dan kompleks, mempunyai dua konsekuensi yaitu fositif dan negatif untuk individu dan masyarakat. Hal itu mempunyai makna secara menyeluruh, jika tidak semuanya, tentu dikondisikan oleh institusi sosial, termasuk pendidikan, ekonomi, seni, politik, hukum, komunikasi massa dan diplomasi internasional. Mencakup beberapa penilaian, hampir setiap orang termasuk didalamnya, yang mengambil bagian.
Pada ketentuan dari komitmen publik terhadap olahraga, saat ini, telah diterima dari berbagai studi seperti fenomena sosial. Agaknya keberadaan ambikuitas olahraga cukup besar untuk menjamin para ilmuan sosial dan berbagai penguraian yang jelas, untuk menjelaskan sendiri, pentingnya desakan sosial yang bersifat non eksis pada olahraga.
Tanpa menyepelekan batasan studi olahraga, bahwa konsep suatu istilah ambikuitas mempunyai perbedaan makna untuk berbagai ragam pemahaman masyarakat. Ambikuitas merupakan upaya untuk menentukan cakupan topik pembahasan olahraga dari berbagai pemberitaan lewat surat kabar setiap hari. Ditemukan ragam kompetisi olahraga, iklan atau fashion olahraga, kebijakan-kebijakan mengenai perbaikan skill olahraga dalam penanganan tertentu, yang mudah dinyatakan dalam organisasi olahraga termasuk permasalahan mengenai rekrutmen atlet, keberhasilan dan kegagalan dalam pelaporan keuangan, kesenjangan politik dan skandal berbagai event olahraga.
Adapun tinjauan batasan dari olahraga, agaknya memberikan suatu penilaian pada berbagai media massa, suatu pemahaman yang kompleks dari ragam fenomena olahraga yang memerlukan adanya suatu pendekatan konseptual secara sistimatik. Yang meliputi beberapa tahapan arah dan pertimbangan dalam berbagai istilah yang menjelaskan tingkatan analisis dalam olahraga yang ditinjau dari aspek akurasi, lembaga sosial, dan bentuk-bentuk cakupan sosial
1. Olahraga sebagai suatu akurasi permainan.
Mungkin sering memikirkan arti olahraga, secara khusus dari suatu analitik prospektif, bagaimanapun olahraga menjadi tunggal yang ditinjau sebagai suatu akurasi permainan aktual. Dalam paragraph tersebut terdapat karakteristik dasar dari permainan yang diuraikan secara singkat, dan referensi secara kontinu dibuat untuk olahraga sebagai suatu tipe khusus dari permainan. Dengan cara mendefenisikan suatu permainan dalam berbagai bentuk persaingan permainan dapat ditangani dengan menentukan kemampuan skill fisik, strategi atau perubahan, yang dikerjakan secara tunggal atau dalam berbagai kombinasi.
1.1 Permainan
Permainan kompetisi adalah pemberian konteks yang mempunyai satu atau lebih elemen-elemen permainan. Suatu permainan mempunyai tujuan yang tidak dapat dipertimbangkan secara sederhana sebagai suatu sub kelas permainan, sebab olahraga secara logis menjadi suatu kerangka permainan yang menjadi pembenahan suatu olahraga professional yang dipertimbangkan menurut kaidah defenisi yang saling terkait. Hal tersebut memerlukan satu aspek atau lebih yang mempunyai peranan dasar sebagai komponen-komponen permainan dan event-event bentuk organisasi yang lebih tinggi dari suatu olahraga yang tidak hanya komplek memberikan penilaian sesuai tingkat karakteristik permainan.
Pengembangan karakteristik formal memainkan peranan yang disebut sebagai aktivitas bebas dalam mengembangkan suatgu kesadaran yang berada yang sama penyerapan pemahamnan permainan terjadi secara intensif dan beradaptasi suatu aktivitas yang berhubungan material, dan nomn profit yang dapat memberi keuntungan terhadapnya. Proses dalam memberikan aturan tetap dan pengem- bangan prilaku secara terdata. Memajukan bentuk dari suatu pengelompokan sosial cenderung meliputi tingkat tekanan yang dirasakan berbeda-beda dari suatu uraian umum dalam berbagai perbedaan atau makna lainnya (Huizinga, 1995:13).
Caollois (1961) memberi batasan berbagai peranan secara aktif meliputi kebebasan, penyebaran, ketidakpastian, tidak prodoktif terhadap perubahan aturan dan karakteristik yang menumbuhkan suatu keyakinan. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a) Kebebasan
Kebebasan dalam permainan adalah suatu aktivitas sukarela, yaitu tidak merasa tertekan untuk bermain, permainan dilakukan dalam suatu waktu yang bebas, dan permainan dapat memberikan inisiatif dan pemenuhan keinginan. Karakteristik dari permainan, termasuk beberapa bentuk dari permainan olahraga amatir.
b) Penyebaran
Huizinga dan Coillois mengartikan penyebaran bermain secara terbagai-bagi dan secara temporal terbatas. Kelayakan bermain ini secara tertentu benar dalam olahraga. Contoh banyaknya bentuk olahraga yang dapat dilakukan secara terbagi-bagi sesuai lingkup sosial millinium seperti pada lapangan matador banteng, stadion sepak bola, lapangan golf, lomba pacuan kuda dan kolam renang. Selanjutnya dengan beberapa pengecualian bentuk olahraga yang mempunyai aturan yang secara khusus dari durasi suatu konteks yang diberikan.
c) Ketidakpastian
Ketentuan atau hasil dari permainan tidak dapat ditentukan sebelum menanganinya. Sama halnya melakukan suatu penentuan karakteristik dari semua permainan yang dinyatakan dengan penanganan yang tidak pasti. Mungkin itu adalah faktor yang lebih dari suatu desakan atau tekanan dari konteks bermain. Ketentuan dari berbagai persaingan yang tidak sesuai adalah bentuk rutinitas untuk konteks dan muatan spectator terhadap upaya-upaya dalam meningkatkan keseimbangan antara pihak oposisi yang tercatat sebagai menentang kelayakan olahraga. Upaya-upaya secara bentuk berfokus pada permasalahan ukuran, skill dan pengalaman. Contoh upaya-upaya pengembangan kesamaan berdasarkan ukuran formasi dari bahasa atlet dan berbagai kaitan dengan kompensasi organisasi sosial memberikan ukuran dan rancangan dari suatu bobot kelas untuk permainan tinju dan gulat. Ilustarasi dari upaya dalam menentukan tingkat kesamaan di antara konteks yang berbasis skill dan pengalaman yang diterapkan menjadi pegangan untuk para pemain bolwing, golf, sesuai ragam tingkat rancangan aturan dari persaingan dalam suatu organisasi, termasuk berbagai tim pemain junior, kelas permainan atlet sekolah dan pemain dari draf tim baru yang harus menggunakan aturan liga professional.
d) Perubahan aturan
Semua tipe permainan dinyatakan berdasarkan aturan, yang bersifat formal atau non formal. Hal itu menyarankan bahwa olahraga dapat dibedakan dari permainan yang umum sesuai dengan pernyataan yang biasanya mempunyai ragam aturan yang lebih besar dan mempunyai jumlah norma formal yang absolut seperti uraian tertulis dan praturan normal sama halnya, sangsi yang dikenakan dalam jumlah yang bersesuaian dari berbagai pelanggaran permainan dalam olahraga. Contoh pemain basket ball harus bermain secara konsisten dengan tetap mematuhi aturan-aturan dan ketentuan permainan, pemain hoki harus mempunyai aturan waktu tertentu, berbagai aturan main dalam kotak finalti setelah permainan dilangsungkan, dan pemain sepak bola tidak dapat meninggalkan permainan tanpa ditentukan oleh wasit.
Dengan respek terhadap tata normative permainan dan olahraga, suatu kelayakan eksplisit biasanya membatasi kriteria definitip untuk menentukan pemenang. Adapun aturan yang benar dari beberapa aturan yang mengikat, banyak kontestan yang melakukan aturan ambivalent yang sesuai dengan ketentuan batas waktu yang ditentukan final. Ragam makna pemenang dalam olahraga disesuaikan berdasarkan kesepakatan. Adapun yang relavan untuk diamati dalam berbagai persaingan olahraga adalah tingkat kapasitas yang tinggi, suatu seri konteks pertandingan gelanggang olahraga (seri dunia) dalam suatu upaya dalam suatu upaya dalam menetapkan suatu aturan yang menjadi unsur-unsur perubahan dari suatu kemenangan yang berbasis kesepakatan. Suatu tim disebut mendapatkan suatu kemenangan apabila kemenangan tersebut diakui oleh lawan bermain, bahkan diberikan suatu penghargaan lebih baik atau lebih unggul sesuai yang diharapkan.
e) Membuat keyakinan.
Huizinga dan Coillois mengistilahkan taraf signifikan terhadap suatu keyakinan terhadap permainan yang dilakukan diluar ordinary atau real dari suatu kelangsungan yang dapat dibedakan dengan suatu penetapan kualitas. Sementara karakteristik ini memainkan peranan dalam olahraga, yang menarik untuk dicatat bahwa pernyataan tersebut dinyatakan Vablen bahwa cakupan olahraga mempunyai karakteristik yang membuat keyakinan terhadap permainan dan eksploitasi kepada anak, khususnya kepada anak laki-laki, secara terlingkupi didalamnya. Membuat suatu keyakinan terhadap suatu proporsi yang sama dalam semua olahraga, memberikan adanya suatu apresiasi taraf kepercayaan secara menyeluruh (Vablen, 1934: 256)
Huizinga (1955) telah mengamati bahwa penetapan kualitas dari suatu permainan membutuhkan adanya suatu kesadaran yang memainkan peranan terhadap keseriusan contoh, kejadian menangani perbincangan professional yang menyatakan adanya bentuk suatu tindakan “pekerjaan nyata”. Sama halnya, beberapa penulisan yang menjadi penerapan dalam menentukan suatu esensi dari suatu olahraga. Ronger Kahn memberikan contoh sebagai berikut:
Banyak hal penting yang dapat menjadi aspek pelaporan dari olahraga Amerika yang secara diam-diam yang dapat diteliti suatu pemahaman rasional. Termasuk upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai kejadian penting dalam suatu permainan olahraga dan berbagai permainan semi olahraga yang dapat dilalui berdasarkan perjuangan untuk bersikap sesuai dengan tingkat jastifikasi dalam berbagai konstribusi yang dapat dikembangkan dalam permainan olahraga (Kahm, 1957: 10).
Sebaliknya Huizinga (1955) secara hati-hati menunjukkan bahwa kesadaran dari permainan hanya dilakukan sesuai dengan makna suatu ketentuan secara serius. Seperti contoh mempertimbangkan keseriusan terhadap berbagai perlakuan yang berbeda dari permainan golf, keseriusan tersebut menjadi penanganan yang harus dikemukakan berdasarkan tingkat permainan olahraga yang ada di Amerika.
Menerima kenyataan bahwa membuat kualitas yang lebih baik dari permainan mempunyai beberapa hal yang relavan terhadap olahraga, itu merupakan bentuk kesulitan secara empiris menjadi dasar dari permainan karakteristik ordinary – riil dalam permainan. Bagaimanapun dimensi sisi luar kehidupan nyata dari suatu permainan kemungkinannya dapat terlihat dalam: (1) Kualitas itu sendiri, (2) Penanganan artikel dan (3) Sumber potensi untuk aktualisasi diri atau produksi, maka kualitas itu sendiri.
Dalam setiap permainan, kontestan melakukan beberapa hal yang sama dan beberapa aspek realitas eksternal seperti berbagai bentuk ras, pendidikan, pekerjaan dan status keuangan yang menjadi atribut relavan untuk durasi dari suatu pemberian konteks olahraga.
Kendala artifical. Kendala yaitu penanganan individu dalam melakukan pekerjaan setiap hari tidak biasanya bersifat pra determinan yang rill sesuai cakupan terhadap kenyataan tertentu dan secara social memerlukan kondisi yang dapat ditemukan. Sebaliknya, dalam berbagai permainan penanganan secara artifical menentukan “taraf hidup dan mati” secara signifikan sebagai suatu kesulitan yang harus dilakukan seperti olahraga, mendaki gunung Alpine, yang biasanya secara esensial berkaitan dengan berbagai pengalaman pengalaman yang berharga.
Sumber sumber potensial. Sama halnya, itu telah diamati banyak kondisi kehidupan rill dikembangkan menurut struktur dan proses yang diperlukan untuk cakupan terhadap berbagai kendala yang dapat ditangani, meskipun dalam suatu permainan atau situasi pertandingan semua struktur dan proses diperlukan untuk mengidealkan berbagai penanganan defibrillates dan realisasi kemungkinan alternatif dari tindakan secara potensial yang tersedia.
Dalam jumlah yang demikian, pertandingan yang dimainkan secara bentuk satu atau lebih elemen permainan yaitu bebas, terbagi, tidak pasti, tidak produktif, terdata, dan membuat keyakinan. Unsur unsur tersebut yang memegang peranan permainan yang kompetitif.
1.2 Kompetisi
Kompetisi didefinisikan sebagai suatu perjuangan untuk supremasi antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi. Kata frase “antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi” adalah interprestasi yang agak membatasi terhadap kompensasi hubungan kompetetif antara manisia dan objek lainnya dari suatu pengertian, diantara animasi dan bukan animasi. Dengan demikian hubungan persaingan mencakup :
1. Persaingan antara satu individu dan individu lainnya seperti suatu pertandingan tinju atau sebuah pertarungan lari 100 meter.
2. Kompetisi antara satu tim terhadap tim lainnya seperti permainan hoki atau pacuan.
3. Kompetisi antara suatu individu atau suatu tim atau suatu objek animasi dari suatu pengertian antara pertarungan banteng atau pertarungan rusa.
4. Kompetisi suatu individu atau suatu tim dan sebuah objek tanpa animasi dari suatu pengertian seperti pertandinagn kanon air atau mendaki gunung.
5. Kompetisi antara suatu individu atau sebuah tim dan suatu standar “ideal seperti upaya individu untuk mengembangkan subuah rekor duia pada lari 150 meter atau suatu tim basket ball yang mencoba memecahkan rekor waktu. Kompetisi yang dianggap standar”ideal” juga mempunyai konseptual seperti penggunaan waktu atau ruang, atau sesuai dengan penanganannya tersendiri.
Klasifikasi dapat ditentukan diantara empat penerapan tersebut diatas yang mengilustrasikan makna frase dua atau lebih oposisi yang berhadapan dan dapat dikasifikasikan dari kompetisi parse. Adapun bagan yang harus mempunyai relevansi untuk tujuan tersebut, nilainya dibatasi oleh kenyataan bahwa kategori secara mutual eksklusif atau secara mutual inclusive. Adapun setiap atau detik melakukan kompetisi dalam berbagai pertarungan secara kompetetif mencakup cara cara yang sesuai terhadap individu atau tim yang memperhadapkan suatu standar “ideal” (suatu upaya untuk mengembangkan individu dan/atau rekor tim yang dicapai).
1.3 Penanganan Atribut : skill fisik,staraegi dan perubahan
Laporan dan saran yang mendasari ragam permainan dunia dapat diklasifikasikan pada basis penanganan atribut seperti :
1. Permainan skill fisik, dalam penanganan yang ditentukan oleh aktivitas permainan yang bergerak.
2. Permainan strategis, dalam penanganan yang ditentukan dengan pilihan rasional antara ketentuan yang memungkinkan dan
3. Permainan perubahan, yang mana penanganannya ditentukan oleh pertandinagn atau arti nyata yang tidak kontrol sebagai suatu yang ideal atau menyeluruh (Robert dan Sutton Smith 1962 hal.166)
Contoh bentuk pemainan secara relatif dari aktivitas kompetisi pada setiap kategori yang menjadi konteks berat ringan, suatu pertandingan seperti pertandingan catur dan pertandingan yang memerlukan pemikiran, secara respective. Banyaknya permainan, bagaimanapun memerlukan suatu pembauran tertentu permainan kartu atau permainan bort, memerlukan ilustrasi secara umum suatu kombinasi startegi dan perubahan. Adapun perubahan yang juga berkaitan dengan olahraga, aturannya ditentukan penaganannya dari konteks secara umum untuk suatu penanganan minimun dalam tata pemahaman tingkat pemahaman yang menjadi atribut terhadap keuungulan. Agaknya secara interistik terlihat bahwa aturan utama dari perubahan dalam sebuah pertandingan olahraga adalah penentuan tingkat kesamaan. Contoh jawatan official yang menetapkan pertandingan sepak bola secara acak untuk menentukan tim yang akan melakukan quickoff bidang penaganannya dan menentukan persaingan diantara upaya upaya yang menjamin adanya peluang kesamaan.
1.4 Penampakan Fisik
Adapun olahraga dan bentuk permainan mempunyai beberapa jumlah karakteristik, atribut utama dari dua penampakan fisik. Olahraga dapat dibedakan dari permainan yang memerlukan penggunaan pengembangan skill fisik dan kemampuannya (yang memerlukan pelatiahan) untuk menentukan oposisi objek pengertian. Adapun banyaknya permainan memerlukan suatu tingkatan minimun skill fisik, yang tidak biasanya permintaan taraf skill fisik yang diperlukan olhragawan. Gagasan yang telah dikembangkan dari skill fisik yang praktis dan pembelajran yang menyarankan upaya suatu tingkatan yang tinggi dari sutu profesi satu atau lebih kemampuan fisik umum yang relevan terhadap kompetisi olahraga (seperti kekuatan, kecepatan, ketahanan,dan ketepatan). Adapun konsep penampakan fisik yang sesuai dengan penetuan oilahraga secra umum debedakan dari berbagai permainan, beberapa batasanbatasan alur permasalahan. Contoh suartu permainan draft diantara teman teman yang menentukan konteks kelayakan antara suami dan istri dan konteks memancing antara ayah dan anak yang juga menjadi pertimbangan dari suatu ketetapan bermain yang dikenal dalam suatu pertandingan olagraga.. Bahkan bila perlu penampakan fisik dapat menentukan penanganan secara formal terorganisir dan disponsori menurut konteks seperti penanganan draft, penanganan pacuan kuda atau berbagai turnamen memancing, mereka secara legigitimiasi menjadi ketentuan dalam label olahraga.
Suatu pendekatan alternatif untuk menjawab pertanyaan yang disebutkan sebelumnya, bagaimanapun defenisi olahraga sebagai suatu ilusterasi permainan yang mendemonstrasikan penampakan fisik. Jika pendekatan selanjutnya yang dapat diterima, kemudian perbedaan tersebut akan memberikan jawaban diatas sesuai dengan tinjauan pendekastan suatu permainan sebagai suatu event yang unit dan olahraga sebagai suatu pola institusional. Seperti Weiss memberikan pemahaman yaitu:
Suatu permainan adalah suatu akurasi: sebuah laporan dalam suatu pola. Suatu pola, merupakan kaidah utama, bahkan bersifat kelembangaan yang nampak. Sebuah olahraga didefenisikan menurut kondisi yang menjadi partisipan suatu batasan sesuai dengan permainan yang memberikan batasan aturan dan kemampuan suatu olahraga yang ditampilkan (Weis, 1967: 82).
2. Olahraga sebagai suatu permainan institusional
Untuk perlakuan olahraga sebagai Instusionalisasi sebagai pertimbangan olahraga suatu entites abstrak. Contoh organisasi dari suatu tim sepak bola seperti yang dijelaskan aturan yang dapat dibahas tanpa referensi untuk anggota dari tim khusus dan hubungan keterkaitan antara anggota tim yang dapat menjadi karakteristik referensi untuk persenalitas yang unit atau untuk penentuan waktu yang khusus. Dalam perlakuan olahraga duatu permainan instusional yang dapat diterima sebagai suatu perbedaan, pola pola indikasi dari struktur budaya dan social yang dikombinasikan kedalam suatu kompositas tunggal elemen dari nilai yang mencakup nilai nilai, norma - norma, saksi, pengetahuan dan posisi social (aturan dan status). Suatu keterkaitan makna dari istilah instutisional yang memerlukan pemahaman gagasan olahraga sebagai pola institusioanl atau blueprint pedoamn organisasi dan penetapan sautu permainan dan dukungan olahraga.
Formulasi dari suatu penerapan aturan untuk sebuah permainan atau sebuah upaya mengenai kejadian khusus tidak hanya konsisten sebagai suatu pola konseptualisasi dalam hal ini. Institusioanalisasi dari suatu penerapan permainan yang mempunyai tradisi aplikasi dan definisi mengenai garis garis pedaoman untuk realisasi kedepan. Terlebih lagi, dalam permainan konkrit suatu kondisi yang sesuai dengan bentuk garis garis pedoman untuk masa yang akan dating. Terlebih lagi dalam memahami penerapan instiusional dalam pengertian sebuah olahraga baseball profesionall yang menjkafi permainan baseball berdasrkan pola institusioanal yang sama dan diantara istilah ini ada taraf institusioanalisasi daan secra empiris sesuai dengan taraf organisasi. Selanjutnya keten tuan empiris membentuk hal tersebut.
Agar situasi pengertian institusi dari olah raga terhadpa berbagai permainan. Diantara permaianan dan olah raga yang menjadi pertimbangan dlam berbagai formulasi dan terorganisir. Adapun non olah raga institusional dalam menentukan karakteristik yang sama terhadap berbagai penentuan olah raga (permainan catur dan pacuan kuda), seperti permainan minoritas dan berbgai kasus dalam permainan olah raga sesuai dengan tingkat permintaan mendemonstrasikan menurut kelayakan fisik.
2.1 Lingkup Organisasi
Aspek organisasi dari olahraga yang dibhas melalui suatu uraian singkat dalam istilah tim, hubungan sponsor dan pemerintah.
a. Team
Kompetisi untuk permainan biasanya dipilih secara spontan dan secara bentuk disesuaikan mengikuti ketentuan kontes. Dalam olhraga bagaimanapun persaingan kelompok secara umum dipilih dengan penanganan, suatu keberpihakan yang susai yang telah dikembangkan melalui stabilisasi organisasi social. Adapun person individual dari suatu organisasi dapt dikembangkan sesuai posisi social atas kelompok lainnya.
Adapun perbedaan kelayakan pada olahraga memperlihatkan suatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dalam permainan. Adapun auatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dlam permainan, Adapun permainan yanh sering mencakup beberaapa kontestant (seperti choker) contestant yang sering memberikan bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa aturan yang sma sesuai status. Sebaliknya, dalam suatu olahraga jumlah partisipasi (basket ball) biasanya memberikan kombinasi beberapa kinerja aktivitas khusus dlam kelompok yang membedakan aturan aturan permainan. Terlebih lagi konteks spesial dan perbedaan aktivitas dapat di rangkin dalam beberapa ketentuan criteria seperti skill atau prestasi, yang juga mempunyai perbedaan status.
b. Hubungan sponsor
Adapun kelompok social permanen dikembangkan untuk tujuan kompetisi olahraga. Yang biasanya ditemukan dalam olahraga yang rill dari organisasi social yang dikembangkan oleh badan-badan social untuk tim pendukung. Badan sponsor ini mempunyai karakteristik ini secara langsung atau tidal langsun. Kelompok sponsor langsung termasuk sponsor berbagai liga permainan tim baseball, universitas yang mendukung tim santar perubahan tinggi dan urusan bisnis yang menjadi sponsor tim amateur. Organisasi sponsor tidak langsung termasuk sponsor barang olahraga, booster dan berbagai majalah olahraga.
c. Pemerintah
Sementara tipe permainan yang mempunyai norma-norma dan asosiasi sangsi berbagai ragam bentuk yang banyak dikembangkan sesuai kenyataan untuk mengembangkan *institusional formal atau lain dalam menentukan unsure unsure \budaya yang sering diterapkan aturan secara tertulis atau secara spontan dikembangkan untuk memberikan konteks berbagai modifikasi yang sederhana. Contoh, ada beberapa organisasi internbasional yang mendukung berbagai event (seperti komite olimpyade, federasi internasional bangsa bangsa, perserikatan senam internasional ) yang ada di amerika utara secara relatif merupakan organisasi besar yang mengalami perubahan menjadi amatur (asosiasi sekolah tinggi nasional), perserikatan atletik amatur), dan olahraga professional (seperti liga sepak bola nasional, liga hokki nasional).
2.2 Lingkup Teknologi
Dalam setiap olahraga, tercatat perlengkapan material, skill fisik dan badan ilmu pengetahuan yang memerlukan adanya penetapan persaingan yang memberikan perbaikan teknis pada tingkat persaingan. Sementara tipe permainan memerlukan adanya suatu pengetahuan yang masih minimun dan sering dikembangkan oleh skill fisik yang masih rendah dengan perlengkapan bahan olahraga yang sedikit, jenis olahraga yang tidak sesuai dengan bentuk bentuk permainan yang menjadi bentukan dalam membentuk suatu pengetahuan yang besar mengenai olahraga. Tingkat cakupan skill fisik ini memerlukan adanya perlengkapan material. Aspek teknis olahraga diklasifikasikan sebagai intrinsic dan ekstrinsik. Aspek teknologi intrinsic dari suatu olahraga terdiri atas aspek fisik dari skill, yang membetuhkan berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam menetapkan suatu konteks perorangan. Contoh, teknologi intrinsic dari sepakbola termasuk a)perlengkapan (lapangan,bola,seragam) b) Pengembangan skill fisik yang diperlukan (berlari melempar, menendang, menahan dan menggundul serta c) pengetahuan (peranan,strategi,norma dll). Contoh unsur-unsur teknologi intrinsic termasuk sepakbola a) skill fisik yang harus dimiliki oleh pelatih, pimpinan pelatihan dan kru dasar, c) pengetahuan yang harus dituntut dari pelatih, tim fisik dan spectator.
a. Lingkup symbolik
Dimensi symbolik dari olahraga termasuk unsur tampilan, pemahaman dan ritual. Hizingga (1995) menyatakan bahwa pemain “….. mempromosikan formasi kelompok social yang cenderung menjadi lingkungan yang secret dan menekankan pada perbedaan dari pemahaman umum yang berbeda atau pemahaman lainnya”. Caillois (1961) mengeritik orientasi ini yang menyatakan keberatan bahwa “pemain cenderung untuk mengubah suatu pengertian misterius”. Ia selanjutnya menyatakan bahwa“ Bila hal itu dirahasiakan, pengemhangan suatu pengisian yang berfungsi saklemental dapat diyakini tidak memainkan peranan bahkan bersifat institusi.
Albeit secara abivalen, itu memungkinkan adanya suatu kesepakatan diantara yang telah menulis. Sebaliknya, pemahaman yang luas dari Huizinga memberikan arti “rahasia “ yang menjadi pemahaman lain, Collins memberikan indikasi bahwa suatu institusi tidak hanya memainkan peranan yang dapat diterima. Tipe pemahaman selanjutnya menyebutkan “pembahasan yang rahasia “ dalam suatu olahraga, untuk keterkaitan dengan banyak bentuk persaingan olahraga dari norma norma yang membedakan aturan perilaku tersebut. Contoh, suatu team sepak bola yang mengijinkan menguasai lapangan praktek atau suatu team yang memberikan batasan akan pentingnya permainan permainan yang harus dikuasai dari permainan yang harus dimainkan secara terpadu.
Suatu pembacaan yang dikembangkan dari Huizinga (1955) memainkan peranan yang menyimpulkan bahwa perlunya suatu pembahasan yang terbaik dalam menampilkan suatu permainan dan suatu ritual. Ini merujuk kepada suatu sample, yaitu “perbedaan dan tampilan tingkat validitas yang menekankan pemahaman” dan menyatakan bahwa bentuk permainan adalah“ suatu konteks yang terkadang memberikan representasi mengenai sesuatu,“penambahan bahwa persentase tampilan makna”. Unsur” yang dialamtkan”catatan yang dikemukakan oleh Huizinga yang memberikan karakteristik tertentu dari kebanyakan olahraga. Kemungkinan yang paling besar dalam pertandingan yang ekstrim yang dipertandingkan adalah bentuk bentuk permainan olahraga.
Veblen menulis. Hal itu perlu mendapat perhatian untuk instansi, didalam memberikan makna perilaku dan permasalahan nyata yang melihat muatan akses dari norma dan tata implementasi suatu imajinasi yang secara serius menanganinya. Beberapa tinjauan histories memberikan penentuan suatu elaborasi dalam penentuan tingkat perubahan yang membutuhkan adanya tingkat pemahaman eksplisit (Veblen,1934: 256).
Suatu tinjauan modern dan perhitungan analitik dari “tampilan” dan tanpa tampilan dalam olahraga yang dikemukakan oleh Stone (1955) yang menyajikan adanya suatu tinjauan yang sesuai dengan permainan yang ditunjukkan dalam melihat suatu komponen yang esensial dari olahraga. Hal tersebut memberikan suatu penilaian bahwa permainan dan tanpa permainan secara terpadu menunjukkan keseimbangan dalam olahraga, dan pertimbangan tersebut secara menyeluruh merupakan unsur spectacular dari olahraga dimana pada professional olahraga Amerika mengembangkannya dalam suatu permainan. Aturan yang diterapkan “termuat” dan terkait dalam berbagai permainan.
Point ini dibuat dalam beberapa cara lain. Spectacular yang dapat memprediksi dan mengembangkan permainan tertentu, suatu permainan yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat ditentukan. Tampilan spectacular adalah tampilan yang sesuai dengan kinerja. Untuk mengembangkan hal tersebut terlihat adanya bentuk sesuai dengan permainan spectacular yang mempunyai fungsi yang dapat dijual dari ketidakpastian permainan (Stonen,1955.hal 98).
Dalam beberapa perilaku yang berbeda para ahli sosiologi, erving Goffman (1961) telah menganalisis faktor faktor ketidakpastian dari suatu permainan dan tampilan permainan. Konsent dasar dari “kesenangan dalam bermain” ia menyatakan bahwa“ ke tidak pastian penanganan cukup memberikan peranan” terhadap keberhasilan permainan yang dikombaninasikan” tanpa tampilan pengenaan sanksi dengan penanganan problematik. Dengan makna tampilan Goffman memberikan arti bahwa“ Permainan dari pemain mempunyai peluang untuk memberikan tampilan atribut yang dapat dinilai. Dalam dunia sosial yang lebih luas, termasuk mengembangkan kekuatan, pengetahuan, intelegensi, penilaian kontrol tersendiri. Dengan demikian, pemahaman Stone tanpa memberikan tampilan signifikan secara spectacular dalam memahami pemahaman secara eksternal dari atribut non relevan terhadap respek kondisi permainan, sementara Goffman memperlihatkan tampilan permainan spectacular secara eksternal menentukan atribut yang relevan.
Konsep lainnya berkaitan dengan tampilan dan keterpaduan yang relevan untuk olahraga yang ritual. Menurut Leach (1964)”Catatan ritual aspek ini menjelaskan perilaku formal yang tidak langsung memberikan konsekuensi teknologi “ritual” yang membedakan dari spectacular nyata secara umum mempunyai unsure-unsur yang lebih besar bersifat dramatis yang lebih serius. Leace menyatakan bahwa “kegiatan ritual yaitu symbolik yang dinyatakan mengenai sesuatu yang memerlukan pemaknaan tujuan”. Adapun ritual tersebut menunjukan suatu ebutuhan yang lebih fair. Secara empiris, ritual dapat dibedakan dari spectacular nyata dan ritual yang menekankan pada suatu sikap yang terpadu terhadap penentuan terhadap arah spectacular. Contoh ritual pada olahraga yang dapat ditangani antara kapten olahraga sebelum bermain dan antara wasit setelah bermain, dan berbagai bentuk bentuk permainan yang banyak dilakukan dalam suatu permainan.
b. Lingkup pendidikan
Lingkup pendidikan berfokus pada aktivitas yang berkaitan dengan transmisi skill dan pengetahuan terpadu. Banyak orang yang tidak memainkan proses pembelajaran dalam mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan skill dan pengetahuan yang berkaitan dengan permainan melalui instruksi sebab akibat atau pengamatan yang berkaitan dengan keterkaitan olahraga. Baik diantara teman atau asosiasi. Sebaliknya, dalam olahraga, skill dan pengetahuan mempunyai kemampuan dalam pengembangan partisipasi actual bagi pemain atau atlet yang sering diperoleh lewat berbagai permainan melalui instruksi formal.
Secara singkat, lingkup pendidikan dari olahraga yang institusional, memerlukan banyak permainan. Suatu alasan untuk situasi ini adalah kenyataan bahwa olahraga memerlukan adanya pengembangan skill fisik (seperti permainan yang sering dilakukan) dan pro efisiensi yang memerlukan dan yang lama dari praktek dan instruksi kualifikasi (sistimatika pelatihan). Akhirnya, akan merujuk keterkaitan instruksional personal dari program olahraga yang memiliki personal tambahan seperti manajer, para ahli fisik dan pelatih situasi yang tidak umum ditemukan dalam permainan.
3. Olahraga sebagai institusi sosial
Perluasan pemahaman olahraga sebagai pola institusional lebih lanjut, menjadi istilah yang dapat mendukung suatu institusi social. Schneider (1964:338) mengatakan istilah institusi mencatat setiap aspek dari kehidupan sosial yang membedakan nilai orientasi dan kepentingan, pemusatan perhatiannya meliputi fenomena sosial “penting”; hubungan keterkaitan dari “struktur stratragi signifikan.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penentuan suatu olahraga yang ada dunia barat menjadi pertimbangan suatu institusi sosial seperti Boyle (1963:3, 4) menyatakan bahwa Olahraga permainan merupakan sejumlah tingkatan olahraga yang sesuai dengan masyarakat kontemporer, yang menjadi sentuhan di dalam mempengaruhi unsur-unsur tampilan seperti status, hubungan keterkaitan ras, bisniis, desain otomatif, model pakain, konsep kepahlawanan, bahasa dan nilai etika. Untuk selanjutnya kebijakan yang terbaik dapat dikembangkan dalam bentuk kehidupan masyarakat Amerika.
Bila pertimbangan olahraga seperti suatu institusi sosial dalam istilah tata olahraga yang dapat memberikan penilaian. Tata olahraga dikembang- kan oleh semua organisasi sosial yang terorganisr, terpasilitasi dan teregulasi menurut kondisi olahraga. Maka organisasi yang baik adalah organisasi yang mengembangkan olahraga, club olahraga, tiem atlet, badan pemerintahan internasional untuk olahraga amatir dan professional yang telah dipublikasikan dalam berbagai majalah olahraga, dan lain-lain yang menjadi bagian dari tata olahraga. Untuk tujuan analitik terdapat 4 tingkatan organisasi dalam tata olahraga yang dapat dibedakan: (1) Primer, (2) teknis, (3) manjerial dan (4) tingkat perkembangan. Organsiasi pada tingkat primer, akan menghadapi berbagai keterkaitan diantara semua olahraga yang memiliki anggota sesuai karakteristik kepemimpinan administrasi yang secara formal mendelegasikan atau sesuai bentuk posisi. Contoh suatu bagian yang informal yang terorganisir dalam suatu team badan permainan baseball.
Organsasi pada tingkat teknis juga terlalu besar secara simultan untuk melakukan hubungan tatap muka diantara anggota-anggota mereka yang cukup memberikan tingkatan dalam pengembangan organisasi berdasarkan hubungan administrasi suatu posisi dan pengembangan secara individual. Suatu team atlet secara skolestik dan secara universal merupakan contoh klasifikasi organisasi teknis yang dapat mengarahkan fungsi atlet sebagai pengembangan pemimpin yang administerasif. Pada tingkat manajerial, organisasi terlalu besar untuk setiap anggota yang mengetahui sedikit jumlah yang mengembangkan keanggotaan olahraga. Menjadi suatu kepemimpinan olahraga yang teradminstasikan menurut pengornisasian. Beberapa club professional (sepak bola, bola basket dan base ball)) yang merupakan organisasi sepak bola sosial sesuai tingkatan manajerial.
Akhirnya organisasi pada tingkat perbandingan memiliki karakteristik yang sesuai dengan birokrasi keolahragaan yang mempunyai tingkat otoritas terpusat, mempunyai hirarki personal, ketentuan dan sesuai prosedural, yang menekankan adanya hubungan rasionalisasi pengoperasian dan hubungan impresional. Sejumlah bangsa yang ada di dunia mengembangkan badan olahraga internasional sesuai dengan badan olahraga professional dan amatir yang memberi penilaian terhadap organisasi menurut tipe kerjasama (komite olimpiade Internasional).
Rangkuman, tata olahraga dikomposisikan menurut kategori utama secara primer, secara tehnis, manajerial dan kerjasama organisasi sosial yang tersusun, terspesialisasi dan mempunyai hubungan kegiatan interaksi sesama manusia dalam mengembangkan suatu nilai-nlai sesuai konsep yang meletakkan adanya makro analisis dari signifikasi sosial olahraga. Hal itu juga bermanfaat dalam tinjauan sejarah dan/atau prospektif komparatif. Contoh tata olahraga dari abab ke 19 yang ada di Inggeris, Rusia dapat di analisis dan konsenterasinya sama dengan yang ada di Amerika.

4. Olahraga sebagai suatu bentuk cakupan sosial
Person (1966) mengatakan Order olahraga dikaitkan dengan penerapan organisasi sosial secara menyeluruh bahwa penerapan organsiasi, fasilitas dan regulasi tindakan dalam suatu kondisi olahraga. Manusia melakukan tindakan yang terdiri dari struktur dan proses yang mermaknai manusia dalam mengembangkan atensi dan keberhasilan, implementasi dalam menentukan kondisi yang konkrit. Suatu kondisi olahraga kemudian terdiri dari konteks individu yang tereakup dalam olahraga.
4.1 Definisi situasi dan cakupannya
a. Situasi
Menurut Fredsam, 1964) bahwa situasi merupakan total perangkat obyek, apakah orang, kolektif, obyek budaya atau lainnya merupakan respon aktor. Penetapan obyek yang berkaitan dengan kondisi olahraga spesifik agak lebih terpadu, range dari unsur lingkungan sosial dan fisik suatu permainan sepak bola berkaitan dengan dua cara untuk melakukan penghindaran dalam pemahaman sterategi olahraga yang dapat diterapkan dalam suatu team base ball lokal.
Adapun banyak jenis situasi olahraga, jika tidak semuanya menjadi konseptualisasi sebagai suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial didefenisikan oleh Caplow (1964) bahwa suatu perangkat seseorang dengan karakteristik identifikasi dalam hubungan yang dapat dikembangkan antara setiap orang dan interaksinya. Dengan Demikian setiap kondisi konstitusi suatu sistem sosial meliputi:
Dua team peserta dalam penentuan bidang sepak bola, Induk dan anak dalam pengembangan permainan mancing dalam permian boat, Sebuah permainan golf profesi yang mendapat perhatian. Sistem sosial mempukoskan pembahasan sosiologi olahraga secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan tingkat akurasi permainan. Yaitu para ahli sosiologi olahraga menpusatkasn perhatiannya bagaimana, mengapa seorang mengembangkan olahraga dan apakah pengaruhnya dalam menentukan aspek lain dari lingkungan sosial.
b.Cakupan
Pengamatan kasus yang dapat memperlihatkan cakupan bahwa penyebarluasan dari penggunaan bahasa Inggeris menjadi kamus istilah defenisi yang banyak digunakan dalam berbagai penanganan kasus olahraga, walaupun permainan tersebut cenderung mencakup; kombinasi yang tidak pasti, untuk mengembangkan kepentingan atau emosi atau komitmen dan untuk pra asumsi yang menyerap secara lengkap mengenai olahraga. Bila berbicara dalam cakupan olahraga, kita dapat mengatakan bahwa olahraga merupakan suatu hubungan keterkaitan satu olahraga dengan olahraga lainnya. Terlebih lagi konsisten terhadap partisipasi aktif pada kondisi olahraga yang memerlukan tingkat partisipasi (antara lain atlet).

4.2 Tipe Cakupan Olahraga
Adapun secara prilaku yang mencakup dalam olahraga, orang dapat memahami secara konignif, afektif mencakup perbedaan aspek-aspek dari suatu kondisi yang singkat.
a. Cakupan Afektif
Adapun orang dapat berprilaku dalam banyak kondisi olahraga dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Adapun aturan olahraga adalah dilaksanakan atau dimainkan dapat diklasifikasikan dari satu, dua mode prilaku yang tercakup didalamnya cakupan primer dan skunder.
Cakupan primer cenderung mencakup partisipasi aktuasl dalam permainan atau olahraga seperti yang dimainkan tanpa aturan yang dapat menghasilkan suatu permainan yang dapat di flemkan. Banyak olahraga khusus yang di dalamnya terdapat orang-orang juara, kalah, melahirkan bintang, pengganti super bintang, pemain marginal dan pemain-pemain yang tersohor.
Cakupan pemain skunder termasuk bentuk-bentuk lain dari partisipasi, dari beberapa partipasi yang dapat menghasilkan olahraga dan partisipasi melalui pemenuhan konsumsi olahraga. Prosedur bertanggung jawab untuk tahapan ini adalah prosedur yang memiliki spektakuler dalam mengembangkan suatu permainan. Individu yang dapat memproduksi suatu permainan yang aktual atau even olahraga merupakan karakteristik pengembang olahraga yang secara aktual dapat mengembangkan adanya kompetisi olahraga secara langsung dalam berbagai konteks atau berbagai nuansa pemainan. Prosedur langsung mempunyai berbagai pimpinan yang mengembangkan tahapan insterumen dalam suatu permianan yang terdiri dari wasit, manajer dan kapten serta beberapa personal yang melayani suatu cakupan permainan yang dikembangkan. Prosedur yang tidak langsung adalah prosedur yang tidak mempunyai konsekuensi yang terlibat langsung dalam pertandingan namun memberikan kesesuaian dalam pengembangan teknis, promosi atau dukungan olahraga termasuk berbagai maskot, penyajian teknis permainan dan berbagai program-program jaminan olahraga.
Pelanggan yang memahami pentingnya konsumen olahraga secara langsung mengembangkan kinerja satu sama lainnya (ini termasuk kaitan darti beberapa bentuk penyajian dalam mas media. Adapun kemungkian yang menjadi nuansa untuk dapat memainkan peranan dapat diharapkan lewat:
1) Investasi untuk sejumlah waktu dan uang dalam berbagai dukungan olahraga secara langsung, atau tidak langsung
2) Mempunyai tarap pengetahuan terpusat pada kinerja olahraga, statisitik olahraga dan strategi olahraga,
3) Mempunyai cakupan efektif (emosi) satu atau lebih kelompok individu atau kelompok dalam sistem olahraga,
4) Pengalaman dan internalisasi atau perasaan perbalisasi yang dapat memberi- kan konsumsi terhadap event olahraga,
5) Menggunakan olahraga sebagai topik utama dari kompensasi dengan berbagai tampilan yang lebih strategis dan
6) Menyusun pemahaman gaya hidup sesuai dengan event olahraga amatir dan professional.
Perbedaan antara komsumsi langsung dan tidak langsung dapat di analisa dengan baik bila pertimbangan spetator menjadi bagian dari kondisi olahraga dan beberapa kaitan dan efek spontan dari beberapa even olahraga baik dalam komsumen olahraga.

b. Cakupan kognitif
Jumlah informasi olahraga yang dapat tersedia untuk setiap orang dalam berbagai Negara memungkinkan untuk dapat menghindari beberapa pengembangan olahraga dunia. Salah satu yang memerlukan informasi mengenai hal tersebut berdasarkan sejarah,struktur, aturan strategis dan kebutuhan teknis yang memberikan olahraga berdasarkan lingkup lingkungannya. Sebaliknya, pengetahuan mengenai keberhasilan atau kegagalan dari pemain secara khusus banyak terjadi dalam suatu team atau dalam liga yang menagani suatu even olahraga khusus juga memerlukan adanya kemungkinan tampilan ensiklopedik. Waktu untuk memahami mengenai probalitas tersebut sangat bersesuaian dengan studi komunikasi yang diterapkan. Adapun terapan tersebut mengarahkan kepada pemahaman orientasi mengenai peranan permainan dalam sistem kognitif pada olahraga umum dan pada kondisi olahraga yang mereka temukan secara khusus.
c. Cakupan Psikomotor
Apakah setiap orang dalam cakupan olahraga akan memberikan point yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan menurut disposisi terhadap manifestasi olahraga. Bahkan secara aktual perkembangan olahraga akan menjadi suatu keindahan yang harus dikembangkan berdasarkan tingkat kekuatan legalitas atau identifikasi dalam suatu permainan atau team dalam berbagai perubahan emosional khususnya memahami pemahaman pentingnya olahraga. Contoh ekstrim termasuk pemain yang mengembangkan kontrol sosial dan sering melakukan penyerangan yang bersifat spectator.
Makna efektif atau subjetif dari cakupan olahraga adalah multi dimensional dalam suatu pengertian. Kerja Osgood dan asosiasinya (Osgood, 1957) memperlihatkan bahwa makna kognitif atau secara dimensional merupakan objek yang diperlukan (kaitan sosial, material atau gagasan) yang mempunyai 3 pemahaman komponen atau faktor faktor yang mereka istilahkan meliputi (1) Faktor evaluasi , (2) Faktor potensi , (3) Faktor aktivitas.
Mereka mempunyai identifikasi dari tiga faktor yang merupakan pembauran silang yang bersifat universal dengan menggunakan perbedaan somatic dari suatu instrumen yang meningkat, suatu akses yang konsisten dengan bipolar skala ajective. Dengan demikian untuk berbagai objek sosial contoh, peranan “atlet wanita”
1) Faktor evaluasi paling dominan diidentik dengan skala bipolar baik buruk penilaian cantik jelek
2) Faktor potensi adalah bentuk yang diukur dari skala lemah kuat, keras lunak dan ringan dan berat
3) Faktor aktivitas yaitu biasanya di ukur dengan skala aktif pasif, cepat lambat dan statis dinamis.
Untuk mengilustrsikan, Griffin (1973) melakukan pekerjaan skala diferensial somatik untuk menguji persepsi dari tiga faktor. Ia menemukan bahwa atlet wanita dan profesi wanita cenderung mempunyai keaktifan dan potensi (seperti nonfemine), sementara peranan egolowasi yang tinggi terhadap wanita atau teman dan ibu. Peranan selanjutnya yang dapat dinilai dari kenampakan yang tidak konsisten terhadap perilaku normative untuk wanita.
Singkatnya,suatu kajian frekuensi disposisi keterkaitan antara olahraga adalah sikap dan berbagai sikap akan membantu berbagai manifestasi khusus dari olahraga yang umumnya mempunyai tiga tipe yang dapat dirasakan atau makna subjektif yang berkaitan dengan (1) suatu faktor evaluasi, (2) faktor potensi dan (3) faktor aktivitas. Pengertian ini merupakan makna subjektif dan makna dimensi emosional dari olahraga untuk berbagai untuk berbagai ragam kelompok dalam masyarakat yang akan dibahas pada point dalam teks ini
Rangkuman, individu yang mengembangkan upaya pengembangan perilaku secara kognitif, dan afektif termasuk sebagai penerapan upaya penerapan olahraga seperti produser dan konsumen. Adapun cakupan perilaku dari suatu kelompok yang besar dari seseorang diidentifikasikan dengan pengembangan olahraga yang dapat diuji, taraf perbedaan dan pola cakupan penggunaan waktu yang disesuaikan.
4.3 Derajat dan pola cakupan olahraga.
Taraf cakupan yang dapat ditunjukkan dalam istilah frekuensi, durasi dan intentitas. Frekuensi cenderung disesuaikan dengan tingkat partisipasi, contoh permainan boling ganda yang dilakukan dua kali seminggu selama satu musim. Durasi dari penayangan ini meupakan partisipasi yang diberikan dalam setiap waktu. Contoh permainan tiga set dari pertandingan tenis atau mendengar penyiaran olahraga lima jam atu lebih setiap hari sabtu. Kombinasi frekuensi dan durasi mencakup sebagai suatu indeks dari suatu investasi individual dalam olahraga (sesuai jangka waktu dan biaya dikeluarkan) dalam suatu kondisi olahraga.
Insentitas ini mencakup apa yang dicatat oleh Goffman (1961) yang telah memberikan label “pemahaman terpadu” atau apakah sarbin dan Allen (1968) cenderung memberikan perubahan “cakupan organis”. Kombinasi dari frekuensi, durasi dan intentitas menjadi pertimbangan suatu indeks komitmen personal individual untuk memberikan kondisi olahraga.
Karena partisipasi setiap orang mempunyai frekuensi yang sama, durasi atau insentitas waktu, pola perbedaan dari cakupan olahraga yang sangat diharapkan. Empat pola pola terkait (diantara pola pola lainnya) merupakan cakupan normal, lingkup siklik, cakupan detergen dan perubahan perubahan cakupan terpadu (keynyon dan skuts, 1970). Cakupan normal adalah karakteristik yang terkait dalam berbagai partisipasi olahraga yang menjadi basis partisipasi dalam mengembangkan pola pola yang digunakan sesuai gaya hidup. Siklik adalah karakteristik partisipasi olahraga yang tidak mengembangkan aktivitas tersebut (setiap person) dapat memainkan peranan selama adanya tahapan yang terpadu. Cakupan divergen sekunder dari karakteristik “olahraga tambahan” akan menjadi terapan terpadu dalam pandangan Mcphee’s, 1963 yang menjadi istilah . memuat asumsi yang dapat meningkatkan adanya perubahan dalam penangannya”. Seperti penerapan praktis yang dapat diterapkan. Devergen aktif merupakan terapan pemahaman karir yang dapat memberikan kelangsungan hidup dalam pengembangan suatu tinjauan karakteristik “Asportual” individual dari berbagai asosiasi (actual atau vicarious) terhadap olahraga. Individu ini menerapkan sosialisasi menurut peranan olahraga atau apa yang dapat tercakup pada satuan waktu dan menjadi tersosialisasi karena adanya peluang, kepentingan yang rendah, kepentingan yang kompetetif terhadap prioritas atu pengalaman yang tidak sesuai terhadap prioritas atau pengalaman yang tidak sesuai terhadap drop out suatu olahraga.
4.4 Batasan batasan cakupan olahraga.
Suatu kepentingan dari seorang ahli sosiologi olahraga untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan bagaimana dan mengapa orang mengkhendaki mengembangkan adanya fenomena olahraga. Secara spesifik, pertanyaan ini dipertanyakan : siapa yang secara bersama sama mengembangkan kegiatan social, kapan dan dimana (Mc Call dan Simons, 1966: 11). Para ahli sosiologi tertarik pada olahraga disebabkan ada 4 W “terikat” yaitu efektif, efek, outcome, atau variable konsekuensi.
Dalam pengujian di atas empat variable terikat berkaitan dengan cakupan olahraga, objektif temuan batasan batasan atau kendala dari interaksi social dalam situasi olahraga. Ini termasuk kendala intrinsic, batasan budaya, batasan social, bataasn personal dan kondisi sejarah (lM cCall dan Simons, 1966: 14-38). Bab 2 menyarankan bagaimana batasan batasan dari interaksi social pada kondisi olahraga dapat dijelaskan dan dianalis dari suatu prospektif sosiologi.

F. Sosiologi Olahraga
Berbicara tentang sosiologi olahraga kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.
Dua penentuan tujuan dalam sosiologi Olahraga adalah untuk menjelaskan pengertian sosiologi dan bagaimana mengilustrasikan perspektif ilmu sosiologi yang relevan dan dapat digunakan untuk studi olahraga. Batasan yang dapat diterima, fokus mengenai ilmu sosiologi dalam studi perilaku manusia yang dipengaruhi oleh organisasi sosial: ‘organisasi sosial’ cenderung menemukan cara bagaimana manusia dapat mengatur secara sosial mengenai ketentuan yang dapat diamati perilaku masyarakat yang terpadu dalam kondisi sosial yang banyak ditemukan dan agaknya ilmu psikologis atau karakteristik psikologis dalam suatu individu (Blau dan Scott, 1962). Bahkan ilmu sosiologi menarik dalam tinjauan perilaku sosial yang terorganisir, membedakan pengertian perspektif ilmu sosiologi yang tidak secara total memiliki relevansi terhadap ilmu sosial yang juga konsent terhadap dimensi sosial tindakan manusia. Dengan demikian, perbedaan orientasi sosiologi untuk studi perilaku manusia berfokus pada bentuk spesifik dari organisasi sosial: sistem sosial.
Sistem yang menjadi kajian konsentrasi dari sosiologi yang secara langsung berkaitan. Dengan Struktur dan komposisi” dari sistem sosial, yaitu menjelaskan dan meganalisis sistem sosial dalam istilah kelayakan primer, termasuk atribut, batasan-batasan, komponen, unsur dan lingkungan.
Fungsi dan perubahan” dari sistem sosial” yaitu fokus perhatian dari aspek dinamis sistem sosial seperti pengembangan proses sosialisasi, perubahan sosial, konflik, kontrol, komunikasi dan kepuasan.
Perbedaan ragam sistem social meliputi (a) analitik dan empiris, (b) besar dan kecil, (c) sederhana dan kompleks. Ketiga hal tersebut diatas para ilmuan sosiologi memberikan suatu pemahaman sebagai hasil rangkuman yang menjelaskan bahwa ilmu sosiologi adalah studi ilmiah dari struktur dan komposisi, fungsi dan perubahan system social dan kaitannya terhadap perilaku manusia.
Pengertian ilmiah dari sosiologi reflektif dalam bentuk teori dan empiris yang memerlukan adanya pembagian berdasarkan drap intelektual. Banyak ilmuwan lainnya, menganggap sosiologi sebagai suatu bentuk khusus dari keilmiahan yang spesifik yang dapat dicari (1). Menjelaskan pengertian sistem sosial, (2) menemukan hubungan keterkaitan antara sifat-sifat sistem sosial, menjelaskan ketidakterkaitan hubungan antara sistem sosial.
Secara intrinsik kaitannya dengan tugas pengembangan dari konsep, proposisi dan teori-teori. Ada tiga istilah perbandingan unsur-unsur linguistik dasar dari bahasa ilmiah (Brodback, 1963; 45-47). Konsepnya adalah kata ilmu yang digunakan untuk label fenomena signifikan proposisi yang menjadi kalimat ilmu pengetahuan yang digunakan adalah hubungan keterkaitan antara konsep. Teori-teori paragraf ilmu yang digunakan menjelaskan hubungan keterkaitan antara kalimat yaitu adanya proposisi antar kaitan.
G. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama satu atlet dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang. Mereka tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan mudah berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga, khususnya dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan.
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.
H. Hakikat Olahraga dan Penjas
Hakekat olahraga, seperti hakekat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal).
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.
I. Perspektif Sosiologi Olahraga dalam fenomena sosial
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.
Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa karakteristiknya yaitu :
1. Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam / kerohanian.
2. Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.
3. Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.
4. Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.
5. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.
6. Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material.
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :
• Manusia yang hidup bersama.
• Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.
• Mereka sadar sebagai satu kesatuan.
• Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan kebudayaan.
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.
J. BIDANG KAJIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu para ahli berupaya mencari batasan bidang kajian yang relevan misalnya:
a. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:
• Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, dan klub olahraga lainnya.
• Masalah figure sosial, seperti figure olahragawan, Pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, dan pengalaman.
b. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.
c. G Magname menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara, dan hubungan antara olahraga dengan kebudayaan.
d. John C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan kebudayaan, pertumbuhan, dan rasional dalam olahraga.
e. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.

Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:
• Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).
• Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)
• Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)
• Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)
• Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)
• Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)
• Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)
Dalam memahami arti sosiologi olahraga, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara sosiologi dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.

K. Peran sosiologi dalam dunia pendidikan
Dalam pengertian sederhana, sosiologi pendidikan memuat analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur masyarakat maupun pada taraf konstelasi di tingkat nasional. Sehingga dari sini bisa di dapat sebuah gambaran objektif tentang relasi-relasi sosial yang menyusun konstruksi total realitas pendidikan di negara kita. Sampai pada pemahaman tersebut segala bentuk wawasan dan pengetahuan sosiologis guna membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bias ke arah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.
Di sisi lain, jika perhatian kita tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia, produk kemajuan sosial, meningkatnya taraf hidup rakyat, akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita dalam upaya memajukan kehidupan bangsa Indonesia.
Meningkatnya jumlah kaum terpelajar telah menjadi bahan bakar lajunya lokomotif kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Akan tetapi, beberapa kendala yang melingkari dunia pendidikan dalam kaitan dengan menurunnya kualitas output pendidikan kita menjadi bukti bahwa wajah persekolahan kita memerlukan banyak perbaikan. Melihat keberadaan sekolah begitu penting bagi eksistensi dan keberlangsungan pendidikan di negara kita maka topik ini akan mengarahkan lingkup kajian sosiologisnya kepada hakikat peran dan fungsi lembaga sekolah sebagai lembaga pendidikan. Tiga sub-judul berikutnya akan menindaklanjuti fokus pembahasan dengan titik tekan yang lebih spesifik. Pada sub-judul pertama, banyak digali tentang hubungan-hubungan sosial di dunia pendidikan dalam wadah organisasi formal. Di sini kriteria sekolah sebagai salah satu wujud organisasi formal ditinjau dari kaitan unsur-unsur sosial pendukungnya dalam proses mencapai tujuan pendidikan. Pada sub judul kedua lebih menyoroti konteks transaksi pendidikan di ruang kelas. Hal ini ditekankan, sebab ruang kelas merupakan representasi dari proses-proses pendidikan yang sesungguhnya, karena di dalamnya telah melibatkan komponen-komponen belajar mengajar secara langsung. Sedangkan pada sub judul yang ketiga, tinjauannya bertolak dari kenyataan bahwa sekolah tidak bisa lepas dari hubungan wadah eksternalnya.
Kondisi sosio-kultur masyarakat tidak bisa tidak merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap proses-proses pendidikan di sekolah. Tiga batasan tinjauan di atas akan dipaparkan sebagai upaya untuk menyajikan beberapa manfaat analisis sosiologis terhadap dunia pendidikan
L. ETIKA DAN MORAL DALAM OLAHRAGA
Dalam ilmu sosiologi terdapat etika dan moral dalam pergaulan sehari-hari dan pada olahraga juga dikenal etika dan moral dan keduanya saling berkaitan. Hakikat etika itu sendiri adalah etika secara etimologis, kata ethics berasal dari kata Yunani, ethike yang berarti ilmu tentang moral atau karakter. Studi tentang etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip kewajiban manusia atau studi tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang atau suku bangsa. Etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. (Franz Magnis Suseno,1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral.
Selanjutnya Suseno mengatakan bahwa Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis.Senada dengan Scott Kretchmar mengemukakan etika mendasari tentang cara melihat dan mempromosikan kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya, merayakannya dan menjaganya. Etika terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan, persahabatan dan banyak nilai-nilai lainnya.
Etika dalam olahraga sangat diperlukan tanpa etika pelaku olahraga tidak dapat memahami konsep dasar dari olahraga itu sendiri misalnya seorang pemain bola yang tidak memahami etika dalam permainan apabila terjadi pelanggaran pemain tersebut dapat mengeluarkan pernyataan dan kata-kata yang tidak semestinya sehingga menambah rumit permasalahan tersebut dan memicu konflik yang lebih meluas lagi,karena itulah begitu pentingnya etika dalam berolahraga.
Moral juga memegang peranan yang sama pentingnya dalam berolahraga moral sangat menentukan tingkat matangnya mental dari seorang pelaku olahraga. Dan adapun hakekat dari moral itu sendiri adalah Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat, moral berkaitan dengan niat. Suseno mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku.
Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal dan melekat dalam nilai moral dari ilmu olahraga yaitu :
1. Keadilan.
Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya.Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain penyerang berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga garis. Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat menerima, jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan penalti akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja menangkap bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil mungkin. Bila ia kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman berupa tendangan bebas.
2. Kejujuran.
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.
Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.
3. Tanggung Jawab.
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat, tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri, tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga.

4. Kedamaian
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusksikan untuk mencederai lawan agar tidak mampu bermain

M. FUNGSI SOSIAL OLAHRAGA
Kerangka fikir untuk menelaah fenomena sosial olahraga yang dikembangkan Nixon Stevenson 25 tahun lalu relevan untuk dibahas kembali. Kerangka berpikir ini memandang olahraga sebagai sebuahpranata sosial yang mengandung potensi untuk menjalankan beberapa fungsi yaitu fungsi sosial emosional , fungsi sosialisasi, fungsi integratif, fungsi politik, dan fungsi mobilitas sosial. Beberapa fungsi diatas dapat dikatakan fungsi instrumental olahraga.
Fungsi sosio emosional olahraga meliputi dua mekanisme yaitu :
1. Mekanisme untuk mengelola ketegangan dan konfik pada individu melalui saluran katartis dan aestetis.
2. Pemberian kesempatan untuk membangkitkan adanya komunitas, pengakuan sebagai salah satu bentuk acara ritual untuk mempertahankan eksistensi budaya dan status sosial.
Fungsi sosialisasi olah raga tercemin dalam kepercayaan bahwa olahraga adalah agen penting penting untuk mengalihkan nilai-nilai budaya kepada individu sehingga karakteristik kepribadiannya berkembang. Proses sosialisasi dalam kerangka pendidkan via gerak insani itu pada dasarnya adalah proses pembelajaran keterampilan, sifat-sifat, nilai, sikap, norma dan pengetahuan yang dikaitkan dengan prilaku yang ada pada saat sekarang atau yang diantisipasi sesuai dengan peranan sosial (De knop, 1996).Mekanisme yang berkaitan dengan dalam fungsi sosial yaitu adanya aspek pengukuh dan peniruan tokoh idola sebagai model.
Fungsi integrasi olahraga berarti bahwa melalui olahraga dapat dicapai integrasi harmonis antar individu yang tadinya terpisah, teralienasi, atau terbuang dari lingkungnnya. Melalui kegiatan olahraga, proses identifikasi individu kedalam situasi kolektif akan tercapai.

Hal ini terjadi melalui dua macam mekanisme yaitu :
1. Melalui perasaan kental sebagai warga komunitas , seperti halnya terjadi dalam tim kabupaten , tim provinsi, atau tim nasional.
2. Melalui perasaan sebagai ”orang dalam” dan “orang luar” integrasi terjadi karena kebulatan komitmen untuk mencapai tujuan bersama.
Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik.
Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan cognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral.
Dari pemaparan materi dan teori yang dipaparkan diatas maka sebagai pelatih olahraga maupun guru penjas maka hendaknya kita mengetahui karakter peserta didik. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai, pemaksaan pembelian buku dsb)
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak menyarankan untuk di lakukan.
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik.
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila dimensi sosilogi tidak dimunculkan dalam kegiatan olahraga salah satunya adalah dampak terpinggirkan dampak lebih lanjut dari rasa terpinggirkan ialah timbulnya kebencian terhadap olahraga ! Kondisi demikian merupakan kondisi psikologis yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dan penyebarluasan olahraga di masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik maka suasana lapangan dikala melakukan olahraga kesehatan, akan sangat meningkatkan gairah dan semangat hidup para Pelakunya Demikianlah maka potensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Kesehatan) sangat perlu difahami oleh semua fihak yang berkepentingan dalam pembinaan Peserta didik. Oleh karena itu pula maka tanpa Pendidikan Jasmani dan Olahraga, maka sesungguhnya Pendidikan menjadi tidak lengkap!
BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi, olahraga sebagai fenomena salah satu sarana pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.
Dalam memahami arti olahrag sebagai fenomena sosial, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga.
Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira.
Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi.
Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan inter-disiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologo, sosiologi, anatomo, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan cros-disiplin adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.
Dalam Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.
B. Saran
Berbicara tentang Olahraga sebagai fenomena sosial dalam sosiologi olahraga kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada bebarapa saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini adalah:
1. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran – saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang kami laksanakan.
2. Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi Olahraga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan
3. Pendidikan Jasmani, olahraga dan sosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.
4. Sosiologi olahraga dalam kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial ini merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.
5. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Agung Drs , Aspirasi , semester 1-2, penerbit dan percetakan Pustaka Manggala,2007.
BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.
Barnes, H. E., and Teeters, N. K. (1959). New Horizons in Criminology, 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.
Betts, J. R. (1974). America's Sporting Heritage. 7850-1950. Reading, MA: Addison-Wesley.
Babbie, E. (1973). Survey Research Methods. Belmont, Calif ; Wadsworth
Babbie, E. (1975). The Practice of Social Research.. Belmont, Calif ; Wadsworth
Bates, S, (1967). The Sociological Enterprise. Boston: Houhton Mifflin.
Berger, P., and T. Luckman (1967). The Social Construction of Reality, New York : Anchor Books.
Bernstein, J. (1973). The Secrets cf the old one-1.” The New Yorker (March 10): 44-101.
Bernstein, J. (1975). “Physicist-1..” The New Yorker (October 13): 47-110. Used with permission.
Bertrand, A.L. (1972). Social Organazation: A General Systems and Role Theory Perspective. Arlington Heights, III,: AHM. Used with permission.
Blau, P. (1964). Exchange and Power in Social Life. New York: Wiley.
Blau, P. (1969).”Objectives of sociology.” In R. Bierstedt (ed). A Design for Sosciology: Scope. Objectives and Methods, pp. 43-71. Philadelphia : The American Academy of Political and Social Science.

Blau, P., and W.R. Scott (1962). Formal Organization . San Franscisco : Chandler.

Blumer, H. (1969). Symbolic Interactionism: Persepective and Method. Englewood Cliffs, N.<.: Prentice-Hall.

Bottomore, T. (1975).”Competing paradigms in macrosocilogy.” In A. Inkelers (ed). Annual Review of Socilogy, Vol.1, pp. 191-202. Palo Alto, Calif.: Annual Reviews, Inc.

Buckley, W.F. (ed.) (1967). Sociology and modern systems Theory. Englewood Cliffs. N.J.: Prentice-Hall.

Buckley, W.F. (ed.) (1968). Modern systems Research for the behavioral Scientist.Chicago: Aldine..

Burgess, R., and D. Bushell (eds.) (1968). Behavioral Socialogy. New York: Columbia University Press

Brown, D. (1988). Social Darwinism, private schooling and sport in Victorian and Edwardian

Canada. In J. A. Mangan, Ed. Pleasure, Proselytism. London: Frank Cass, pp. 215-230.

Carew, R. (1602). A Survey of Cornwall. London.

Caillois, R. (1961). Man, Play dan Games. New York : Free Press.

Caplow, T. (1964) Principles of Organization. New York : Harcourt, Brace and World.
Collins, R. (1975). Conflict Socialogy. Toward An Explanatory Science. New York: Academic Press.

Caplow, T. (1964) Principles of Organization. New York : Harcourt, Brace and World.

Caplow, T, (1953). “The Creteria of organizational success.” Social Forces 32: 1-9. Used with permission

Caplow, T. (1964). Principles of Organization. New York: Harcourt, Brace and World.

Catton, W. (1964). “The development of sociological thought.” In R. Faris (ed.). Hand book of Modren Socilogy, pp. 912-950. Chicago: Rand McNally.

Cooper, H.S. (1975).”A resonance with something alive-I. “ The New Yorker (June 21): 39-83. Used with permission.

Coser, L. (1975).”Two methods in search of a substance.” American Sociological Review 40 (December): 691-700.

Cotgrove, S. (1968). The Science of Society. New York: Barnes and Noble.
Coaldey J. J. (1990). Sport in Society. Issues and Controversies 4th Ed. St. Louis: Times Mirror/Mosby
Danzig, A. (1956). The History ofAmerican Football. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Doby, J. (1954). An Introduction to Social Research. Harrisburg. Pa.: Stackpole. Used with permission.

Durkheim, E. (1951). Suicide, New York: The Free Press.

Durkheim, E. (1954).. The Rules of Sociological Method. New York: The Free Press.

Dunning, E. (1971). The development of modern football. In E. Dunning, Ed. Sport: Readings from a Sociological Perspective. Toronto: University of Toronto, pp. 133-151.

Dunning, E., and Sheard, K. (1979). Barbarians, Gentlemen and Players. New York: New York University.

Durkheim, E. (1947). The Division of Labor in Society, trans. by G. Simpson. New York: Free Press.

(Original work published 1893.)

Eisenstadt, S. N. (1968).”Social instutions: The concept.” In D. E. Sills (ed.). International Encylopedia of the Social Science, 2nd ed.. Vol. 14, pp, 409-421. New York: Macmillan.

Elias, N., and Dunning, E. (1971). Folk football in medieval and early modern Britain. In E. Dunning, Ed. Sport: Readings from a Sociological Perspective. Toronto: University of Toronto, pp. 116-132.

Friedsam, H. (1964). “Social situation.” In J. Gould and W. Kolb (eds.), A Dictionary of the Social Sciences, pp. 667-668. New york : Free Press

Festinger, L., and D. Katz (ed.) (1965). Research Methods in the Behavioral Sciences. New York: Holt, Rinehart and Winston.

French, J. (1965).”Expriments in field sittings.” In L. Festinger and D. Katz (eds.). Research Methods in Behavioral Sciences, pp. 98-135. New York: Holt, Rinehart and Winston.

Encyclopedia Britannica (1967). Basketball. Chicago: Wm. Benton, pp. 247-250.
Furst, R. T. (1971). Social change and the commercialization of professional sports. International Review of sport Sociology, 6, 153-170.

Glaser, B., and A. Strauss (1967). The Discory of Grounded Theory. Chicago: Aldine.

Goffman, E. (1961). Encounters. Indianapolis : Bobbs-Merrill.

Gocde, W., and P. Hatt (1952). Methods in Social Reseach. New York: McGrow-Hill.

Grusky, O (1993). Managerial succession and organizational effetiveness. American Journal of Sosiology, 69: 21-31.

Griffin, P. (1973). “What’s a nice girl like you doing in a profession like this ?” Quest XIX ( January ) : 96-101.

Hobson, H. A. (1984). Shooting Ducks: A History of University of Oregon Basketball. Portland, OR: Western Imprints.

Hoch, R (1972). Rip Off the Big Came. Garden City, NY: Anchor.

Hodges, H. M. (1974). Conflict and Consensus: An Introduction to Sociology, 2nd ed. New York: Harper & Row.

Holsti, O.R. (1969). Content Analysis and the Social Sciences and Humannities, Reading, Mass.: Addition-Wesley.

Homan, G.C. (1967). The Nature of social Science. New York: Harcort. Brace and . Used with permission.

Hopkins, T. (1964). The Exercise of Influence in Small Groups. Totowa, N. J.: The Bedminster Press.

Horton, J. (1965). “Order and conflict theories of social problems as competing idiogies.” American journal of sociology 71: 701-713.

Hunt, M. M. (1961).”How does it come to be so?”The New Yorker (January 28): 39-63. Used with permission.

Hyman, H. (1972). Secondrary Analysis of sample surveys, New York: John Wiley.

Huizinga, J. (1955). Homo Ludens-A Study of the Play Element in Culture. Boston : Beacon Press. Used with permission.

Kahn, R. (1957). “Money, muscles and myths.” Nation CLXXXV (6 July) : 9-11. Used with permission.
Kenyon, G. (1969). “Sport involvement : a conceptual go and some consequences thereof.” In G. Kenyon (ed.), Aspects of Contemporary Sport Sociology, pp. 77-100. Chicago : Athletic Institute. Used with permission.

Kirlinger, F. (1972). Foundation of beahavioral Research, New York: Holt, Rinehart and Winston.

Kluckhohn, F. (1940).”The participant-observer technique in small communities.” American Journal of sociology 46: 331-343.

Krech, D., et al. (1962). Individual in Society. New York: McGrow-Hill.

Leach, E. (1964). “Ritual.” In J. Gould and W. Kolb (eds.), A Dictionary of the Social Sciences, pp. 607-608. New York : The Free Press.

Lueschen, G (1997); The Interdependence of Sport and Culture. Internasional Review of Sport of Sport Sosiology, 2 : 127- 141.

Lueschen, G (1998); Sosiology of Sport. The Hague- Paris : Mouton & Co.

Loy, JW (1987); Cooperation, Association and Contest. Jurnal of Conflict Resolution, 14 : 21-34.Sosiology of Sport. The Hague- Paris : Mouton & Co.

McCall, G., and J. Simmons (1966). Identities and Interactions. New York : The Free Press.

McPhee, W. (1963). Formal Theories of Mass Behavior. New York : The Free Press.

Riesman, D., and Denney, R. (1954). Football in America: A study in culture diffusion. In D. Riesman, Individualism Reconsidered. New York: The Free Press, pp. 242-257.

Osgood, C., G. Suci, and P. Tannenbaum (1957). The Measurement of Meaning. Urbana, III. : University of IIIinois Press.

Parsons, T. (1966). Societies-Evolutionary and Comparative Perspectives. Englewood Clifls, N. J.: Prentice-Hall.

Piaget, J (1995): The Moral Judgement of the Child. New York: Free Press.

Roberts, J., and B. Sutton-Smith (1962). “Child training and game involvement.” Ethnology I : 166-185. Used with permission.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar