tag:blogger.com,1999:blog-24961339329543661692024-03-05T07:10:10.920-08:00PENDIDIKAN UNTUK KESEJAHTRAAN MANUSIAJanganlah Merasa Rugi Ketika Ingin Berbagi Masalah Perkembangan PendidikanGATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.comBlogger6125tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-41101819578057300672010-06-13T18:56:00.000-07:002010-06-13T18:56:58.740-07:00Manfaat Olahraga<div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><span style="color: red;"><b> Gatot Jariono</b></span></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnyUjVEfoP-mdZNlWwR0UQi1M9jRrmg3LpphAIMT4Hg3YHTsazwGC8esKRyUQLjyI1DHTwH4IGsxSx1Q8QLXRi2qRrG1smuneZv-dzrs8linlRATC8IfiSj4U9a-WDxFuIVIXKlk8Lzirj/s1600/100px-1970_juanito.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjnyUjVEfoP-mdZNlWwR0UQi1M9jRrmg3LpphAIMT4Hg3YHTsazwGC8esKRyUQLjyI1DHTwH4IGsxSx1Q8QLXRi2qRrG1smuneZv-dzrs8linlRATC8IfiSj4U9a-WDxFuIVIXKlk8Lzirj/s320/100px-1970_juanito.jpg" /></a></div><div style="text-align: center;"></div>Pendahuluan<br />
Olahraga menyehatkan! Inilah ungkapan masyarakat. Masyarakat meyakini benar manfaat olahraga bagi kesehatan. Tetapi bagaimana olahraga dapat menyehatkan dan berapa berat orang harus melakukan olahraga untuk menjadi lebih sehat? Inilah masalah yang perlu diperjelas bagaimana tata-hubungan antara olahraga dengan kesehatan, bagaimana cara melakukan olahraga untuk kesehatan dan berapa berat olahraga harus dilakukan agar orang menjadi lebih sehat. Perlu diketahui bahwa pada awal abad 21 usia harapan hidup diperkirakan mencapai 70 tahun. Hal ini akan meningkatkan jumlah orang usia lanjut, yang diperkirakan pada tahun 2005 ini mencapai jumlah 19 juta orang atau 8,5% dari penduduk (Dep.Sosial RI.,1996: 1 dan 6). Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, kondisi ini perlu diantisipasi agar para usia lanjut ini tetap sehat, sejahtera dan mandiri, sehingga tidak menjadi beban berat bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Mengapa perlu Olahraga.<br />
Gerak adalah ciri kehidupan. Tiada hidup tanpa gerak dan apa guna hidup bila tak mampu bergerak. Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup, meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup. Oleh karena itu : Bergeraklah untuk lebih hidup, jangan hanya bergerak karena masih hidup.<br />
Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara gerak (yang berarti mempertahankan hidup) dan meningkatkan kemampuan gerak (yang berarti meningkatkan kualitas hidup). Seperti halnya makan, gerak (Olahraga) merupakan kebutuhan hidup yang sifatnya terus-menerus; artinya Olahraga sebagai alat untuk mempertahankan hidup, memelihara dan membina kesehatan, tidak dapat ditinggalkan. Seperti halnya makan, olahragapun hanya akan dapat dinikmati dan bermanfaat bagi kesehatan pada mereka yang melakukan kegiatan olahraga. Bila orang hanya menonton olahraga, maka sama halnya dengan orang yang hanya menonton orang makan, artinya ia tidak akan dapat merasakan nikmatnya berolahraga dan tidak akan dapat memperoleh manfaat dari olahraga bagi kesehatannya.<br />
Olahraga merupakan alat untuk merangsang pertumbuhan dan perkem-bangan fungsional jasmani, rohani dan sosial. Struktur anatomis-anthropometris dan fungsi fisiologisnya, stabilitas emosional dan kecerdasan intelektualnya maupun kemampuannya bersosialisasi dengan lingkungannya nyata lebih unggul khususnya pada generasi muda yang aktif mengikuti kegiatan Olahraga dari pada yang tidak aktif mengikutinya (Renstrom & Roux 1988, dalam A.S.Watson: Children in Sport dalam Bloomfield,J., Fricker, P.A. and Fitch,K.D., 1992). Penulis meyakini benar bahwa hal demikian juga berlaku bagi para lansia yang aktif dalam olahraga.<br />
Olahraga Kesehatan<br />
Olahraga Kesehatan adalah Olahraga untuk memelihara dan/ atau untuk meningkatkan derajat Kesehatan dinamis, sehingga orang bukan saja sehat dikala diam (Sehat statis) tetapi juga sehat serta mempunyai kemampuan gerak yang dapat mendukung setiap aktivitas dalam peri kehidupannya sehari-hari (Sehat dinamis) yang bersifat rutin, maupun untuk keperluan rekreasi dan/ atau mengatasi keadaan gawat-darurat.<br />
Olahraga Kesehatan meningkatkan derajat Sehat Dinamis (Sehat dalam gerak), pasti juga Sehat Statis (Sehat dikala diam), tetapi tidak pasti sebaliknya. Gemar berolahraga : mencegah penyakit, hidup sehat dan nikmat ! Malas berolahraga : mengundang penyakit. Tidak berolahraga : menelantarkan diri!<br />
Kesibukan, keasyikan dan kehausan dalam kehidupan “Duniawi”, sering menyebabkan orang menjadi kurang gerak, disertai stress yang dapat mengundang berbagai penyakit non-infeksi (penyakit bukan oleh karena infeksi), di antaranya yang terpenting adalah penyakit jantung-pembuluh darah (penyakit jantung, tekanan darah tinggi dan stroke). Hal ini banyak dijumpai pada kelompok usia madya, tua dan lanjut, khususnya yang tidak melakukan Olahraga dan/ atau tidak menjalankan pola hidup sehat. Olahraga adalah kebutuhan hidup bagi orang yang mau berpikir. Bukan Allah menganiaya manusia, tetapi manusia menganiaya dirinya sendiri ! Bila olahraga sudah menjadi kebutuhan, maka mereka akan merasa rugi manakala tidak dapat melakukan Olahraga, misalnya karena hujan.<br />
Konsep Olahraga Kesehatan adalah: Padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-30 menit tanpa henti), adekuat, massaal, mudah, murah, meriah dan fisiologis (bermanfaat dan aman)! Massaal : Ajang silaturahim, ajang pencerahan stress, ajang komunikasi sosial! Jadi Olahraga Kesehatan membuat manusia menjadi sehat Jasmani, Rohani dan Sosial yaitu Sehat seutuhnya sesuai konsep Sehat WHO! Adekuat artinya cukup, yaitu cukup dalam waktu (10-30 menit tanpa henti) dan cukup dalam intensitas. Dalam hal olahraganya berbentuk berjalan, maka intensitas berjalannya hendaknya seperti orang yang berjalan tergesa-gesa, tetapi tentu sesuai dengan kemampuan masing-masing. Menurut Cooper (1994), intensitas Olahraga Kesehatan yang cukup yaitu apabila denyut nadi latihan mencapai 65-80% DNM sesuai umur (Denyut Nadi Maximal sesuai umur = 220-umur dalam tahun).<br />
Sehat Dinamis hanya dapat diperoleh bila ada kemauan mendinamiskan diri sendiri khususnya melalui kegiatan Olahraga (Kesehatan). Hukumnya adalah : Siapa yang makan, dialah yang kenyang! Siapa yang mengolah-raganya, dialah yang sehat! Tidak diolah berarti siap dibungkus! Klub Olahraga Kesehatan adalah Lembaga Pelayanan Kesehatan (Dinamis) di lapangan.<br />
Sehat adalah nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala nikmat dan kemampuan! Karena itu syukurilah nikmat sehat karunia Allah ini dengan memelihara serta meningkatkan derajat sehat dinamis Anda melalui gerak, khususnya melalui Olahraga Kesehatan!<br />
Olahraga kesehatan dapat dilaksanakan secara massaal misalnya : jalan cepat atau lari lambat (jogging), senam aerobik, senam pernafasan dan olahraga-olahraga massaal lain yang sejenis. Senam aerobik sangat baik oleh karena dapat menjangkau seluruh sendi dan otot-otot tubuh, di samping juga merangsang otak untuk berpikir, karena Peserta harus memperhatikan dan segera menirukan gerak instruktur yang selalu berubah tanpa pola, sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat dihafalkan! Bila Peserta sudah hafal, maka rangsangan terhadap proses berpikir menjadi berkurang.<br />
Olahraga Kesehatan memang dapat dilakukan sendiri-sendiri, akan tetapi akan lebih menarik, semarak serta menggembirakan (aspek Rohaniah) apabila dilakukan secara berkelompok. Berkelompok merupakan rangsangan dan sarana untuk meningkatkan kesejahteraan Sosial, oleh karena masing-masing individu akan bertemu dengan sesamanya, sedangkan suasana lapangan pada Olahraga (Kesehatan) akan sangat mencairkan kekakuan yang disebabkan oleh adanya perbedaan status intelektual dan sosial-ekonomi para Pelakunya. Dampak psikologis yang sangat positif dengan diterapkannya Olahraga Kesehatan adalah rasa kesetaraan dan kebersamaan di antara sesama Pelaku, oleh karena mereka semua merasa dapat dan mampu melakukan Olahraga Kesehatan dengan baik secara bersama-sama.<br />
Sehat dan Kesehatan.<br />
Sehat adalah nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala nikmat dan segala kemampuan. Nikmatnya makan, minum, tidur, serta kemampuan bergerak, bekerja dan berfikir, akan berkurang atau bahkan hilang dengan terganggunya kesehatan kita. Oleh karena itu kita harus senantiasa mensyukuri nikmat sehat karunia Allah ini dengan memelihara dan bahkan meningkatkannya. Tetapi orang sering lupa bersyukur manakala ia sedang sehat dan baru akan menyadari betapa nikmatnya sehat setelah ia menjadi sakit. Manusia memang juga sering tidak tahu bagaimana cara mensyukurinya, maka nabi Sulaeman a.s. berdoa: “Wahai Tuhan kami, tunjukilah bagaimana cara mensyukuri nikmat karuniaMu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan ridhailah amal kebaikanku dan ma-sukkanlah aku dengan rahmatMu ke dalam golongan hamba-hambaMu yang shalih (QS-27: 19).<br />
Olahraga merupakan bagian dari upaya pembinaan kesehatan yang bersifat pencegahan (preventif) maupun peningkatan (promotif) langsung terhadap faktor manusia dan merupakan upaya pemeliharaan kesehatan dinamis yang terpenting, termurah dan paling fungsional (fisiologis), dan merupakan wujud dari pembinaan mutu sumber daya manusia.<br />
Pembinaan mutu sumber daya manusia tujuan utamanya adalah meningkatkan derajat kesejahteraan, menuju ke Sejahtera Paripurna. Sejahtera paripurna adalah sejahtera seutuhnya yaitu sejahtera jasmani, sejahtera rohani dan sejahtera sosial sesuai dengan konsep sehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengemukakan bahwa: “Sehat adalah Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari Penyakit, Cacat ataupun Kelemahan”. Pencapaian sejahtera paripurna ini dapat dilakukan melalui berbagai pendekatan sesuai dengan bidang kegiatannya masing-masing. Olahraga membina mutu sumber daya manusia melalui pendekatannya ke aspek jasmaniah; agama membina mutu sumber daya manusia melalui pendekatannya ke aspek rohaniah; sedangkan aktivitas sosial meningkatkan mutu sumber daya manusia melalui pendekatannya kepada aspek sosial. Demikianlah maka setiap kegiatan yang mengandung tujuan pembinaan mutu sumber daya manusia akan selalu melalui pandekatannya kepada salah satu aspek dari ketiga macam sejahtera tersebut. Dalam kaitan dengan hal ini maka Olahraga, khususnya untuk tujuan kesehatan, harus senantiasa diselaraskan dengan tujuan pencapaian Sejahtera Paripurna atau sehat seutuhnya (WHO)!<br />
Mengacu kepada Sejahtera Paripurna sebagai tujuan pembinaan mutu sumber daya manusia, maka tujuan pembinaan-pemeliharaan Kesehatan bagi sumber daya manusia melalui olahraga pada umumnya dan para lanjut usia pada khususnya, adalah memelihara dan/atau meningkatkan kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologisnya, yaitu secara biologis menjadi (lebih) mampu menjalani kehidupannya secara mandiri, tidak tergantung pada bantuan orang lain; secara psikologis menjadi (lebih) mampu memposisikan diri dalam hubungannya dengan Al Khalik beserta seluruh ciptaanya berupa alam semesta beserta seluruh isinya, terbebas dari perasaan cemas, perasaan tertekan maupun sindroma pasca penguasa (Post-power syndrome) pada umumnya; dan secara sosiologis menjadi (lebih) mampu bersosialisasi dengan masyarakat lingkungannya sehingga senantiasa secara timbal balik dapat menyumbangkan dan memperoleh manfaat dari pengetahuan dan kegiatan hidupnya. Meningkatnya kemampuan mandiri dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologis ini berarti meningkatnya kemampuan dan kualitas hidup yang berarti meningkatnya kesejahteraan hidup!<br />
Apakah olahraga bermudarat?<br />
Maha suci Allah yang telah menciptakan serba berpasangan segala sesuatu yang digelar-tumbuhkan dimuka bumi, baik yang berupa tumbuh-tumbuhan, diri mereka sendiri maupun apa-apa yang mereka tidak tahu (Q.S.Yaasin-36).<br />
Ayat tersebut di atas adalah jawaban bagi pertanyaan yang menjadi sub judul tersebut di atas dan perkataan olahraga tersebut diatas dapat diganti dengan bermacam-macam kata benda lain misalnya : Apakah pesawat terbang, mobil, bus, kapal dsb.,dsb. berbahaya? Nah untuk pertanyaan-pertanyaan yang terakhir itu para Pembaca pasti sudah tahu apa jawabannya! Tetapi apakah karena adanya aspek mudarat dari benda-benda tersebut apakah lalu benda-benda tersebut dilarang digunakan oleh manusia? Sama sekali tidak! Mengapa? Karena manfaatnya jauh dan bahkan sangat jauh melebihi mudaratnya! Demikian pula halnya dengan olahraga! Walaupun sekali-sekali terjadi kematian mendadak sewaktu orang melakukan olahraga, tetapi masih tetap sangat banyak orang yang melakukan olahraga! Mengapa? Karena mereka memahami dan meyakini benar manfaat olahraga ! Bahkan orang yang meninggal sewaktu berolahraga adalah orang yang sangat berbahagia dan secara pribadi ia adalah orang dapat sangat membahagiakan keluarganya ! Mengapa? Karena : (1) Sampai akhir hayatnya ybs masih dapat berolahraga dan tidak harus terlebih dahulu menderita sakit berkepanjangan yang akan menjadi beban bagi keluarganya secara fisik dan mental, (2) Tidak perlu menghabiskan berjuta-juta rupiah untuk biaya pengobatan dan perawatan rumah sakit, sehingga seluruh harta sepenuhnya ditinggalkan bagi keluarga yang dicintainya tanpa sedikitpun menggunakannya bagi dirinya sendiri ! Hal ini adalah juga merupakan penjelasan dari hukum Allah yang telah menciptakan Alam berserta isi dan segala permasalahannya secara serba berpasangan, yaitu bahwa untuk segala sesuatu yang bersifat manfaat atau mudarat, selalu ada ujung lain yang bersifat kebalikannya !<br />
Kematian mendadak bahkan pernah terjadi pada orang yang sedang shalat, baik dirumah maupun di masjid; orang yang sedang membaca koran, orang yang sedang tidur, orang yang sedang duduk di bus dalam perjalanan, dsb., dsb., yang kesemuanyan menunjukkan bahwa kematian mendadak dapat terjadi dalam keadaan apapun, termasuk pada saat orang melakukan olahraga. Jadi orang yang meninggal di saat melakukan olahraga, sama sekali tidak perlu dikaitkan atau berkaitan dengan olahraga yang sedang dilakukan.<br />
Saat dan cara seseorang meninggal adalah ketentuan Allah, namun manusia perlu mengetahui apa-apa yang dapat menyebabkan terjadinya kematian mendadak, khususnya bagaimana hubungannya dengan olahraga, karena Allah dapat mengubah ketentuanNya dalam rangka mengabulkan orang-orang yang khusyu dalam doanya, doa yang diwujudkannya dalam upaya nyata yaitu melakukan olahraga kesehatan.<br />
Fenomena perjalanan fungsional sistema Kardio-vaskular (Sistem Jantung dan Pembuluh darah)<br />
Fenomena perjalanan fungsional sistema Kardio-vaskular berkaitan dengan pertambahan usia dan tercermin dalam gambar bagan seperti tercantum di bawah ini (McGill,Jr.,H.C.-1987). Artinya fenomena itu merupakan salah satu perwujudan proses penuaan, dan oleh karena itu terjadi pada semua orang. Tetapi mengapa terjadi perbedaan antara satu dengan orang lain? Hal ini disebabkan oleh adanya berbagai faktor yang terdiri dari : (1) Faktor-faktor yang tidak dapat dicegah atau dihindari, (2) Faktor-faktor yang masih dapat dicegah atau dihindari.<br />
Kaplan (1982) membagi faktor-faktor yang masih dapat dihindari ini menjadi dua bagian yaitu : (a) Faktor-faktor risiko utama (major risk factors) dan (b) Faktor-faktor risiko tambahan (minor risk factors). Ketiga faktor risiko/ predisposisi yang tidak dapat dicegah/ dihindari yaitu :<br />
1. Keturunan : Bila dalam jalur keluarga ditemukan adanya penyakit Kardio-vaskular (tekanan darah tinggi, serangan jantung dan stroke), maka hal itu sangat mungkin dapat terjadi pada anggota-anggota keluarga yang lain dalam jalur keturunan itu.<br />
2. Jenis kelamin : Pria khususnya pada usia mapan jabatan (+ 40-55 th) mempunyai risiko yang lebih besar untuk terjadinya penyakit kardio-vaskular dari pada wanita.<br />
3. Pertambahan usia : Semakin bertambah usia seseorang, semakin bertambah risiko untuk terjadinya penyakit kardio-vaskular.<br />
Pembagian Kaplan terhadap faktor-faktor risiko yang masih dapat dihindari adalah sebagai berikut :<br />
- faktor risiko major (utama) yang terdiri dari tiga hal yaitu :<br />
• merokok<br />
• hypercholesterolaemia (kolesterol tinggi dalam darah)<br />
• hypertensi. (tekanan darah tinggi)<br />
- faktor risiko minor terdiri dari:<br />
• inaktivitas fisik (ketiadaan olahraga)<br />
• obesitas (kegemukan)<br />
• diabetes<br />
• bentuk kepribadian<br />
• penggunaan estrogen<br />
• kebanyakan minum alkohol<br />
• kenaikan kadar asam urat<br />
Bagan Kaplan<br />
Gambar skema perkembangan atherosclerosis dan kaitannya dengan gejala klinik. (Dikutip dari McGill,Jr.,H.C.(1987): The Cardiovascular pathology of smoking. Supplement to American Heart Journal, The C.V.Mosby Co., St.Louis, MD 63146 USA)<br />
Dari gambar bagan tersebut di atas terlihat bahwa episode klinis terjadi terutama antara umur 40-50 tahun dan dapat terjadi lebih cepat atau lebih lambat, tergantung dari faktor-faktor yang telah diuraikan di atas. Yang sangat perlu difahami adalah bahwa olahraga berat dapat menjadi pemicu terjadinya episode klinis yang dapat berwujud sebagai serangan jantung atau stroke yang mematikan, namun hal itu hanya mungkin terjadi pada orang-orang yang telah mengalami penyempitan pembuluh darah yang telah mencapai stadium kritis. Yang juga sangat perlu pula difahami adalah bahwa apakah seseorang telah masuk pada olahraga berat atau belum, bersifat sangat individual, dan hal demikian umumnya terjadi pada cabang-cabang olahraga permainan misalnya tennis dan bulutangkis, karena pada cabang-cabang olahraga demikian sangat mungkin terjadi pembangkitan emosi (emotional arousal) yang tidak terkendali yaitu apabila seseorang ingin memenangkan permainan itu, apa lagi bila disertai taruhan walaupun hanya taruhan semangkok bakso ! Oleh karena itu Olahrga Kesehatan merupakan bentuk olahraga yang paling aman bagi pembinaan kesehatan.<br />
Walaupun inaktivitas (ketiadaan gerak/olahraga) hanya merupakan faktor risiko minor bagi kejadian penyakit kardio-vaskular, tetapi meniadakan faktor ini dengan melakukan aktivitas fisik (olahraga kesehatan) menghasilikan manfaat yang sangat besar karena olahraga kesehatan:<br />
• merupakan upaya pencegahan dan rehabilitasi yang sangat fisiologis, mudah, murah, meriah dan massaal;<br />
• dapat memperkecil pengaruh faktor-faktor risiko lain termasuk dua faktor risiko utamanya (kecuali merokok), dibandingkan dengan bila orang itu tidak melakukan olahraga kesehatan (Or-Kes),<br />
• dapat menjangkau aspek rokhani dan aspek sosial untuk menuju derajat sehat yang lebih tinggi sesuai batasan sehat WHO.<br />
Olahraga Kesehatan sebagai sarana pencegahan dan rehabilitasi perlu difahami secara mendalam oleh karena manfaat dan keamanannya berhubungan erat dengan intensitas pelaksanaannya.<br />
Ringkasan<br />
* Sehat dan Kesehatan.<br />
• Sehat merupakan nikmat karunia Allah yang menjadi dasar bagi segala nikmat dan dasar bagi segala kemampuan, karena itu perlu selalu disyukuri.<br />
• Memelihara dan meningkatkan kesehatan hakekatnya adalah mensyukuri nikmat sehat karunia Allah : cara terpenting, termurah dan fungsional (fisiologis) adalah Olahraga Kesehatan.<br />
• Acuan Sehat adalah Sehat Paripurna dari Organisasi Kesehatan Dunia yaitu Sejahtera Jasmani, Rohani dan Sosial, bukan hanya bebas dari penyakit, cacat ataupun kelemahan.<br />
* Olahraga – Gerak :<br />
• Gerak adalah ciri kehidupan.<br />
• Memelihara gerak adalah mempertahankan hidup.<br />
• Meningkatkan kemampuan gerak adalah meningkatkan kualitas hidup.<br />
• Olahraga adalah serangkaian gerak raga yang teratur dan terencana untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan gerak, yang berarti meningkatkan kualitas hidup.<br />
• Olahraga merangsang pertumbuhan dan perkembangan jasmani, rohani dan sosial menuju sejahtera paripurna.<br />
• Hanya orang yang mau bergerak-berolahraga yang akan mendapatkan manfaat dari Olahraga.<br />
* Olahraga Kesehatan :<br />
• Intensitasnya sedang, setingkat di atas intensitas aktivitas fisik untuk menjalani kehidupan sehari-hari, harus dilakukan dengan santai dan tanpa beban-beban emosional.<br />
• Tujuan: Meningkatkan derajat kesehatan dinamis yaitu sehat dengan kemampuan gerak yang dapat memenuhi kebutuhan gerak kehidupan sehari-hari (kemandirian dalam peri kehidupan bio-psiko-sosiologik), bukan untuk tujuan prestasi.<br />
• Bersifat padat gerak, bebas stress, singkat (cukup 10-30 menit tanpa henti), efisien, adekuat, mudah, murah, meriah, massaal, fisiologis (bermanfaat & aman).<br />
• Massaal : – Ajang silaturahim ( Sejahtera Rohani dan Sosial<br />
- Ajang pencerahan stress ( Sejahtera Rohani<br />
- Ajang komunikasi sosial ( Sejahtera Sosial<br />
Ketiga hal diatas merupakan pendukung untuk menuju Sehatnya WHO yaitu Sejahtera Paripurna.<br />
* Kondisi Pemahaman Olahraga saat ini.<br />
• Waktu : Olahraga masih banyak diartikan sebagai kegiatan yang memerlukan banyak waktu, sehingga orang-orang yang sangat sibuk akan menganggap kegiatan olahraga sebagai membuang-buang waktu.<br />
• Olahraga masih banyak diartikan sebagai olahraga kecabangan dan dikaitkan dengan sarana dan prasarana yang mahal, sehingga menyebabkan pelaksanaannya mengalami banyak hambatan.<br />
• Olahraga Kesehatan : masih banyak yang belum memahami arti, manfaat dan tata-laksananya, sehingga masih lebih banyak orang yang memilih olahraga permainan kecabangan yang dampak risikonya lebih besar.<br />
Agustus 25, 2007GATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-71475454510903923342010-06-13T18:52:00.000-07:002010-06-13T18:52:13.843-07:00PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN OLAHRAGA<div style="text-align: center;"><a href="http://www.blogger.com/goog_120430014">GATOT JARIONO</a></div><div style="text-align: center;"><a href="mailto:gatoetn@gmail.com"> PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN OLAHRAGA</a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYI5tTp7PDG4qSXVUaaZz5MA2C2cq8GX7VbDjIOYXvFkGPW68Z7EuyQbJJEzHBExRfezN-_8NTa5yWBsJIbz29WcMdNvxz16lsGUeBRf0a1mPiT_e6Os93ui6YzbYo95XxWqhY0xLgrS8u/s1600/UNM-3.JPG" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYI5tTp7PDG4qSXVUaaZz5MA2C2cq8GX7VbDjIOYXvFkGPW68Z7EuyQbJJEzHBExRfezN-_8NTa5yWBsJIbz29WcMdNvxz16lsGUeBRf0a1mPiT_e6Os93ui6YzbYo95XxWqhY0xLgrS8u/s200/UNM-3.JPG" width="200" /></a></div>A. LATAR BELAKANG<br />
Dewasa ini, dikenal dua sistem pembinaan olahraga yang umumnya dianut di negara-negara maju, yaitu pembinaan olahraga dengan menonjolkan pada olahraga elit (elie sport) dan pembinaan olahraga yang memfokuskan pada budaya gerak (sport and movement culture) (Mutohir, T.C, 2004). Olahraga elit dicirikan oleh adanya kompetisi dan maksimalisasi prestasi. Kedua ciri tersebut pada awalnya terasa sangat menonjol ketika terjadi politisasi olahraga, yaitu selama berlangsungnya perang dingin antara blok barat dan blok timur. Kemudian ini dilanjutkan di era komersialisasi olahraga, mediatisasi olahraga, dan saintifikasi olahraga sebagaimana yang terjadi sekarang ini. Kemenangan pada akhirnya merupakan sesuatu yang diagungkan – apapun bentuknya. Dalam kondisi yang demikian, dampak negatif darinya seolah menjadi tak terhindarkan seperti: penggunaan obat perangsang (doping), eksploitasi fisik, dan kekerasan yang pada gilirannya berujung pada pendangkalan nilai-nilai olahraga itu sendiri. Sebagai bentuk kritik dari semua itu, muncullah “de-sportification of sport” yang ide dasarnya berupa gerakan “sport for all”.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Di banyak negara, olahraga elit (professional sport, sportification of sport) cenderung mendominasi model pembinaan olahraga sebagaimana yang terjadi di Amerika, Jerman, dan sangat boleh jadi Indonesia. Sedangkan negara seperti Belanda dan Singapura, pembinaan olahraga lebih diarahkan pada budaya gerak masyarakat (de-sportification of sport, sport for all) yang berujung pada perilaku hidup sehat. Sistem mana yang lebih unggul? Tidak mudah untuk menjawab pertanyaan tersebut, mengingat banyak faktor yang ikut mempengaruhi seperti tujuan yang diinginkan dan potensi yang dimiliki oleh suatu negara. Namun demikian, makalah ini berargumentasi bahwa kedua sistem tersebut tidak harus dipertentangkan satu sama lain, melainkan bersifat komplementer.<br />
Olahraga elit harus dianggap sebagai konsekuensi dari sebuah sistem piramida pembinaan yang didasarkan pada budaya gerak yang mapan. Sebab, tanpa budaaya gerak yang telah mengakar kuat di masyarakat, sulit rasanya akan dihasilkan prestasi olahraga elit secara berkelanjutan.<br />
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, maka dikenal tiga pilar bangunan olahraga, yaitu: pendidikan jasmani/olahraga pendidikan, olahraga masyarakat, dan olahraga prestasi (Mutohir & Lutan, 2001) ketiga pilar bangunan tesebut saling terkait satu sama lain.<br />
Olahraga tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi, sementara sisi yang lain diabaikan. Pembangunan keolahragaan nasional harus ditelaah dan dipahami dari sudut pandang yang luas dan mendasar. Dari perspektif kesisteman, sangat dipahami bahwa hasil pembinaan dalam subsistem olahraga kompetitif yang menekankan pencapaian dan peningkatan prestasi, terkait langsung dengan sub-subsistem lainnya yakni subsistem pendidikan jasmani dan subsistem olahraga masyarakat. Keseluruhan subsistem tersebut harus dibina dan sekaligus dibentuk di atas landasan yang kokoh yakni partisipasi aktif dan teratur secara meluas di kalangan masyarakat Indonesia.<br />
Partisipasi aktif dan teratur itu terbentuk berdasarkan kecintaan terhadap olahraga yang kemudian melekat sebagai bagian dari cara hidup dan budaya, hal ini diperoleh, tidak dengan sendirinya, melainkan melalui proses belajar atau proses pembudayaan. Dalam kaitan itu, penyelenggaraan pendidikan jasamni dan olahraga di sekolah menempati kedudukan yang amat strategis. Oleh karenanya, status pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah harus diangkat dan disejajarkan dengan kegiatan akademik lainnya. Selain itu, kegiatan olahraga masyarakat (termasuk olahraga rekreasi) ikut serta menjadi bagian terpadu dalam kesisteman, dan dalam perkembangannya juga akan mempengaruhi subsistem lainnya, termasuk olahraga kompetitif.<br />
Banyak orang beranggapan bahwa keberhasilan olahraga identik atau setidaknya dikonotasikan dengan perolehan medali dalam suatu event. Anggapan yang demikian tentu tidak salah, tetapi juga tidak seluruhnya benar. Sebab, dalam setiap pertandingan multievent, perolehan medali memang menjadi ukuran keberhasilan suatu daerah atau negara dalam mengembangkan prestasi olahraganya. Tetapi sebenarnya, medali hanyalah satu aspek, dan bukan satu-satunya. Selain itu, olahraga prestasi hanyalah salah satu pilar dari dua pilar bangunan olahraga lainnya, yaitu: olahraga masyarakat dan pendidikan jasmani. Ada filosofi dasar yang jauh lebih esensial dari hanya sekedar mendapatkan medali, yakni “spirit Olympism” yang ajaran dasarnya adalah penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan (celebration of humanity). Dengan keyakinan dasar seperti itu, maka harus ditanggalkan upaya primitive-destruktif: atas nama medali – atlet menggunakan obat perangsang; atas nama kemenangan – segala cara ditempuh; atas nama gengsi – perkelahian terjadi; dan atas nama performance – individu atlet jadi korban.<br />
Menurut Coubertin, penggagas Olympiade modern, pentas olahraga dimanapun, kapanpun, dan apapun bentuknya, harus selaras dengan spirit Olympism. Sebab, olahraga merupakan manifestasi esensial dari spirit Olympism. Bukan semata-mata kompetisi dan kemenangan, melainkan juga partisipasi dan kerjasama. Bukan sekedar olahraga sebagai aktivitas, tetapi juga sebagai a formative and developmental in influence contributing to desirable characteristics of individual personality and social life. Lebih dari itu, spirit Olympism seharusnya tidak hanya menjadi filosofi dasar dalam olahraga, tetapi juga harus men-transenden dalam konteks kehidupan sehari-hari (Maksum, 2002). Tidak hanya bagi atlet, tetapi juga bagi semua orang. Tidak hanya dalam kurun waktu tertentu, tetapi mencakup seluruh rentang waktu kehidupan. Pendek kata, mengingat spirit dasar Olympism yang pada akhirnya bermuara pada nilai-nilai dan harkat kemanusiaan, maka Olympism merupakan filosofi kehidupan. <br />
Dengan demikian tujuan olahraga pada akhirnya bermuara pada manusia itu sendiri. Artinya, olahraga merupakan wahana mengembangkan keharmonisan umat manusia secara paripurna. Oleh karena itu, konsep dasar pembangunan olahraga harus berbasis pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Dengan kata lain, mengintegrsikan pembagunan olahraga dengan pembangunan masyarakat. Ini juga sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Lawson (2003) dalam Konfrensi Internasional tentang Olahraga dan Pembangunan Berkelanjutan di Yogyakarta bahwa olahraga memiliki kontribusi terhadap pembangunan setidaknya dalam empat hal:<br />
1. Menghasilkan dan memperkuat jaringan social (social network).<br />
2. Membentuk identitas kolektif (collective identities).<br />
3. Memperbaiki kesehatan manusia dan lingkungan.<br />
4. Meningkatkan kesehatan mental individu dan keluarga.<br />
Sudah sejak lama kita mengingatkan bahwa orientasi pembangunan olahraga bangsa ini sepertinya bergerak kearah yang salah. Kita lebih memacu prestasi tanpa memperhatikan struktur bangunan yang mendukung prestasi itu sendiri. Prestasi seharusnya dianggap sebagai konskuensi dari adanya struktur bangunan olahraga yang kokoh – yang salah satu pilar utamanya adalah budaya berolahraga dari masyarakat. Kita semua menyadari bahwa selama ini pembangunan olahraga kita memang selalu dihadapkan pada persoalan yang tidak mudah, antara kepentingan sesaat untuk mendapatkan target medali dan kepentingan yang lebih dalam, untuk meningkatkan kebugaran dan kesehatan masyarakat yang berujung pada peningkatan kualitas hidup. Mana yang kita pilih? Sekali lagi, tidak mudah untuk menentukan pilihan. Akan tetapi, bagaimanapun, kita harus memunculkan kesadaran baru bahwa pembangunan manusia Indonesia yang bugar dan sehat harus berjakan seiring dengan pembentukan prestasi olahraga. Bahkan jika harus memilih, jauh lebih bermanfaat membangun manusia Indonesia yang sehat terlebih dahulu, baru kemudian dibentuk prestasi olahraganya.<br />
Pembangunan olahraga hakikatnya adalah suatu proses yag membuat manusia memiliki banyak akses untuk melakukan aktivitas fisik. Ia harus memampukan setiap orang memiliki kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, baik mengenai fisik, intelektual, emosi, sosial, maupun spiritualnya secara paripurna. <br />
B. PERMASALAHAN<br />
Ada dua permasalahan yang ditampilkan penulis dalam makalah ini yaitu:<br />
1. Apa yang perlu ditata dalam memajukan Olahraga nasional dalam kaitannya dengan program Indonesia Bangkit?<br />
2. Apa yang perlu ditata oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam kaitannya dengan memajukan Olahraga?<br />
C. TUJUAN<br />
Tujuan dari tulisan ini adalah sebagai referensi awal bagi pembangunan olahraga nasional dengan perspektif penulis sendiri, tentunya dalam kerangka membangun kembali keajaiban olahraga nasional yang semakin lama semakin terpuruk dari segi prestasi, dalam hal ini kaitannya dengan program Indonesia Bangkit dan semakin memudarnya budaya gerak dari masyarakat . <br />
D. MANFAAT<br />
Manfaat dari tulisan pada makalah ini sebagai wacana bagi (1) Manusia Indonesia yang sadar akan manfaat dan peranan OLAHRAGA bagi dirinya sendiri dan bagi Negara-Bangsa, (2) Olahragawan Indonesia sejati yang berprestasi tinggi, (3) Pelatih Olahraga dan Guru Pendidikan Jasmani yang melatih dan mengajar berlandaskan perkembangan ilmu yang mutakhir, (4) Pengurus/Pembina olahraga yang mampu menjalankan organisasi dan manajemen kepengurusan secara efektif dan efisien, dan (5) Pemimpin olahraga yang berkepribadian keteladanan dan kepeloporan yang mampu menjawab tantangan zaman. <br />
E. PEMBAHASAN<br />
Permasalahan yang dikemukakan dalam makalah ini, akan tercermin dalam pembahasan berikut, tentunya dengan persepsi penulis sendiri dan berbagai referensi pendukung yang berkaitan dengan topik makalah ini. <br />
<br />
1. Akselerasi Pembangunan Olahraga dan Penguatan Kelembagaan<br />
Sejak tahun 1950-an, pemerintah pada hampir semua negara di dunia menaruh perhatian terhadap olahraga dengan aneka motif kebijakan, mulai dari nasionalisme hingga pada kesiapan bela negara,. Kita di Indonesia pernah memanfaatkan olahraga sebagai bagian dari platform politik, “nation and character building” hingga peralihan kekuasaan dari bung Karno ke pemerintahan Soeharto olahraga mengalami perubahan, yang sebelumnya olahraga sebagai alat revolusi diganti menjadi bagian dari pembangunan nasional terutama untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sayang, walaupun olahraga dianggap penting dalam pembangunan kala itu tetap tidak memperoleh prioritas.<br />
Sejak tahun 1966 hingga menjelang tahun 1998, olahraga dimanfaatkan sebagai alat “state building” sementara sistem sentralisasi selama lebih dari tiga dasawarsa belum sempat dikoreksi dengan kelemahan diantaranya memapankan “inequality” atau ketimpangan dalam berbagai bentuk baik kesempatan berolahraga pada tingkat individu maupun ketidakmerataan antar daerah. Perubahan sistem politik sejak reformasi digulirkan sesungguhnya juga berdampak pada sistem nasional pembinaan olahraga. Otonomi lokal diterapkan tidak sebatas pengertian manajemen, adanya pelimpahan kewenangan kepada daerah melalui pendekatan desentralisasi, tetapi jauh dibalik itu ialah suatu harapan yakni bangkitnya inisiatif untuk merencanakan dan memecahkan masalah lokal. Sistem pembangunan keolahragaan nasional perlu menyesuaikan diri dengan perubahan yang amat mendasar tersebut, sehingga olahraga perlu dibina lebih sistematik dan koheren dengan pembangunan sektor lainnya, terutama untuk menggerakan pembangunan pada tingkat komunitas yang lebih kecil untuk menuju terciptanya “civil society”. Pada intinya pembangunan keolahragaan ini bertumpu pada tumbuhnya inisiatif dan partisipasi yang bersifat otonom, sebagai lawan dari pendekatan “mobilisasi” dan sikap komformitas yang serba seragam demi mencapai tujuan pembinaan yang bersifat pragmatis.<br />
Dalam kaitan itu, maka domain keolahragaan menjadi bertambah luas pelatarannya; ia tidak sebatas kegiatan olahraga kompetitif prestasi dan elit yang bersifat segelintir warga negara yang berkemampuan lebih. Yang menjadi sasaran binaan ialah segenap warga negara dengan hak yang merata sehingga bersifat inklusif, namun upaya untuk ”memasyarakatkan olahraga mengolahragakan masyarakat” itu hanya akan menjadi ilusi dan retorika belaka sepanjang faktor-faktor yang memperkukuh ketimpangan dalam hal kesempatan tidak dapat diatasi. Kondisi ini tidak saja hanya berpengaruh pada tatanan struktural yang sesungguhnya sudah harus dapat diatasi melalui konsep otonomi daerah. Tetapi persepsi yang kurang tepat terhadap interpretasi otonomi menyebabkan munculnya variasi yang luar biasa dalam tatanan kelembagaan keolahragaan.<br />
Dilikuidasinya Kantor Menpora semasa pemerintahan Gus Dur sebagai akibat transformasi struktural karena anggapan bahwa urusan olahraga sepatutnya diserahkan kepada rakyat, membuat situasi pembinaan olahraga menjadi tidak jelas. Masyarakat, dalam kondisi seperti itu masih belum mampu mengurus olahraga dan masih memerlukan dukungan pemerintah. Persoalan lebih diperumit dengan adanya masalah yang lebih dalam yaitu kemiskinan dan kualitas hidup yang rendah, termasuk kondisi kesehatan dan kebugaran jasmani yang rendah pula. Semua pemasalahan tersebut saling berpengaruh dalam pola timbal balik menyebabkan sistem pembinaan dan pengembangan keolahragaan nasional semakin kompleks.<br />
Tentu tidak ada yang mengelak bahwa sekolah sebagai domain pendidikan di samping keluarga akan menjadi landasan dari keseluruhan sistem, karena di samping diperoleh manfaat dari sisi pendidikan juga pembentukan peradaban. Landasan ini jualah ysng menjadi basis bagi bangunan sistem pembinaan dan pengembangan olahraga yang meliputi olahraga pendidikan, olahraga rekreasi, dan olahraga kompetisi. Olahraga kompetisi yang bermuara pada peningkatan martabat bangsa merupakan bagian dominan dari budaya berolahraga.<br />
Di Indonesia, kita ingin memposisikan dan memberdayakan olahraga bukan semata-mata sebagai respon kultural atau reaksi dinamis terhadap perubahan lingkungan dalam makna luas, mencakup lingkungan fisik, sosial dan budaya. Olahraga harus dimanfaatkan sebagai bagian dari “mesin” pembangunan. Namun sayang, meskipun pesan yang menggema secara internasional bahwa “olahraga merupakan hak asasi manusia yang fundamental” tetapi masih terjadi hak itu kurang terperhatikan.<br />
Di lingkungan PBB sendiri dalam rangka menciptakan dunia yang lebih damai dan kehidupan yang lebih baik, dimensi keolahragaan meluas, sehingga layanan jasapun bertambah luas cakupannya yang meliputi; olahraga dan pendidikan, olahraga dan kesehatan, olahraga dan pembangunan, olahraga dan komunikasi, olahraga dan kemitraan, dan olahraga untuk menanggulangi HIV termasuk narkoba. Dengan demikian olahraga dalam makna yang luas “melumat” dengan persoalan-persoalan sekitar dan karena itu olahraga, termasuk kelembagaannya berfungsi untuk ikut serta memecahkan masalah sosial dan bersama-sama sektor lainnya, utamanya pendidikan, yakni ikut memberikan pengembangan institusi, substansi kegiatan dan cara-cara pengorganisasiannya. Namun demikian, apa yang diinginkan oleh PBB agar olahraga dijadikan sebagai instrumen pembangunan dan perdamaian dalam spektrum strategi raya pembangunan nasional hingga dewasa ini belum mendapatkan posisi dan prioritas utama. Padahal sejatinya olahraga dapat berkontribusi secara berarti dalam upaya meningkatkan ketahanan bangsa baik dalam lingkup integrasi bangsa (politik), kesejahteraan sosial ekonomi, kebudayaan dan peradaban, serta kemampuan bela negara (keamanan). <br />
Dalam fase peraliahan sekarang ini tatkala kota dan kabupaten ingin dijadikan sebagai unit terkecil untuk menjadi basis pembangunan maka kita sadar benar bahwa kelemahan ada pada kapasitas membangun dan sekaligus pula kapasitas manajemen. Tak dapat dipungkiri pula untuk mendukung percepatan pembaharuan itu kita tidak memilki sumber daya yang memadai yang kesemuanya itu terkait langsung dengan lemahnya aspek kelembagaan, kebijaksanaan dan perturan perundangan.<br />
Karena itu menyongsong tahun mendatang, tiga hal yang memerlukan pembenahan, pertama pada tataran supra struktur, kita perlu memperkuat aspek kelembagaan mulai dari pusat, lebih-lebih pada tingkat daerah. Sesuatu hal yang dirasakan sekarang ini ialah Direktoral Jenderal Olahraga, “rumahnya “ begitu kecil untuk mewadahi kebijakan nasional dengan spektrum kegiatan yang lebih kompleks.<br />
Demikian pula halnya dengan lembaga yang di tingkat propinsi, kota dan kabupaten. Dalam konteks negara kesatuan RI dengan luas wilayah seluas daratan Eropa, kita memerlukan jaringan lembaga yang kuat walaupun secara birokrasi tidak selugas sebelum reformasi. Tetapi kita memerlukan pada tingkat propinsi dan kota/kabupaten yang lebih kuat pula. Pertanyaan yang muncul, apakah KONI perlu dibubarkan seandainya ada departemen/kementrian olahraga? KONI sebagai lembaga non pemerintah yang diberi kewenangan oleh pemerintah dengan Kepres 72 Tahun 2001 mengemban tugas antara lain membantu pemerintah dalam menetapkan kebijaksanaan nasional di bidang pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi; melaksanakan dan mengkoordinasikan keikutsertaan induk-induk cabang olahraga dalam multievent nasional, regional dan internasional. KONI dalam eksistensinya juga sebagai Nation Olympic Committee yang secara langsung menjadi anggota dari International Olympic Committee. Untuk menjadi anggota IOC organisasi tersebut sifatnya harus nonpemerintah. Dalam kondisi seperti itu, maka keberadaan KONI merupakan keniscayaan yang harus ada, di samping pemerintah. Justru itulah perlu adanya kebijakan yang dapat mengharmonisasikan antara kelembagaan olahraga pemerintah (departemen/kementrian) dengan KONI. Dan ini selaras dengan paradigma baru pembangunan olahrga di mana pembinaan dan pengembangan olahraga sebaiknya dilaksanakan secara bersama antara pemerintah dan masyarakat.<br />
KONI dan seluruh aparaturnya baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah harus segera mengadakan konsolidasi terhadap perkembangan keolahragaan yang dibinanya selama ini sampai dengan tahun 2006. Kemudian mengambil langkah-langkah baru dalam rangka perbaikan, penyempurnaan dan peningkatan di segala bidang. Antara lain VISI baru lebih mengarah kepada menetapkan kebijaksanaan keolahragaan yang baru yang lebih terencana dan terarah yang bangkit dari keterbelakangan dan mampu menatap masa depan yang lebih cerah, yang diproses berlandaskan koordinasi dan keterpaduan oleh semua jajaran yang terlibat. Sedangkan bunyi MISI-nya adalah: menerapkan sistem pembinaan olahraga yang lebih mendasar dan meng-akar yang berlandaskan iptek olahraga yang tepat guna mengejar prestasi oahraga yang makin meningkat dan akhirnya mendunia.<br />
Kita telah memiliki Peta Olahraga Indonesia, mengapa belum dikerjakan. Dan jangan lupa perlu penyesuaian kembali berdasarkan evaluasi terakhir di penghujung tahun 2006. Kebijaksanaan apa yang hendak diterapkan secara nasional, dalam rangka mengikutsertakan seluruh potensi yang kita miliki yang begitu tersebar di seluruh pelosok tanah air.<br />
Di dalam hal ini perlu diterapkan prinsip prioritas, karena memang sesungguhnya apa yang kita miliki dewasa ini terbatas sekali. Jadi bekerjalah secara efisien dan efektif. Buktikan kepada negara-bangsa bahwa olahraga meskipun dengan segala keterbatasannya masih mampu membanggakan negara-bangsa Indonesia di tingkat internasional. Tidak terbatas itu saja, tetapi dapat tumbuh sebagai contoh teladan bagi pembangunan di bidang-bidang lainnya. Untuk itu organisasi dan manajemen olahraga harus kondusif yang dilakukan dengan efisien (hemat) dan efektif (tepat).<br />
Induk organisasi cabang olahraga harus dapat menggerakkan roda organisasi sesuai keputusan kongres/munas dan anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Sedangkan pelaksanaan program dilakukan dengan konsisten dan disiplin.<br />
Induk organisasi cabang olahraga harus dapat “menjual” cabang olahraganya bahkan dianjurkan tergerak melangkah keindustrialisasi dan berjuang untuk mandiri. Sebagai contoh sepak bola di Jepang yang mulai dari tahap belajar dari luar negeri dan bertumbuh menjadi industri sepak bola yang sangat dibanggakan<br />
Untungnya pada tataran supra struktur ini perangkat lunak berupa UU tentang keolahragaan sudah disahkan. Dengan adanya UU keolahragaan ini pembinaan dan pengembangan olahraga yang cenderung semakin kompleks ada landasan dan payung hukum yang kokoh. Adanya UU tentang keolahragaan hingga kemudian perlua didukung oleh kelengkapan infrastruktur untuk mewadahi seluruh kegiatan yang justru berkembang pesat dan sangat bersifat massif.<br />
Operasionalisasi keseluruhan kebijakan itu memerlukan penigkatan pada tataran substruktur yang dalam hal ini kita percaya pembinan di klub-klub termasuk di lingkungan pendidikan formal dan non formal serta masyarakat merupakan jantung dari seluruh perkara pembinaan. Pada tataran praksis inilah kita begitu lemah dan memerlukan peningkatan, diantaranya melalui peningkatan baik dari segi jumlah maupun mutu guru/pendidik pendidikan jasmani dan para pelatih olahraga, termasuk para penggerak dan jenis-jenis relawan lainnya untuk memperkuat sistem pembinaan keolahragan. Keseluiruhan proses itu membutuhkan “energi” berupa dana pembinaan yang penggunaannya tentu harus meningkat baik dari sisi transparansi maupun pertanggung jawab dari hasilnya. Asas efisiensi, kemana dana dimanfaatkan secara tepat merupakan sebuah prioritas.<br />
Dari perbaikan dan penguatan pada tiga tataran tersebut barulah kita menuai hasil yang diharapkan. Bukan hanya prestasi yang diraih tetapi juga mutu kehidupan yang lebih sejahtera. Dengan demikian olahraga menjadi bermakna dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan akan memperoleh status yang layak dalam pembangunan bangsa.<br />
2. Praktek Pendidikan Jasmani dan Olahraga <br />
Seperti diketahui UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional sudah beredar, tetapi peranan Penjas dan Olahraga belum optimal. Hal ini perlu dipertegas dan dilengkapi. Penjabaran kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler Penjasor mulai dari Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi harus kelihatan jelas tahapan dan kaitannya dalam rangka membangun suatu proses pembinaan yang memiliki sasaran-sasaran tertentu. Dalam hal ini perlu diarahkan kepada dua sasaran, yaitu: (1) manusia sehat jiwa-raga, dan (2) manusia berprestasi olahraga yang tinggi. Oleh karena itu sebagai tindak lanjut kegiatan ekstra kurikuler, perlu dilengkapi dengan jenjang pertandingan olahraga mulai dari intern sekolah itu sendiri, kemudian dilanjutkan dengan kejuaraan lokal, propinsi, nasional dan internasional.<br />
Sesungguhnya pada tingkat kegiatan ekstra kurikuler harus sudah diterapkan dua proses, yaitu: (1) penemuan bakat, dan (2) pembinaan bakat. Sebagai kelanjutannya, setiap sekolah memiliki perkumpulan olahraga sekolah.<br />
Dasar dan akar kegiatan di sekolah harus dimulai di Taman Kanak-kanak dan di Sekolah Dasar. Sebab bagi anak, gerak adalah bukti penting dari keberadaannya. Dengan gerak ia belajar tentang pengambilan keputusan mengikuti petunjuk, bekerja sama dengan temannya, meningkatkan kreativitasnya dan mengenali dirinya sendiri. Si anak menggunakan gerak sebagai alat untuk mencapai tujuan dan bukan merupakan tujuan itu sendiri. Dengan demikian melalui gerak ia secara tidak langsung mempelajari bagaimana dan mengapa bagi setiap kegiatan yang dilakukannya. Gerak adalah dasar dari bermain. Melalui bermain ia belajar sosialisasi, pertumbuhan gerak dan bahasa akan terjadi, demikian pula kemana untuk berdiri sendiri akan timbul dan tumbuh kepercayaan diri sendiri. Dan pada akhirnya melalui gerak bermain akan timbul minat dan perhatiannya terhadap sesuatu. Kesimpulannya, perkenalan terhadap olahraga harus dimulai di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar.<br />
Kemudian dilanjutkan dengan penjabaran kurikulum Penjas di Sekolah Dasar. Harus jelas apa yang menjadi tujuan umumnya yang berkaitan dengan tujuan pendidikan, apa yang menjadi tujuan khusus yang berkaitan dengan kegiatan Penjas itu sendiri dan bagaimana pula dengan materi yang disajikan. Di dalam hal ini prinsip berkaitan, bertahap dan peningkatan perlu dipakai sebagai landasan. Kesemuanya itu harus dapat dengan jelas tergambar di buku pedoman mengajar untuk guru Penjas. Dan alangkah baiknya kalau ini dapat dimonitor dan evaluasi setiap tahunnya dalam rangka menjamin adanya penyempurnaan dan pembaharuan.<br />
Ditambah lagi dengan fungsi dan status nilai rapor untuk penjas perlu diangkat untuk mampu menumbuhkan motivasi.<br />
Di samping kegiatan kurikuler, di SLTP dan SMU, juga terdapat kegiatan ekstra kurikuler yang merupakan kelanjutannya dan dilakukan di luar jam pelajaran sekolah. Di sini para pelajar mulai diperkenalkan dengan latihan olahraga untuk mencapai prestasi tinggi. Mereka membentuk perkumpulan olahraga sekolah untuk mengikuti rangkaian kegiatan bertanding dari cabang olahraga tertentu, mulai dari tingkat antar kelas, antar sekolah, daerah, wilayah, nasional dan akhirnya internasional. Dengan demikian proses pemassalan, pembibitan dan peningkatan prestasi mulai digulirkan.<br />
Untuk menindak lanjuti masalah tersebut, perlu dipikirkan dan ditentukan kriteria cabang olahraga yang dinominasikan, peraturan-peraturan khusus dan waktu pelaksanaan yang hendak dipakai.<br />
Sudah jelas cabang olahraga seperti atletik, renang, dan senam harus dinomor satukan. Kemudian kita beralih ketenis meja dan tenis yang aturan mainnya dapat disederhanakan dan disesuaikan, karena dapat dilakukan di ruang terbatas (tenis mini, peralatan sederhana). Kemudian bulutangkis yang sudah mendunia prestasinya, sepak bola dan bola basket yang telah memasyarakat, pencak silat, dan panahan yang merupakan warisan budaya kita yang perlu ditumbuhkembangkan.<br />
Di dalam menerapkan kegiatan cabang-cabang olahraga tersebut jangan lupa memperhatikan periodisasinya seperti: pada usia berapa mulai dilatih cabang olahraga, dilanjutkan dengan waktu spesialisasinya, dan pada akhirnya pada usia berapa dapat dicapai prestasi tinggi.<br />
Untuk mendukung dan menjalankan kegiatan ekstra kurikuler tersebut, dibutuhkan pelatih-pelatih olahraga yang terdididk untuk itu dan secara khusus memiliki kompetensi kepelatihan dari cabang olahraga tertentu.<br />
Apa salahnya, bagi pelajar yang telah menunjukkan prestasinya di cabang olahraga tertentu, dan ternyata dapat dilanjutkan pembinaan untuk berprestasi internasional, diberikan beasiswa untuk masuk Perguruan Tinggi. Jadi dengan demikian sekaligus, muara perjalanan sistem pembinaan sekolah bermuara di Perguruan Tinggi yang memasuki babak terakhir terjadinya prestasi internasional yang dicita-citakan.<br />
Rangkaian kegiatan ekstra kurikuler olahraga seperti diutarakan di atas, sebenarnya sudah berperan di dalam gagasan program pendidikan yang menyeluruh.<br />
Masalah berikut yang perlu ditanggulangi adalah mengenai ketenagaan guru Penjas dan pelatih olahraga. Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah masih kekurangan 40.000 tenaga guru Penjas. Pertanyaannya sekarang, lembaga yang bagaimana yang menciptakan dan kemahiran apa yang perlu diberikan untuk mampu bertugas dengan baik serta bagaimana menunjang kariernya dengan aturan-aturan yang menjangkau masa depan. Sekali-kali jauhi diri dari pengadaan ketenagaan yang tambal sulam dan asal jadi saja.<br />
Jadi melihat penuturan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa olahraga tidak terbatas dikerjakan dan menjadi tanggung jawab satu lembaga saja, tetpai banyak lembaga terkait, baik pemerintah, legislatif, maupun masyarakat luas, dan orang per-orang. Masing-masing mempunyai fungsi dan tanggung jawab sendiri-sendiri. Bekerja dengan sebaik-baiknya dalam rangka meraih hasil optimal. Untuk itu perlu adanya Koordinasi dan Keterpaduan.<br />
Pelopor Koordinasi dan Keterpaduan adalah lembaga Departemen Pendidikan Nasional dan Komite Olahraga Nsional Indonesia yang memiliki landasan kerja yang berdasar dan berakar yang benar dan kuat bagi pembangunan sistem pembinaan olahraga (proses pemasssalan, proses pembibitan, dan proses peningkatan prestasi) dalam rangka mencapai sasaran: manusia sehat jiwa-raga dan manusia berprestasi olahraga yang tinggi. Dengan demikian kita akan mampu membangun tahapan-tahapan dari Keluarga Berolahraga, Masyarakat Berolahraga, dan akhirnya Bangsa Berolahraga.<br />
Bayangkan!<br />
1. Andaikata beberapa puluh juta orang melakukan kegiatan olahraga secara teratur dan memanfaatkan olahraga sebagai bagian dari kebutuhan hidup sehari-hari, maka tidak mustahil akan muncul beberapa ratus ribu bibit unggul yang memiliki bakat dan potensi. Tidak perlu lagi ada ide program naturalisasi seperti dicabang olahraga sepakbola untuk memajukan sepakbola.<br />
2. Andaikata mereka dilatih secara khusus, maka tidak mustahil akan muncul beberap puluh ribu calon juara berbagai cabang olahraga.<br />
3. Andaikata mereka dibina melalui proses pembinaan menuju prestasi tinggi, maka tidak mustahil akan muncul beberapa ribu calon juara dunia di berbagai cabang olahraga.<br />
Untuk itu, kita perlu menyusun program-program untuk bangkit kembali dan mampu menatap masa depan. Diantaranya:<br />
1. Optimalisasi Pemberdayaan Kelembagaan Keolahragaan dengan tujuan agar lembaga-lembaga terkait mampu berkembang makin meningkat kualitas dan karyanya.<br />
2. Pemantapan Sistem Pembinaan Olahraga Nasional dengan tujuan prestasi olahraga makin meningkat dan akhirnya mendunia.<br />
3. Pemantapan IPTEK Olahraga dengan tujuan segala sesuatu kita kerjakan dengan efektif dan efisien dalam rangka terciptanya peningkatana prestasi olahraga yang berkelanjutan.<br />
Pada akhirnya perjuangan kita yang terus menerus dan tidak mengenal berhenti sampai tujuan akhir dapat dicapai akan membuahkan manusia-manusia Indonesia yang dapat membuktikan dirinya, mampu bangkit kembali dan mampu mengharumkan Negara-bangsa Indonesia melalui prestasi olahraga dan pribadi-pribadi pemeran olahraga yang dapat diunggulkan sepanjang masa.<br />
F. KESIMPULAN<br />
1. Optimalisasi Pemberdayaan Kelembagaan Keolahragaan, terutama dalam hal adaptasi dan antisipasi terhadap perubahan. Perubahan mulai dari tataran supra sturuktur, infra struktur, dan sub struktur baik di tingkat pusat, terlebih lagi di tingkat daerah.<br />
2. Penataan Bangunan Sistem dan Peningkatan Partisipasi. Hasil pembinaan dalam subsistem olahraga kompetitif yang menekankan pencapaian dan peningkatan prestasi, terkait langsung dengan sub-subsistem lainnya yakni subsistem pendidikan jasmani dan subsistem olahraga masyarakat. Keseluruhan subsistem tersebut harus dibina dan sekaligus dibentuk di atas landasan yang kokoh yakni partisipasi aktif dan teratur secara meluas di kalangan masyarakat Indonesia.<br />
3. Pemberdayaan Iptek dan Kelembagaan Pendidikan Olahraga. Kedudukan Iptek Olahraga perlu diberdayakan dengan menitikberatkan iptek sederhanan yang murah dan dapat dilaksanakan dalam rangka membuat keputusan-keputusan pembinaan yang cermat dan tepat. Semua lembaga tinggi di bidang keolahragaan juga perlu diberdayakan untuk meningkatkan jumlah tenaga Pembina (guru, pelatih, dll), di samping peningkatan kemampuan dalam riset di bidang olahraga.<br />
G. REFERENSI<br />
1. Mutohir, T.C., Olahraga dan Pembangunan Meraih Kembali Kejayaan, Direktorat Jenderal Olahraga – Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2004.<br />
2. Mutohir, T.C & Lutan, R., Olahraga dan Transformasi Nilai. Dalam Rusli Lutan, Olahrga dan Etika Fair Play. Direktorat Jenderal Olahraga – Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2001.<br />
3. Maksum, A., Pengkajian Sport Development Indeks (Cetakan 1). Surabaya: University Press, 2004.<br />
4. Komite Olahraga Nasional Indonesia, Proyek Garuda Emas, Rencana Induk Pengembangan Olahraga Prestasi di Indonesia 1997-2007. KONI Jakarta, 1998.<br />
5. Harsuki., Perkembangan Olahraga Terkini Kajian Para Pakar, Divisi Buku Sport PT Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2003.<br />
6. Lawson, H.A., Empowering people and advancing community development: The social work of sport, exercise, and physical education programs. Paper presented in International Conference on Sport and Sustainable Development. Yogyakarta, September 2003.GATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-24773226184227369012010-06-13T18:47:00.000-07:002010-06-13T18:47:21.796-07:00DIMENSI SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA<div style="text-align: center;"><span style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; font-size: small;"><b>GATOT JARIONO </b></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFLlZDQY8jrsxrQJ2yJV_Umj5SAHVRkAdnjltT3KjKg1DjXaHVgrNaNnJ7BqV4xxTQOEA1D0JLqouqne7D5xfZWA3mRo1pl1hPldEEUX2qfJ7ayQODbhwSM462hyGjp08AVacwB8BzJNyl/s1600/Logo+UNM.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="186" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFLlZDQY8jrsxrQJ2yJV_Umj5SAHVRkAdnjltT3KjKg1DjXaHVgrNaNnJ7BqV4xxTQOEA1D0JLqouqne7D5xfZWA3mRo1pl1hPldEEUX2qfJ7ayQODbhwSM462hyGjp08AVacwB8BzJNyl/s200/Logo+UNM.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: center;"><br />
</div>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<div style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b>Kata Kunci Sosiologi→Pendidikan Jasmani → Olahraga</b></span></div>A. Latar Belakang<br />
Sebelum penulis membahas makalah Pendidikan Jasmani Dan Olahraga tentang Perspektif Sosiologi, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga terhadap Dimensi Sosiologi Olahraga dalam pendidikan jasmani dan olahraga, maka terlebih dahulu penulis akan membahas tentang pengertian pendidikan, sosilogi Pendidikan, Pendidikan jasmani, dan Olahraga. Di dalam perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia.<br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad (pencerahan) (renaisance) di Eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini : Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan. Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi, Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.<br />
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:<br />
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)<br />
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)<br />
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)<br />
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)<br />
5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)<br />
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain :<br />
1. Bangga berdisiplin<br />
2. Tahan mental menghadapi kesulitan hidup<br />
3. Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)<br />
4. Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah<br />
5. Bangga bertanggung jawab<br />
6. Terbiasa bekerja keras<br />
7. Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya<br />
8. Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)<br />
9. Hormat pada aturan<br />
10. Menghormati hak-hak orang lain<br />
11. Memiliki moral dan etika yang baik<br />
12. Mencintai pekerjaan<br />
13. Suka menabung<br />
Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.<br />
B. Sosiologi Kaitannya Dengan Pendidikan Jasmani Dan Olahraga Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. <br />
Nah sejalan dengan pendidikan yang penulis uraikan diatas maka dalam sejarah dan perkembangan pendidikan olahraga di Indonesia penulis dapat menarik suatu garis yang kian lama kian menanjak. Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.<br />
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebat-hebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, Maka ilmu pendidikan sosiologi harus di fahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama para olahragawan, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas , maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “ PERSPEKTIF SOSIOLOGI DALAM PENDIDIKAN JASMANI, DAN OLAHRAGA TERHADAP DIMENSI SOSIOLOGI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA”<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
A. Defenisi Sosiologi Pendidikan<br />
Bapak Sosiologi Dunia Auguste Comte (1798 – 1857) , anggapannya sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Sebagai social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan. Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa. Tiga tahap perkembangan pikiran manusia <br />
1. tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia.<br />
2. tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.<br />
3. tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.<br />
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:<br />
I. Pengertian Sosiologi menurut Max Weber(1864-1920)<br />
<br />
1. Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.<br />
2. Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.<br />
3. Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.<br />
II. Pengertian Sosiologi menurut Charles Horton Cooley (1864-1929)<br />
1. Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat.<br />
2. Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.<br />
3. Prihatin melihat masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.<br />
III. Pengertian Sosiologi menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.<br />
IV. Pengertian Sosiologi menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.<br />
V. Pengertian Sosiologi menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.<br />
VI. Pengertian Sosiologi menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.<br />
VII. Pengertian Sosiologi menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.<br />
VIII. Pengertian Sosiologi menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.<br />
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.<br />
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.<br />
Jadi pengertian Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam hubungan timbal balik dengan manusia di lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.<br />
Ilmu sosiologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai Sosiologi olahraga. Penerapan sosiologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari soiologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.<br />
B. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?<br />
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama satu atlet dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang. Mereka tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan mudah berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga, khususnya dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan. <br />
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.<br />
C. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)<br />
Prespertif disini diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar yang paling banyak sumbangannya kepada pendekatan pendidikan jasmani dan olah raga dengan sosiologi olahraga. Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920- an s/d 1960-an. Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak sekedar satu alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat “mistik”, “mentalistik”, dan “subyektif”. Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang “dapat diamati” (observable), yaitu pada “apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan (doings)”. Dalam hal ini pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan perilaku sosial. Para “behaviorist” memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan “tanggapan” (responses), dan lingkungan ke dalam unit “rangsangan” (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan ” seorang teman datang “, lalu memunculkan tanggapan misalnya, “tersenyum”. Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak terlalu mengejutkan jika para behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang menggunakan pendekatan “kotak hitam (black-box)” . Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam tadi srtuktur internal atau proses mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan karena tidak dapat dilihat secara langsung (not directly observable), bukanlah bidang kajian para behavioris tradisional.<br />
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui percobaan yang dinamakan “operant behavior” dan “reinforcement“. Yang dimaksud dengan “operant condition” adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan “operant behavior“. Yang dimaksud dengan “reinforcement” adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja). Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi. Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory).<br />
a. Teori Pembelajaran Sosial.<br />
Di tahun 1941, dua orang psikolog – Neil Miller dan John Dollard – dalam laporan hasil percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan “social learning ” - “pembelajaran sosial”. Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka “para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.”, demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard. Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku “baru” melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, dimasa lampau.Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melaluipeniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” – pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial seyogianya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benarbenar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.<br />
<br />
b. Teori Kognitif Kontemporer<br />
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah “kognisi” digunakan untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah “schema” (Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991). Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman-pengalaman sosial yang kita miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif memusatkan pada bagaiamana kita memproses informasi yang datangnya dari lingkungan ke dalam struktur mental kita Teori-teori kognitif percaya bahwa kita tidak bisa memahami perilaku sosial tanpa memperoleh informasi tentang proses mental yang bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang obyektif, lingkungan eksternal belum mencukupi.<br />
<br />
D. Perspektif Kognitif (The Cognitive Perspective)<br />
Kita telah memberikan indikasi bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping instink (instinct). Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem - karena mengabaikan kegiatan mental manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa paling sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif . Kemudian banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif tadi. Dua orang sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan potensial individu dalam dunia sosial”. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Teori Medan (Field Theory), Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and Attribution Theory), dan Teori Kognisi Kontemporer.<br />
E. Perspektif Struktural<br />
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok – yaitu adatistiadat masyarakat – atau strutur sosial . Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas “diri” (self) – perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri – self. Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individuindividu kedalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan – Harapan (Expectation-States Theory), dan Posmodernisme (Postmodernism)<br />
B. Pendidikan Jasmani dan Olahraga.<br />
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.<br />
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan jasmani.<br />
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.<br />
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. <br />
a) Pengertian Pendidikan Jasmani<br />
Definisi Pendidikan Jasmani ialah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia yang berupa sikap tindakan dan karya untuk diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan. Pendidikan Jasmani merupakan terjemahan kata demi kata dari Negara barat : Lichamelijke opvoeding-Physical Education-Physique Libes Erziehung. Pendidikan Jasmani bukanlah imbangan terhadap pendidikan rokhani, jasmani dan rokhani merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Pendidikan Jasmani di sekolah merupakan dasar yang baik bagi perkembangan olahraga di luar sekolah. Olahraga dan pendidikan jasmani tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat erat hubungannya dan saling mempengaruhi.<br />
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance).<br />
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.<br />
(a) Nixon and Cozens (1963: 51): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.<br />
(b) Dauer dan Pangrazi (1989: 1): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.<br />
(c) Bucher, (1979) : Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional<br />
(d) Ateng (1993:) : Mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.<br />
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif.<br />
<br />
<br />
b) Fungsi Pendidikan Jasmani<br />
<br />
Fungsi pendidikan jasmani Annarino, Cowell, and Hazelton (1980: 62-63) mengklasifikasikan ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler; (3) perseptual; (4) kognitif; (5) sosial; dan (6) emosi.<br />
(a). Aspek Organik:<br />
a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk pengembangan keterampilan.<br />
b. Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot<br />
c. Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama.<br />
d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada efisiensi yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.<br />
e. Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.<br />
<br />
(b). Aspek Neuromuskuler:<br />
<br />
a. Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan.<br />
b. Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik<br />
c. Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.<br />
d. Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.<br />
e. Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan<br />
f. Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli, gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.<br />
g. Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.<br />
(c). Aspek perseptual:<br />
a. Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil<br />
b. Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.<br />
c. Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki<br />
d. Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus perhatian<br />
e. Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis<br />
f. Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.<br />
g. Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri<br />
h. Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang<br />
(d). Aspek Kognitif:<br />
a. Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.<br />
b. Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.<br />
c. Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi.<br />
d. Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani<br />
e. Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas, bola, dan dirinya.<br />
f. Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh gerakan<br />
g. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.<br />
(e). Aspek sosial:<br />
a. Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam masyarakat dan lingkungannya.<br />
b. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok<br />
c. Belajar berkomunikasi dengan orang lain<br />
d. Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok<br />
e. Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat<br />
f. Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.<br />
g. Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif<br />
h. Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif<br />
i. Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.<br />
(f). Aspek emosional:<br />
a. Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan kebutuhan dasar.<br />
b. Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui keberhasilan atau kegagalan.<br />
c. Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat<br />
d. Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas<br />
e. Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan<br />
c) Pengertian Olahraga<br />
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)<br />
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. <br />
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan. <br />
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental<br />
C. Perspektif Sosiologi Olahraga (Asumsi-Asumsi Sosiologi Olahraga) Pendidikan Jasmani dan Olahraga <br />
Dalam memahami arti sosiologi olahraga, pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.<br />
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. <br />
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.<br />
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.<br />
Sosiologi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
A. Kesimpulan<br />
Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi, pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.<br />
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. <br />
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.<br />
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. <br />
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.<br />
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.<br />
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.<br />
Pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga , melibatkan bentuk-bentuk gerakan kepribadian , dan ketiganya dapat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan bagai mana berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Berolahraga dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.<br />
Pendidikan jasmani adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. <br />
Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. <br />
<br />
B. Saran<br />
Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada bebarapa saran yang dapat di garis bawahi dalam makalah ini adalah:<br />
1. Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi Olah raga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan<br />
2. Pendidikan Jasmani, olahraga dan ssosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.<br />
3. Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
4. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. <br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.<br />
<br />
Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London Vancouver.<br />
<br />
COSER, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.<br />
<br />
DURKHEIM, E. (1966). The Division of Labour (Translation). New York, The Free Press.<br />
<br />
_____________ (1962). Socialism. London, Colliers Books<br />
<br />
Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma’had Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2008) : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar, Makalah disajikan pada Penataran Guru Pen-Jas, diselenggarakan oleh PERWOSI Jawa Barat, Maret 2008 di gedung Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia.<br />
<br />
GOULDNER, Alvin W. (1973). The Coming Crisis of Western Sociology. London, Heineman<br />
<br />
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).<br />
<br />
HINDESS, Barry (ed. 1977). Sociological theories of the Economy. London, the Mac Millan Press.<br />
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001. <br />
<br />
KAZACIGIL, Ali (ed. 1994). Sociology: State of the Art I. International Social Sciences Journal, February 1994:139. Paris, Blackwell Publ.<br />
<br />
MARX, K. (1956). Selected Writings in Sociology and Social Philosophy. (Translation by T.B. Bottomore). New York, Mc Graw-Hill Books.<br />
<br />
MARTINELLI, alberto (2002). “Markets, Government and Global Governance”. Presidential address, ISA XV Congress, Brisbane 2002<br />
<br />
MILLS, C, Wright (1961). The Sociological Imagination. New York, Grove Press, Inc.<br />
<br />
MUDIM BE, V.Y. (ed. Dkk, 1996). Open the Social Sciences. Refort of the Guilbenkian Commission of the Gulbenkian Commission on the Restructuring of the Social Science. Stanford, Stanford Univ. Press.<br />
<br />
PARSONS, Talcot (1951). The Social System; The Major Exposition of the Author’s Conceptual Scheme. New York, Free Press.<br />
<br />
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice hall. <br />
<br />
SIMMEL, G. (1955). Conflict and the Web of Group Affixations. New York, The Free Press.<br />
<br />
____________ (1950). The sociology of George Simmel. New York, The Free Press of Glencol<br />
<br />
SIMONDS, A.P. (1978). Karl Mennheim’s Sociology of Knowledge. Oxford, Clarendom Press<br />
<br />
SOROKIN, P.A. (1928). Contemporary Sociological Theories; through the First Quarter of the 20th Century. New York, Harper Torchbooks.<br />
<br />
STEINER, Philippe (2001). “The Sociology of Economic Knowledge”. The Return of Economic Sociology in Europe (a. Symposium) dalam European Journal of Social Theory 4 (4). London, Sage Publications<br />
<br />
Sutan Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Dirjeb Pend. Tinggi. <br />
<br />
WEBER, M. (1964). The Theory of Sociology Imagination. New York, Grove Press, Inc.<br />
Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of Education. New York: Routledge.<br />
WERTHEIM, W.F. et.al. (ed.s 1955-1957). Indonesian Sociological Studies; Selected Writings of B. Watson,A.S. (1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport Edited by J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell Scientific Publications. <br />
William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing society. Boston: Allyn & Bacon. <br />
Schrieke (2 parts). The Haque, W. van Hoeve.GATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-48212546312262550002010-06-13T18:43:00.000-07:002010-06-14T02:12:10.145-07:00OLAHRAGA SEBAGAI FENOMENA SOSIAL<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwA2oZJOOTIvrzw6wL2Ays1Q9PdQJdMQJVDoWZW86b4PdS3I4kLYyYBYjIZy1w32xC-LkWsircU6_wsRULEi3jdLBygnn_cIUvNNbbYp0UIqmiTpjVc0V5QwIFWQWKHUta0Nj7nN4Q6bQq/s1600/EducationL5(800).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"></a><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwA2oZJOOTIvrzw6wL2Ays1Q9PdQJdMQJVDoWZW86b4PdS3I4kLYyYBYjIZy1w32xC-LkWsircU6_wsRULEi3jdLBygnn_cIUvNNbbYp0UIqmiTpjVc0V5QwIFWQWKHUta0Nj7nN4Q6bQq/s1600/EducationL5(800).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="150" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwA2oZJOOTIvrzw6wL2Ays1Q9PdQJdMQJVDoWZW86b4PdS3I4kLYyYBYjIZy1w32xC-LkWsircU6_wsRULEi3jdLBygnn_cIUvNNbbYp0UIqmiTpjVc0V5QwIFWQWKHUta0Nj7nN4Q6bQq/s200/EducationL5(800).jpg" width="200" /></a></div><span style="color: red; font-size: large;"><b style="font-family: "Courier New",Courier,monospace;"> GATOT JARIONO</b></span><br />
Abstrak : dalam kaitannya dengan olahraga sebagai fenomena sosial dalam sosiologi olahraga ini sangant dikaitkan dengan perkembangan sosial budaya manusia yang sehat jasmani dan rohani, hal ini merupakan pembentukan perkembangan hubungan interaksi dengan masyarakat sekitar. Fenomena sosial ini jika dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan yang sangat penting yaitu memberikan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsungdalam berbagai pengalaman belajar melalui interaksi dengan sesama masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain baik itu dari lapisan masyarakat yang pendidikannya rendah sampai masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi.<br />
<br />
<div style="color: red; font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif; text-align: center;"><span style="font-size: small;"><b>Kata Kunci : Olahraga,fenomena sosial, Sosiologi Olahraga</b></span></div><br />
<a name='more'></a> BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakang<br />
Dewasa ini perkembangan sosial budaya dalam olahraga banyak fenomena sosial yang berpengaruh terhadap dinamika interaksi sosial-budaya masyarakat. Hal itu sejalan dengan perkembangannya olahraga akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Terkait tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia yang mempunyai kesehatan secara lahiriah maupun rohaniah . Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga jika dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan bersosial antar masyarakat yang satu dengan masyarkat yang lain. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman.<br />
Olahraga sebenarnya merupakan suatu bagian dari ilmu-ilmu sosial. Hal ini ditunjukkan, didalam pendidikan olahraga dan ilmu pengetahuan olahraga adalah pendekatan bio-medical, dan sebagai kegiatan organis tubuh manusia saja ( STO, 1976), yaitu menurut pendekatan yang selama ini mendominasi pengetahuan olahraga, maka prestasi-prestasi para atlet itu ditentukan oleh kondisi fisik yang sempurna semata-mata (Lueshen, 1998). Kalau dijabarkan, maka menurut pendekatan ini, faktor-faktor yang menentukan suatu prestasi dari suatu kegiatan olahraga dari para atlet itu adalah dimulai dari faktor-faktor kondisi organis dari tubuh yang dianggap paling menentukan ke kepribadian dan sosial, dan lalu faktor-faktor kebudayaan.<br />
Didalam kenyataan, justeru yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu suatu prestasi olahraga yang hebat tidaklah semata-mata ditentukan oleh suatu prestasi olahraga yang hebat tidaklah semata-mata ditentukan oleh suatu kondisi fisik yang sempurna tetapi bahkan sebaliknya ditentukan oleh suatu jumlah kontrol yang merupakan sebagian dari struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat yang bersangkutan. Dengan demikian, kalau dijabarkan maka urutan-urutan dari suatu prestasi olahraga terjadi dari kebudayaan yang merupakan faktor yang paling menentukan ke faktor faktor sosial, lalu ke kepribadian dan yang terakhir adalah faktor-faktor organik dari tubuh atlet yang bersangkutan.<br />
Dalam tulisan ini, yang akan diuraikan olahraga sebagaimana dilihat dari pandangan ilmu-ilmu sosial, dan khususnya hubungan antara olahraga dengan masyarakat dan kebudayaan. Dan pentingnya studi-studi tentang olahraga bagi perkembangan teori-teori ilmu-ilmu sosial dan bagi kepentingan-kepentingan praktis.<br />
Berbicara tentang sosiologi olahraga kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. <br />
Sejalan dengan pendidikan yang penulis uraikan diatas maka dalam sejarah dan perkembangan pendidikan olahraga di Indonesia penulis dapat menarik suatu garis yang kian lama kian menanjak. Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.<br />
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebat-hebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, Maka ilmu pendidikan sosiologi harus di fahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama para olahragawan, <br />
B. Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang diatas agar tulisan berbentuk makalah ini agar lebih mengarah maka pembahasan akan difokuskan pada:<br />
1. Apa kaitannya pandidikan jasmani dan pedagogi olahraga?<br />
2. Apa Yang dimaksud dengan Olahraga itu?<br />
3. Apakah Fenomena sosial yang terlibat dalam olahraga<br />
4. Apakah sosiologi Olahraga itu sendiri<br />
5. Peran sosiologi dalam dunia pendidikan<br />
Masalah tulisan ini dari segi teori dan pengertian olahraga dalam sosiologi olahraga, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas , maka penulis ingin mencoba membahas makalah yang telah ditentukan oleh bapak penanggungjawab mata kuliah Sosiologi Olahraga dengan tema makalah olahraga sebagai fenomena sosial.<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
A. Pedagogi olahraga dan Pendidikan Jasmani <br />
Meskipun rumusan lingkup unsur pedagogi olahraga (sport pedagogy) beragam pada berbagai negara, karena terkait dengan perbedaan budaya, akar sejarah, dan standar metodologi,namun pada tingkat internasional, terdapat persamaan pemahaman yaitu pendidikan jasmani dipahami sebagai sebuah bidang studi (mata pelajaran) di sekolah, dan pedagogi olahraga dipandang sebagai sebuah subdisipIin iImu dalam kerangka iImu keolahragaan. Di berbagai negara di seluruh dunia, perkembangan pendidikan jasmani dan pedagogi olahraga terkait dengan sejarah, yang mencerminkan perbedaan perkembangan secara nasional dan perbedaan konsep, seperti juga perbedaan teori dan paradigma. Meskipun perspektif sejarah tampak merupakan bagian terpadu dari semua Subdisiplin ilmu ke olahraggaan (misalnya, sport medicine, sport psychology), namun ada elemen sejarah yang amat khusus yang mengaitkan kedua subdisiplin ilmu keolahragaan, pedagogi olahraga, dari sejarah olahraga (sport history).<br />
Elemen elemen sejarah yang menjadi cakupan kajian sejarawan olahraga dan ahli pedagogi olahraga, secara umum ditekankan pada:<br />
Semua aktivitas jasmani dan olahraga yang dilakukan siswa di dalam dari di luar sekolah;<br />
Dampak gerakan olimpiade modern terhadap pendidikan jasmani;<br />
Kebijakan pendidikan suatu negara tentang penyelenggaraan pendidikan jasmani;<br />
Perbedaan tipe program intra dan ekstrakurikuler;<br />
Perubahan latar belakang falsafah dan ilmu sosial yang melandasi program dari tujuan pendidikan jasmani dan olahraga;<br />
Tujuan program studi dan lingkup mala kuliah lembaga pendidikan tenaga kependidikan (guru) dan perkembangan lembaga tersebut;<br />
Sejarah perkembangan struktur kurikulum dan silabi;<br />
Metode pengajaran, evaluasi dan pengukuran tradisional dari sebagian sudah terlupakan;<br />
Bentuk bentuk latihan terpilih, termasuk fasilitas, perlengkapan, dan lain lain.<br />
B. Pengertian Olahraga<br />
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)<br />
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. <br />
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan. <br />
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental<br />
Olahraga adalah suatu pengertian yang bersifat persaingan yang macam-macam bentuk, dan kegiatannya beraneka ragam. Kalau ke aneka ragaman ini diletakkan pada suatu garis lurus, maka pada ujung yang satu terletak sejumlah olahraga yang macam dan bentuknya bersifat permainan sedangkan pada ujung yang lain terdapat berbagai macam olahraga yang sifatnya dipengaruhi baik oleh yang bersifat permainan maupun yang bersifat profesi, yang besar kecilnya pengaruh kedua sifat ini bervariasi menurut macam danbentuk olahraganya.<br />
Suatu kegiatan olahraga biasanya merupakan suatu antar kegiatan sosial yang menyangkut lebih dari satu orang atau kelompok. Kegiatan kegiatan ini biasanya bertujuan untuk mendapatkan suatu imbalan atau hadiah bagi orang atau kelompok yang menang didalam konteks yang diadakan dalam kegiatan olahraga tersebut. Tingkat atau jenis dari imbalan atau hadiah bagi pemenang inilah yang menentukan sifat dan macam dari kegiatan olahraga tersebut. Imbalan atau hadiah bagi pemenang suatu pertandingan olahraga itu bisa berupa penghargaan biasa, atau uang dan kekayaan materil, atau juga berupa penghargaan dan kedudukan sosial didalam masyarakat dan uang serta kekayaaan materil.<br />
Pada hakekatnya, inti suatu kegiatan olahraga adalah suatu kegiatan pertandingan atau konteks dimana team-team olahraga atau individu-individu yang bersangkutan bertanding atau bersaing untuk menunjukkan keunggulan mereka. Keunggulan didalam suatu pertandingan olahraga, biasanya ditentukan oleh suatu kombinasi dari ketrampilan, strategi didalam pertandingan yang sedang berlaku, dan situasi sosial budaya pada saat dan tempat mana pertandingan dilakukan.<br />
Suatu pertandingan olahraga dapat dilihat sebagai sautu konflik social yang teratur yang terjadi didalam batas-batas tertentu yang terdapat didalam suatu jaringan keseimbangan yang relative terbatas dan tetap. Dalam hal ini, suatu pertandingan olahraga tidak hanya dikontrol oleh, peraturan-peraturan yang berlaku yang harus ditaati oleh mereka yang bertanding dan yang pengawasan atas ketaatan mereka yang turut dalam suatu pertandingan dilakukan oleh wasit dan pembantu-pembantunya, tetapi juga oleh respon dari penonton dan semua yang turut berpartisifasi didalam pertandingan tersebut, yang merupakan suatu pola asosiasi atau pengelompokan. Ada dua hal yang menonjol yang terdapat didalam setiap pertandingan olahraga.<br />
Adanya suatu komplik yang teratur, terjadi atara team-team atau individu-individu yang sedang bertanding, dan bersamaan dengan itu adanya suatu ko-operasi yang terjadi diantara anggota-anggota team yang sama secara bersama-sama bertujuan untuk mengalahkan team lawan dalam pertandingan guna memenangkan dan menunjukkan keunggulan mereka didalam arena pertandingan (Lueschen, 1997).<br />
Sebagai suatu pranata sosial, olahraga mempunyai hubungan yang erat dan saling berkaitan dengan pranata-pranata sosial dan budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan (Loy JW, 1987). Umpamanya dengan pranata-pranata ekonomi, politik, pendidikan, agama, dan media massa komunikasi. Sebagai suatu bagian yang integral dari masyarakat sebetulnya dapat juga dilihat sebagai suatu refleksi atau pencerminan dari pola kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Karena, pola-pola, begitu juga tingka laku mereka yang sedang bertanding didalam mentaati aturan-aturan pertandingan, sebenarnya berasal dari dan telah menggunakan model-model yang terdapat pada proses-proses sosial dan sistim-sistim sosial budaya yang ada didalam masyarakat yang bersangkutan.<br />
C. Hubungan Olahraga dengan Masyarakat dan Kebudayaan <br />
Sebagai suatu bagian yang integral dari sistim-sistim sosial budaya dari suatu masyarakat tertentu, kegiatan-kegiatan olahraga yang ada didalam suatu masyarakat itu berbeda dengan kegiatan-kegiatan olahraga yang ada didalam masyarakat-masyarakat lainya. Suatu kegiatan olahraga hanyalah merupakan sautu bagian dari suatu rangkaian tindakan dan tingka laku manusia yang untuk bisa dipahami ekspresinya haruslah dilihat dan dijelaskan dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan-kegiatan olahraga atau tingka laku manusia tersebut.<br />
Faktor-faktor dasar yang mempengeruhi suatu kegiatan atau tindakan olahraga, yaitu suatu tindakan organik dari tubuh manusia, adalah sistim-sistim sosial budaya. Sistim-sistim social budaya itu merupakan reference systems, yaitu merupakan suatu rangkaian model-model kognitif atau pengetahuan yang terdapat pada berbagai tingkat kesadaran manusia. Manusia menggunakan model-model ini secara selektif bagi kepentingan mereka berdasarkan atas kecocokan dengan tujuan-tujuan mereka dan juga karena menarik perhatian mereka. Model-model yang dipilih oleh manusia dalam suatu keadaan tertentu digunakan untuk menuntun tindakan-tindakan mereka didalam menghadapi lingkungan yang nyata yang juga menyangkut sejumlah orang. Model-model ini merangsang untuk dan merupakan sandaran bagi interprestasi yang dapat digunakan didalam menghadapi situasi, barang atau benda, dan serangkaian dan kemungkinan tingka laku manusia yang lainnya didalam suatu lingkungan tertentu. Model-model ini tidak cenderung untuk berlaku secara konsisten, maupun bersifat homogen pada suatu kelompok manusia tertentu.<br />
Macamnya tingka laku manusia yang eksresinya bisa dilihat itu, sebagian dipengeruhi oleh macam kebudayaan dari yang bersangkutan dan yang sebagian lagi oleh suatu keadaan sekelilingnya di mana yang bersangkutan terlibat dalam suatu interaksi social. Sehubungan dengan hal ini, suatu kegiatan olahraga adalah suatu ekspresi dari tingkah laku sosial manusia yang muncul didalam suatu arena dan sekeliling tertentu yang ekspresinya juga dipengeruhi oleh macam kebudayaan dari yang bersangkutan dan keadaan sekeliling dimana kegiatan olahraga itu dilangsungkan.<br />
Pengertian kebudayaan tidak hanya mencakup tingkah laku manusia saja, tetapi juga keseluruhan dari pola-pola dan abtraksi-abtraksi dari tingka laku atau hasil tingkah laku manusia. Kebudayaan itu terlahir dan terdiri dari serangkaian elemen-elemen, yang tumbuh dari suatu rangkian pengalaman-pengalaman ilmiah, maupun yang berasal dari pengetahuan sehari-hari. Suatu kebudayaan terdiri dari serangkaian unsur-unsur kebudayaan, yaitu nilai-nilai, norma-norma, dan serangkaian symbol-symbol, baik yang verbal maupun non verbal.<br />
Didalam kehidupan kita sehari-hari peranan dan pengeruh kebudayaan atas gerakan-gerakan tubuh manusia atau atas tingkah laku manusia tidaklah kecil. Salah satu contoh pengaruh kebudayaan atas gerakan-gerakan tubuh manusia yang paling dasar adalah berjalan kaki. Gaya dan gerakan orang berjalan kaki tidaklah semata-mata merupakan gerak yang diatur secara organis oleh tubuh manusia. Tetapi sebaliknya, gaya dan gerak orang berjalan kaki itu lebih ditentukan oleh faktor kebudayaan yang faktor kebudayaan mana mempengeruhi sistim kepribadian dari yang bersangkutan dan yang kemudian mempengeruhi gerak dan gayanya dalam berjalan kaki. Orang jawa, misalnya biasanya berjalan dengan langkah-langkah yang halus, teratur, dan sedikit membungkuk-bungkuk. Hal ini disebabkan karena kebudayaan jawa menekankan perlunya orang jawa bertindak sopan santun dalam segala tindakannya, termasuk juga didalam hal berjalan kaki yang sebenarnya juga adalah suatu tindakan sosial. Yaitu agar tidak dianggap kurang ajar dan menyinggung perasaan orang lain didalam suatu lingkungan sosial orang Jawa tertentu yang berjalan kaki tersebut terlibat didalamnya. Penekanan untuk tidak kurang ajar dan harus bertindak sopan santun terhadap orang lain yang dihadapi, mempengeruhi sistim kepribadiannya dimana dia akan selalu harus selalu merendahkan diri dan memperhitungkan perasaan kebanggaan pribadi dari orang lain yang ada disekelilingnya. Hal ini kemudian disalurkan ekspresinya antara lain didalam gerakan dan gayanya berjalan kaki, agar bisa dianggap pantas oleh orang lain, yang ada disekelilingnya dan oleh dirinya sendiri yang dengan demikian telah mencapai suatu kepuasan akan tingkah lakunya berdasarkan atas ada atau tidaknya gunjingan-gunjingan yang mengecamnya dari orang lain sekelilingnya.<br />
Kalau kita bertitik tolak dari suatu pengertian bahwa setiap masyarakat it masing-masing mempunyai kebudayaan yang berbeda dengan kebudayaan yang ada pada masyarakat yang lainnya, dan bahwa tingkah laku manusia itu, termasuk juga kegiatan-kegiatan olahraga, dipengaruhi oleh macam-macam kebudayaan dari orang yang bersangkutan. Oleh karenanya setiap masyarakat itu juga mempunyai sejumlah olahraga yang macam, bentuk, sifat dan kegiatan-kegiatannya berbeda dengan yang terdapat pada masyarakat-masyarakat lainnya. Kalau kita menggolongkan masyarakat manusia berdasarkan atas kebudayaan yang mereka punyai, maka secara garis besarnya masyarakat manusia itu digolongkan menjadi dua yaitu masuarakat dengan kebudayaan yang sederhana atau primitif dan masyarakat dengan kebudayaan kompleks atau modern.diantaranya kedua golongan masyarakat ini ada sejumlah masyarakat yang kebudayaanya sedang dalam suatu proses perubahan dari sederhana ke kompleks atau yang merupakan suatu gabungan atau perpaduan dari kebudayaan-kebudayaan yang sederhana dan yang kompleks.<br />
Perbedaan kebudayaan kedua golongan masyarakat ini juga tercermin didalam perbedaan yang ada pada kedua golongan masyarakat tersebut dalam hal-hal konsepsi tentang, sifat kegiatan-kegiatan, dan macam serta bentuk dari olahraga pada masyarakat-masyarakat yang bersangkutan. Pada masyarakat-masyarakat yang primitive, misalnya dimana pembagian wamtu antara waktu kerja dan tidak bekerja, tidak tertentu dan jelas bedanya, dan antara bekerja dan bermain juga tidak jelas bedanya, maka olahraga yang sebetulnya juga adalah suatu bentuk cara bermain, kegiatan-kegiatannya tidaklah dilakukan secara terpisah dari kegiatan-kegiatan pekerjaan tetapi bahkan merupakan suatu bagian yang menyeluruh dari kegiatan-kegiatan tetapi bahkan merupakan merupakan suatu bagian yang menyeluruh dari kegiatan-kegiatan kerja mereka. Hal in disebabkan oleh tingkat kebudayaan mereka yang sederhana, yang kesederhanaan mana memungkinkan bagi seluruh unsur-unsur kebudayaan menjadi terintegrasi secara menyeluruh merupakan suatu kesatuan yang unsur-unsur kebudayaannya saling pengruh-mempengaruhi dan berkaitan satu sama lainnya.<br />
Pada masyarakart yang primitive tersebut olahraga sebenarnya adalah merupakan suatu bagian dari suatu sitem sosialasi anak. Dalam sosialisasi mana anak-anak di didik untuk mempersiapkan menjadi anggota-anggota masyarakat yang penuh yang antara lain juga agar mempunyai suatu keterampilan fisik yang secukupnya yang sehubungan dengan sistim mata pencaharian mereka. Pada masyarakat primitive yang mempunyai suatu sistim mata pencaharian berburu, maka olahraga yang ditekankan pentingnya dalam masyarakat-masyarakat tersebut adalah olahraga yang berhubungan dengan perburuan, yaitu ketrampilan dalam berlari, menggunakan busur dan panah atau tombak, dan ketrampilan didalam mengikuti jejak atau menyelidiki untuk menemukan tempat bersembunyinya hewan-hewan buruan. Kalau pada masa kanak-kanak mereka macam-macam olahraga tersebut mereka lakukan sebagai permainan, maka didalam kehidupan mereka sebagai orang dewasa kegiatan olahraga tersebut bukan lagi semata-mata merupakan suatu permainan tetapi suatu kegiatan ekonomi.<br />
Hubungan olahraga dalam masyarakat primitif tidak hanya terbatas dengan kegiatan-kegiatan ekonomi saja, tetapi juga dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya. Umpamanya dengan politik, dimana orang-orang yang terlatih dalam olahraga dan khususnya didalam ketrampilan berkelahi, menggunakan senjata, berlari, dan bersembunyi, selalu dibutuhkan untuk mempertahankan territorial wilayah kekuasaan masyarakat yang bersangkutan atau untuk menyerang masyarakat lainnya. Didalam kegiatan-kegiatan yang sehubungan dengan sistim keagamaan mereka, maka ekspedisi-ekspedisi pengayuaan yang dilakukan menggantungkan keberhasilannya kepada ketrampilan mereka yang turut didalam ekspedisi, dan yang krampilan mana hanya mungkin mereka peroleh didalam sosialisasi mereka. Tidak jarang jarang terjadi, bahwa didalam melakukan kegiatan-kegiatan berburu, berperang, atau mengayau, yang pada hakekatnya berdasarkan kepada suatu kegiatan permainan dalam bentuk olahraga, mereka ini juga menyandarkan keunggulan dan ketrampilan mereka didalam arena-arena tersebut berdasarkan atas kekuatan-kekuatan magis atau atas bantuan roh-roh supranatural tertentu menurut sistim keagamaan mereka masing-masing. <br />
Didalam melakukan kegiatan-kegiatan in, mereka tidak melakukannya menurut jadwal-jadwal tertentu yang mereka buat, tetapi berdasarkan atas adanya suatu kebutuhan untuk melakukannya atau oleh suatu keadaan tertentu yang membuat mereka harus melakukan kegiatan-kegiatan tersebut. Umpamanya, kalau ada seekor binatang buruan yang kebetulang diketahui sedang berada didekat perkampungan mereka, maka mereka harus segera siap dengan senjata-senjata mereka untuk melakukan perburuan. Atau, jika sekiranya diketahui bahwa kampung mereka sedang dalam keadaan akan diserang oleh orang-orang dari kampung lainnya maka merekapun harus siap untuk berperang. Kesemuanya ini dengan sendirinya mereka lakukan tanpa mengingat atau menurut jadwal tertentu, yang tentu saja berbeda dengan kegiatan-kegiatan olahraga dalam masyarakat yang kompleks atau modern. Dalam masyarakat yang modern, ada suatu pembagian waktu antara waktu-waktu kerja dan istirahat atau liburan. Hal ini dimungkinkan karena waktu kerja diperkecil tetapi nilai kapasitas kerja diintensipkan dan diperbesar hasilnya. Juga, hasil dari kerja yang diperoleh para pekerja dianggap mencukupi atau bahkan lebih bagi kebutuhan kehidupan mereka, menurut standart kehidupan ekonomi dari masyarakat yang bersangkutan, yang dengan demikian juga menyebabkan mereka itu tidak perlu lagi memanfaatkannya untuk berristirahat atau menghibur diri mereka. Dalam waktu-waktu istirahat inilah kegiatan-kegiatan olahraga mereka lakukan, dan tidak pada waktu-waktu kerja atau bersamaan dengan pekerjaan yang sedang mereka lakukan.<br />
Karena kompleksnya kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang modern, antara lain karena spesialisasi kerja dan keahlian yang nampaknya seolah-olah berdiri sendiri terlepas dari unsur-unsur kebudayaan yang lainya yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan. Karena itu, kegiatan-kegiatan olahraga menjadi suatu kegiatan yang terbatas yang dilakukan didalam wadah-wadah tertentu seperti didalam pertemuan-pertemuan tertentu yang terjadi secara sepontan seperti misalnya didalam piknik keluarga atau teman dekat, dan juga didalam perkumpulan-perkumpulan mana juga terbagi-bagi lagi didalam spesialisasi-spesialisasi atau cabang-cabang olahraga tertentu. Didalam melakukan kegiatan-kegiatan olahraga mereka tidak lagi melakukannya sebagai suatu bagian yang integral dari kegiatan-kegiatan ekonomi, keagamaan, atau politik, seperti halnya dengan apa yang dilakukan oleh anggota-anggota masyarakat dengan kebudayaan primitive, tetapi melakukannya sebagai suatu hiburan, permainan untuk kesehatan, atau bahkan melakukannya sebagai suatu pekerjaan. Dalam hal terkahir ini mereka melakukanmua karena dibayar atau digaji. Munculnya olahraga bayaran dimasyarakat modern itu bisa dimungkinkan kelangsungannya karena pada masyarakat tersebut peranan olahraga sebagai suatu bentuk hiburan menjadi menonjol berhubung dengan adanya waktu-waktu istirahat atau liburan yang cukup dipunyai oleh warganya yang sewaktu-waktu mana mereka gunakan untuk menghibur diri mereka antara lain dengan melihat atau mengikuti pertandingan pertandingan olahraga yang harus bekerja pada waktu-waktu liburan atau istirahat karena adanya pertandingan-pertandingan olahraga, yaitu atlit dan pengurusnya, serta orang-orang yang terlibat didalam kegiatan-kegiatan pengurusan pertandingan-pertandingan yang diadakan.<br />
Karena itu juga, peranan olahraga sebagai suatu pranata sosialisasi bagi anak-anak untuk menjadi warga yang penuh dari masyarakat menjadi berkurang atau bahkan hilang sama sekali. Anak-anak tidak lagi diharapkan oleh orang tua mereka dan anggota-anggota masyarakat lainnya untuk menjadi seorang pelempar lembing yang baik agar nantinya bisa menjadi seorang pemburu binatang-binatang buruan. Seorang anak mungkin dianjurkan oleh orang tuanya untuk berolahraga karena alasan kesehatan atau agar anaknya tidak menggunakan waktu terluangnya untuk hal-hal yang mereka anggap tidak baik, atau juga karena seorang tua mengharapkan agar anaknya bisa menjadi juara did pertandingan-pertandingan olahraga, yang dengan kejuaraan dimana sianak mungkin bisa mendapat keuntungan-keuntungan yang nantinya bisa diperolehnya kalau dia sudah menjadi dewasa dengan menjadi seorang pemaoin bayaran. Jadi prestasi olahraga seseorang bisa digunakan untuk kebanggaan dan untuk memperkuat identitas dirinya, atau juga untuk keuntungan materil dan politik.<br />
Sosialisasi anak-anak pada masyarakat-masyarakat yang modern kemudian menjadi lebih banyak dilakukan didalam pranata-pranata pendidikan formil yaitu berbagai macam sekolah, yang berfungsi mereka adalah mencetak orang-orang yang berkeahlian didalam spesialisasi-spesialisasi tertentu untuk bisa dipekerjakan dengan sebaik mungkin didalam berbagai macam pkerjaan dengan berfungsi dengan baik didalam sistim ekonomi yang berlaku didalam masyarakat yang bersangkutan. Bahkan, peranan pranata pendidikan yang tidak formil dan yang dasar yaitu keluarga, menjadi tidak Begitu kuat lagi, karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya disekolah atau diluar rumah sebab mereka tinggal did asrama.<br />
Walaupun nampaknya olahraga dalam masyarakat-masyarakat yang modern telah merupakan suatu pranata yang berdiri sendiri, namun tidaklah berarti bahwa olahraga tidak dipengeruhi oleh dan berkaitan dengan unsur-unsur kebudayaan yang lain yang ada pada masyarakat yang bersangkutan. Bahkan bentuk, macam, sifat, dan kegiatan olahraga yang ada pada masyarakat-masyarakat yang modern dapat juga dilihat sebagai pencerminan dari kebudayaan yang bersangkutan. Karena kebudayaan dari masyarakat-masyarakat yang tergolong modern itu tidak sama satu dengan yang lainnya, maka macam, bentuk, sifat, dan kegiatan-kegiatan olahraga yang ada pada masing-masing masyarakat-masyarakat modern itu juga tidak sama. Karena masyarakat-masyarakat yang modern itu terdiri atas sejumlah pengelompokan-pengelompokan politik yaitu negera, yang masing-masing Negara itu merupakan suatu masyarakat yang tersendiri yang berbeda dengan masyarakat-masyarakat lainnya, maka dalam tulisan ini satu Negara akan saya perlakukan sebagai suatu masyarakat. Contoh dari dua masyarakat modern dewasa ini yang masing-masing mempunyai sistim-sistim sosial budaya yang berbeda satu dengan yang lainnya, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet, dank arena juga memperlihatkan perbedaan perbedaan didalam macam, bentuk, sifat, dan kegiatan-kegiatan olahraga yang terdapat pada kedua masyarakat tersebut. <br />
Di Amerika Serikat, pemain-pemain olahraga tidaklah diorganisir dan dijamin hidupnya oleh pemerintah atau oleh Negara. Sebagian besar dari mereka adalah pemain-pemain bayaran, dan hanya sebagian kecil saja yang merupakan pemain-pemain amatir, yaitu yang kegiatan-kegiatannya terbatas didalam lingkungan universitas, sekolah, perkumpulan-perkumpulan amatir, dan meliter. Cabang-cabang olahraga yang digemari adalah bola kaki, bola basket, hoky es, baseball, dan cabang-cabang olahraga lainnya, yang masing-masing cabang olahraga tersebut dimainkan pada suatu musim tertentu. Semua olahragawan dari cabang olahraga tersebut dimainkan pada suatu musim tertentu. Semua olahragawan dari cabang-cabang olahraga tersebut adalah pemain-pemain bayaran yang bekerja untuk perusahaan-perusahaan olahraga yang menghususkan usahanya dalam salah satu cabang olahraga tersebut. Perusahaan-perusahaan olahraga ini hampir ada disetiap kota besar di Amerika Serikat, dan yang kemudian perusahaan olahraga dari salah satu cabang olahraga tertentu bergabung menjadi satu merupakan suatu perkumpulan olahraga yang bersifat nasional. Untuk satu cabang olahraga terdapat lebih dari satu perkumpulan yang ruang lingkupnya nasional. Masing-masing perkumpulan nasional ini kemudian mengatur suatu rangkaian pertandingan-pertandingan olahraga untuk suatu musim tertentu yang melibatkan perkumpulan-perkumpulan lokal yang menjadi anggotanya. Perkumpulan yang menang dari suatu perkumpulan olahraga nasional kemudian dipertandingkan dengan perkumpulan yang menang dari suatu perkumpulan olahraga nasional yang lainnya.<br />
Seorang olahragawan yang terbaik dari suatu perkumpulan olahraga lokal yang menyebabkan teamnya selalu menang didalam pertandingan-pertandingan olahraga akan selalu menarik kedatangan penonton, yang dengan demikian juga akan membawa keuntungan-keuntungan yang lebih besar kepada perusahaan olahraga yang bersangkutan dari uang karcis para penonton. Karena it pemain-pemain yang terbaik selalu mendapat bayaran yang jauh lebih besar dari rekan-rekannya satu team, dan bahkan juga bisa lebih baik daripada gaji yang diterima oleh olahragawan terbaik dari perkumpulan-perkumpulan lainnya. Seorang pemain yang terbaik dari suatu perkumpulan olahraga lokal bisa menjadi seorang pemain terbaik tingkat nasional, dan dalam keadaan demikian dia lalu digolongkan sebagai seorang superstar. Dalam kedudukannya sebagai seorang superstar dia bisa menuntut pembayaran yang lebih tinggi daripada pembayaran yang sedang diterimanya atau dia bisa juga pindah keperkumpulan olahraga ditempat lain yang sanggup untuk membayarnya lebih tinggi. Sebagai seorang superstar kedudukan sosialnya naik yang disertai juga dengan lebih baiknya status ekonominya. Dia bisa juga menjadi seorang tokoh politik dengan memanfaatkan status sosial yang telah diperolehnya, tetapi dia tidak mempunyai suatu kedudukan politik didalam sistim politik Negara tersebut karena prestasinya didalam pertandingan-pertandingan olahraga.<br />
Di Uni Soviet, olahraga diorganisir oleh Negara dan kehidupan para olahragawan dijamin oleh Negara. Tetapi, mereka itu bukanlah pemain-pemain bayaran. Olahragawan-olahragawan yang selalu memenangkan pertandingan-pertandingan olahraga nasional dan khususnya internasional akan mendapat penghargaan nasional. Penghargaan nasional ini menyangkut juga kedudukan politik dalam struktur politik yang berlaku, serta berbagai fasilitas ekonomi yang membuat kedudukan sosialnya menjadi lebih baik karena prestasi olahraganya. <br />
D. Pentingnya Studi Olahraga <br />
Banyak manfaat yang bisa diambil dari studi-studi mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial. Manfaat ini di satu pihak adalah untuk kepentingan perkembangan teori-teori ilmu-ilmu social dan dipihak lain adalah untuk kepentingan praktis (Lueschen, 1997). Didalam kegiatan-kegiatan olahraga dimana komplik-komplik yang teratur, ketaatan para pemain did dalam pertandingan untuk mengikuti peraturan-peraturan yang ada yang disertai dengan suatu sistim kontrol atas ketaatan tersebut, dan serangkaian tingka laku para penonton, yang merupakan suatu ciri-ciri yang khusus ada didalam suatu pertandingan olahraga dapat merupakan suatu studi yang amat banyak gunanya. Karena, teori-teori yang didapat atau yang bisa dikembangkan dari studi ini dapat digunakan untuk memahami berbagai gejala-gejala dan proses-proses sosial yang terdapat didalam masyarakat yang kira-kira bersamaan dengan gejala-gejala dan proses-proses yang terdapat didalam suatu pertandingan olahraga. Pengetahuan teori tentang olahraga dari pendekatan-pendekatan ilmu-ilmu social bisa digunakan untuk menganalisa gejala-gejala dan proses-proses social yang ada, mentest suatu teori yang dapat dipakai sebagai pegangan didalam menganalisa proses-proses social lainya.<br />
Disamping itu, suatu studi yang mendalam mengenai olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu ilmu sosial dapat menghasilkan keterangan keterangan yang berguna dapat digunakan untuk menyusun serangkaian cara cara yang terbaik didalam memberikan petunjuk petunjuk atau coaching kepada para olahragawan dan juga kepada murid murid disekolah sekolah sehingga hasil yang sebaik baiknya dari prestasi olahragawan dapat dicapai.Juga, dari hasil hasil penelitian ini, pelatih pelatih dan para guru olahraga dapat memanfaatkannya dengan mempelajarinya dan menggunakan hasil hasil penelitian dalam menyusun strategi yang sebaik baiknya didalam memperlakukan para olhragawan yang berada dalam asuhannya, baik didalam latihan latihan maupun didalam menghadapi dan selama pertandingan pertandingan (Grusky 1993) <br />
Dalam suatu masyarakat yang modern, dimana olahraga menjadi suatu pranata yang berdiri sendiri tetapi berkaitan dengan berbagai pranatapranta yang ada dalam masyarakat tersebut, penelitian mengenai olahraga yang dilakukan oleh berbagai ilmu sosial, akan banyak gunanya baik bagi pemerintah,pengusaha, pengurus olahraga, olahragawan dan umum yang melihat olahraga sebagai salah satu bentuk hiburan.Suatu penelitian yang baik yang menggunakan suatu kerangka teori yang dapat dipertanggung jawabkan secara alamiah, akan selalu dapat menghasilkan data yang baik yang dapatdipertanggung jawabkan.Data yang didapat akan bisa digunakan untuk membuat rencana rencana dan pengaturan pengaturan serta kegiatan kegiatan olahraga, yaitu pengaturan penagturan latihan,pertandingan pertandingan, manajmen perkumpulan perkumpulan olharaga dan pertandingan pertandingan, sehingga pertandinagn pertandingan pertandingan olahraga bisa memuaskan para penonton yang telah menyaksikannya sebagai suatu hiburan bagi mereka dan yang telah mengeluarkan uang untuk itu, juga memuaskan bagi para pengurus olahraga yang telah mendapat keuntungan dari kelancaran masuknya uang dan pendistribusiannya, para pengusaha yang puas karena para penonton pertandingan telah menggunakan dan membayar jasa-jasa dan pelayanan yang telah mereka berikan dan bagi olahragawan sendiri maka dengan masuknya keuntungan-keuntungan yang cukup ketangan para pengurus olahraga fasilitas-fasilitas sosial dan keolahragaan mereka menjadi lebih terjamin. Sedangkan bagi pemerintah, bila keuangan dari perkumpulan- perkumpulan olahraga baik yang bertingkat nasional maupun yang lokal ada dalam keadaan mencukupi maka beban-beban keuangan yang biasanya lalu menjadi tanggung jawab pemerintah bisa dihindarkan. Bahkan sebaliknya, dari pajak tontonan yang masuk kas Negara menjadi lebih diuntungkan.<br />
Di Indonesia, dimana terdapat berbagai macam olahraga yang dapat dogolongkan sebagai olahraga tradisional asli Indonesia dan olahraga baru yang telah dimasukkan dan dikembangkan did Indonesia, suatu penelitian tingkat pertama mengenai olahraga yaitu yang berusaha untuk mengidentifikasikan berbagai olahraga yang sekarang ada di Indonesia perlu untuk segera diadakan. Hal ini disebabkan, karena masyarakat Indonesia dewasa ini sedang berada dalam suatu proses sosial budaya, yang perubahan mana dimana yang dekat ini bisa menyebabkan tidak berfungsinya lagi dalam suatu sistim sosial budaya yang telah berobah dapat diusahakan untuk dibuat sedemikian rupa sehingga bisa sesuai dengan system sosial budaya yang mungkin penting karena ada hubungannya dengan sosialisasi anak. Karena, olahraga itu dapat menjadi suatu alat yang penting bagi sosialisasi (Piaget, 1995).<br />
Lebih lanjut, penelitian olahraga dengan menggunakan pendekatan ilmu-ilmu sosial belum berkembang di Indonesia. Sedangkan penelitian yang dengan menggunakan pendekatan bio-medical baru mulai dikembangkan. Menurut hemat penulis, untuk mendapatkan hasil yang semaksimal mungkin dari suatu penelitian mengenai olahraga maka tidak ada salahnya kalau diwaktu-waktu yang akan datang diadakan suatu penelitian yang mengikut sertakan ahli-ahli dari berbagai bidang ilmu pengetahuan, baik dengan cara menggunakan pendekatan bio-medical maupun dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial. Mungkin suatu penelitian antar bidang mengenai suatu masalah olahraga akan juga tidak hanya menambah pengetahuan teoritis dan kegunaan praktis dari hasil penelitian yang diperoleh tetapi juga suatu tradisi untuk menggalang suatu kerjasama ahli-ahli dari bidang-bidang pengetahuan yang berbeda-beda didalam melakukan penelitian, menganalisa dan memecahkan masalah–masalah yang penting yang dihadapi.<br />
E. Olahraga Sebagai suatu fenomena Sosial.<br />
Dewasa ini olahraga menjadi suatu fenomena budaya yang tersohor dan kompleks, mempunyai dua konsekuensi yaitu fositif dan negatif untuk individu dan masyarakat. Hal itu mempunyai makna secara menyeluruh, jika tidak semuanya, tentu dikondisikan oleh institusi sosial, termasuk pendidikan, ekonomi, seni, politik, hukum, komunikasi massa dan diplomasi internasional. Mencakup beberapa penilaian, hampir setiap orang termasuk didalamnya, yang mengambil bagian.<br />
Pada ketentuan dari komitmen publik terhadap olahraga, saat ini, telah diterima dari berbagai studi seperti fenomena sosial. Agaknya keberadaan ambikuitas olahraga cukup besar untuk menjamin para ilmuan sosial dan berbagai penguraian yang jelas, untuk menjelaskan sendiri, pentingnya desakan sosial yang bersifat non eksis pada olahraga.<br />
Tanpa menyepelekan batasan studi olahraga, bahwa konsep suatu istilah ambikuitas mempunyai perbedaan makna untuk berbagai ragam pemahaman masyarakat. Ambikuitas merupakan upaya untuk menentukan cakupan topik pembahasan olahraga dari berbagai pemberitaan lewat surat kabar setiap hari. Ditemukan ragam kompetisi olahraga, iklan atau fashion olahraga, kebijakan-kebijakan mengenai perbaikan skill olahraga dalam penanganan tertentu, yang mudah dinyatakan dalam organisasi olahraga termasuk permasalahan mengenai rekrutmen atlet, keberhasilan dan kegagalan dalam pelaporan keuangan, kesenjangan politik dan skandal berbagai event olahraga.<br />
Adapun tinjauan batasan dari olahraga, agaknya memberikan suatu penilaian pada berbagai media massa, suatu pemahaman yang kompleks dari ragam fenomena olahraga yang memerlukan adanya suatu pendekatan konseptual secara sistimatik. Yang meliputi beberapa tahapan arah dan pertimbangan dalam berbagai istilah yang menjelaskan tingkatan analisis dalam olahraga yang ditinjau dari aspek akurasi, lembaga sosial, dan bentuk-bentuk cakupan sosial<br />
1. Olahraga sebagai suatu akurasi permainan. <br />
Mungkin sering memikirkan arti olahraga, secara khusus dari suatu analitik prospektif, bagaimanapun olahraga menjadi tunggal yang ditinjau sebagai suatu akurasi permainan aktual. Dalam paragraph tersebut terdapat karakteristik dasar dari permainan yang diuraikan secara singkat, dan referensi secara kontinu dibuat untuk olahraga sebagai suatu tipe khusus dari permainan. Dengan cara mendefenisikan suatu permainan dalam berbagai bentuk persaingan permainan dapat ditangani dengan menentukan kemampuan skill fisik, strategi atau perubahan, yang dikerjakan secara tunggal atau dalam berbagai kombinasi.<br />
1.1 Permainan<br />
Permainan kompetisi adalah pemberian konteks yang mempunyai satu atau lebih elemen-elemen permainan. Suatu permainan mempunyai tujuan yang tidak dapat dipertimbangkan secara sederhana sebagai suatu sub kelas permainan, sebab olahraga secara logis menjadi suatu kerangka permainan yang menjadi pembenahan suatu olahraga professional yang dipertimbangkan menurut kaidah defenisi yang saling terkait. Hal tersebut memerlukan satu aspek atau lebih yang mempunyai peranan dasar sebagai komponen-komponen permainan dan event-event bentuk organisasi yang lebih tinggi dari suatu olahraga yang tidak hanya komplek memberikan penilaian sesuai tingkat karakteristik permainan.<br />
Pengembangan karakteristik formal memainkan peranan yang disebut sebagai aktivitas bebas dalam mengembangkan suatgu kesadaran yang berada yang sama penyerapan pemahamnan permainan terjadi secara intensif dan beradaptasi suatu aktivitas yang berhubungan material, dan nomn profit yang dapat memberi keuntungan terhadapnya. Proses dalam memberikan aturan tetap dan pengem- bangan prilaku secara terdata. Memajukan bentuk dari suatu pengelompokan sosial cenderung meliputi tingkat tekanan yang dirasakan berbeda-beda dari suatu uraian umum dalam berbagai perbedaan atau makna lainnya (Huizinga, 1995:13).<br />
Caollois (1961) memberi batasan berbagai peranan secara aktif meliputi kebebasan, penyebaran, ketidakpastian, tidak prodoktif terhadap perubahan aturan dan karakteristik yang menumbuhkan suatu keyakinan. Hal tersebut dijelaskan sebagai berikut:<br />
a) Kebebasan<br />
Kebebasan dalam permainan adalah suatu aktivitas sukarela, yaitu tidak merasa tertekan untuk bermain, permainan dilakukan dalam suatu waktu yang bebas, dan permainan dapat memberikan inisiatif dan pemenuhan keinginan. Karakteristik dari permainan, termasuk beberapa bentuk dari permainan olahraga amatir.<br />
b) Penyebaran<br />
Huizinga dan Coillois mengartikan penyebaran bermain secara terbagai-bagi dan secara temporal terbatas. Kelayakan bermain ini secara tertentu benar dalam olahraga. Contoh banyaknya bentuk olahraga yang dapat dilakukan secara terbagi-bagi sesuai lingkup sosial millinium seperti pada lapangan matador banteng, stadion sepak bola, lapangan golf, lomba pacuan kuda dan kolam renang. Selanjutnya dengan beberapa pengecualian bentuk olahraga yang mempunyai aturan yang secara khusus dari durasi suatu konteks yang diberikan.<br />
c) Ketidakpastian<br />
Ketentuan atau hasil dari permainan tidak dapat ditentukan sebelum menanganinya. Sama halnya melakukan suatu penentuan karakteristik dari semua permainan yang dinyatakan dengan penanganan yang tidak pasti. Mungkin itu adalah faktor yang lebih dari suatu desakan atau tekanan dari konteks bermain. Ketentuan dari berbagai persaingan yang tidak sesuai adalah bentuk rutinitas untuk konteks dan muatan spectator terhadap upaya-upaya dalam meningkatkan keseimbangan antara pihak oposisi yang tercatat sebagai menentang kelayakan olahraga. Upaya-upaya secara bentuk berfokus pada permasalahan ukuran, skill dan pengalaman. Contoh upaya-upaya pengembangan kesamaan berdasarkan ukuran formasi dari bahasa atlet dan berbagai kaitan dengan kompensasi organisasi sosial memberikan ukuran dan rancangan dari suatu bobot kelas untuk permainan tinju dan gulat. Ilustarasi dari upaya dalam menentukan tingkat kesamaan di antara konteks yang berbasis skill dan pengalaman yang diterapkan menjadi pegangan untuk para pemain bolwing, golf, sesuai ragam tingkat rancangan aturan dari persaingan dalam suatu organisasi, termasuk berbagai tim pemain junior, kelas permainan atlet sekolah dan pemain dari draf tim baru yang harus menggunakan aturan liga professional.<br />
d) Perubahan aturan<br />
Semua tipe permainan dinyatakan berdasarkan aturan, yang bersifat formal atau non formal. Hal itu menyarankan bahwa olahraga dapat dibedakan dari permainan yang umum sesuai dengan pernyataan yang biasanya mempunyai ragam aturan yang lebih besar dan mempunyai jumlah norma formal yang absolut seperti uraian tertulis dan praturan normal sama halnya, sangsi yang dikenakan dalam jumlah yang bersesuaian dari berbagai pelanggaran permainan dalam olahraga. Contoh pemain basket ball harus bermain secara konsisten dengan tetap mematuhi aturan-aturan dan ketentuan permainan, pemain hoki harus mempunyai aturan waktu tertentu, berbagai aturan main dalam kotak finalti setelah permainan dilangsungkan, dan pemain sepak bola tidak dapat meninggalkan permainan tanpa ditentukan oleh wasit.<br />
Dengan respek terhadap tata normative permainan dan olahraga, suatu kelayakan eksplisit biasanya membatasi kriteria definitip untuk menentukan pemenang. Adapun aturan yang benar dari beberapa aturan yang mengikat, banyak kontestan yang melakukan aturan ambivalent yang sesuai dengan ketentuan batas waktu yang ditentukan final. Ragam makna pemenang dalam olahraga disesuaikan berdasarkan kesepakatan. Adapun yang relavan untuk diamati dalam berbagai persaingan olahraga adalah tingkat kapasitas yang tinggi, suatu seri konteks pertandingan gelanggang olahraga (seri dunia) dalam suatu upaya dalam suatu upaya dalam menetapkan suatu aturan yang menjadi unsur-unsur perubahan dari suatu kemenangan yang berbasis kesepakatan. Suatu tim disebut mendapatkan suatu kemenangan apabila kemenangan tersebut diakui oleh lawan bermain, bahkan diberikan suatu penghargaan lebih baik atau lebih unggul sesuai yang diharapkan.<br />
e) Membuat keyakinan.<br />
Huizinga dan Coillois mengistilahkan taraf signifikan terhadap suatu keyakinan terhadap permainan yang dilakukan diluar ordinary atau real dari suatu kelangsungan yang dapat dibedakan dengan suatu penetapan kualitas. Sementara karakteristik ini memainkan peranan dalam olahraga, yang menarik untuk dicatat bahwa pernyataan tersebut dinyatakan Vablen bahwa cakupan olahraga mempunyai karakteristik yang membuat keyakinan terhadap permainan dan eksploitasi kepada anak, khususnya kepada anak laki-laki, secara terlingkupi didalamnya. Membuat suatu keyakinan terhadap suatu proporsi yang sama dalam semua olahraga, memberikan adanya suatu apresiasi taraf kepercayaan secara menyeluruh (Vablen, 1934: 256) <br />
Huizinga (1955) telah mengamati bahwa penetapan kualitas dari suatu permainan membutuhkan adanya suatu kesadaran yang memainkan peranan terhadap keseriusan contoh, kejadian menangani perbincangan professional yang menyatakan adanya bentuk suatu tindakan “pekerjaan nyata”. Sama halnya, beberapa penulisan yang menjadi penerapan dalam menentukan suatu esensi dari suatu olahraga. Ronger Kahn memberikan contoh sebagai berikut:<br />
Banyak hal penting yang dapat menjadi aspek pelaporan dari olahraga Amerika yang secara diam-diam yang dapat diteliti suatu pemahaman rasional. Termasuk upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi berbagai kejadian penting dalam suatu permainan olahraga dan berbagai permainan semi olahraga yang dapat dilalui berdasarkan perjuangan untuk bersikap sesuai dengan tingkat jastifikasi dalam berbagai konstribusi yang dapat dikembangkan dalam permainan olahraga (Kahm, 1957: 10).<br />
Sebaliknya Huizinga (1955) secara hati-hati menunjukkan bahwa kesadaran dari permainan hanya dilakukan sesuai dengan makna suatu ketentuan secara serius. Seperti contoh mempertimbangkan keseriusan terhadap berbagai perlakuan yang berbeda dari permainan golf, keseriusan tersebut menjadi penanganan yang harus dikemukakan berdasarkan tingkat permainan olahraga yang ada di Amerika.<br />
Menerima kenyataan bahwa membuat kualitas yang lebih baik dari permainan mempunyai beberapa hal yang relavan terhadap olahraga, itu merupakan bentuk kesulitan secara empiris menjadi dasar dari permainan karakteristik ordinary – riil dalam permainan. Bagaimanapun dimensi sisi luar kehidupan nyata dari suatu permainan kemungkinannya dapat terlihat dalam: (1) Kualitas itu sendiri, (2) Penanganan artikel dan (3) Sumber potensi untuk aktualisasi diri atau produksi, maka kualitas itu sendiri.<br />
Dalam setiap permainan, kontestan melakukan beberapa hal yang sama dan beberapa aspek realitas eksternal seperti berbagai bentuk ras, pendidikan, pekerjaan dan status keuangan yang menjadi atribut relavan untuk durasi dari suatu pemberian konteks olahraga.<br />
Kendala artifical. Kendala yaitu penanganan individu dalam melakukan pekerjaan setiap hari tidak biasanya bersifat pra determinan yang rill sesuai cakupan terhadap kenyataan tertentu dan secara social memerlukan kondisi yang dapat ditemukan. Sebaliknya, dalam berbagai permainan penanganan secara artifical menentukan “taraf hidup dan mati” secara signifikan sebagai suatu kesulitan yang harus dilakukan seperti olahraga, mendaki gunung Alpine, yang biasanya secara esensial berkaitan dengan berbagai pengalaman pengalaman yang berharga.<br />
Sumber sumber potensial. Sama halnya, itu telah diamati banyak kondisi kehidupan rill dikembangkan menurut struktur dan proses yang diperlukan untuk cakupan terhadap berbagai kendala yang dapat ditangani, meskipun dalam suatu permainan atau situasi pertandingan semua struktur dan proses diperlukan untuk mengidealkan berbagai penanganan defibrillates dan realisasi kemungkinan alternatif dari tindakan secara potensial yang tersedia.<br />
Dalam jumlah yang demikian, pertandingan yang dimainkan secara bentuk satu atau lebih elemen permainan yaitu bebas, terbagi, tidak pasti, tidak produktif, terdata, dan membuat keyakinan. Unsur unsur tersebut yang memegang peranan permainan yang kompetitif.<br />
1.2 Kompetisi<br />
Kompetisi didefinisikan sebagai suatu perjuangan untuk supremasi antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi. Kata frase “antara dua atau lebih oposisi yang dihadapi” adalah interprestasi yang agak membatasi terhadap kompensasi hubungan kompetetif antara manisia dan objek lainnya dari suatu pengertian, diantara animasi dan bukan animasi. Dengan demikian hubungan persaingan mencakup :<br />
1. Persaingan antara satu individu dan individu lainnya seperti suatu pertandingan tinju atau sebuah pertarungan lari 100 meter.<br />
2. Kompetisi antara satu tim terhadap tim lainnya seperti permainan hoki atau pacuan.<br />
3. Kompetisi antara suatu individu atau suatu tim atau suatu objek animasi dari suatu pengertian antara pertarungan banteng atau pertarungan rusa.<br />
4. Kompetisi suatu individu atau suatu tim dan sebuah objek tanpa animasi dari suatu pengertian seperti pertandinagn kanon air atau mendaki gunung.<br />
5. Kompetisi antara suatu individu atau sebuah tim dan suatu standar “ideal seperti upaya individu untuk mengembangkan subuah rekor duia pada lari 150 meter atau suatu tim basket ball yang mencoba memecahkan rekor waktu. Kompetisi yang dianggap standar”ideal” juga mempunyai konseptual seperti penggunaan waktu atau ruang, atau sesuai dengan penanganannya tersendiri.<br />
Klasifikasi dapat ditentukan diantara empat penerapan tersebut diatas yang mengilustrasikan makna frase dua atau lebih oposisi yang berhadapan dan dapat dikasifikasikan dari kompetisi parse. Adapun bagan yang harus mempunyai relevansi untuk tujuan tersebut, nilainya dibatasi oleh kenyataan bahwa kategori secara mutual eksklusif atau secara mutual inclusive. Adapun setiap atau detik melakukan kompetisi dalam berbagai pertarungan secara kompetetif mencakup cara cara yang sesuai terhadap individu atau tim yang memperhadapkan suatu standar “ideal” (suatu upaya untuk mengembangkan individu dan/atau rekor tim yang dicapai).<br />
1.3 Penanganan Atribut : skill fisik,staraegi dan perubahan<br />
Laporan dan saran yang mendasari ragam permainan dunia dapat diklasifikasikan pada basis penanganan atribut seperti :<br />
1. Permainan skill fisik, dalam penanganan yang ditentukan oleh aktivitas permainan yang bergerak.<br />
2. Permainan strategis, dalam penanganan yang ditentukan dengan pilihan rasional antara ketentuan yang memungkinkan dan<br />
3. Permainan perubahan, yang mana penanganannya ditentukan oleh pertandinagn atau arti nyata yang tidak kontrol sebagai suatu yang ideal atau menyeluruh (Robert dan Sutton Smith 1962 hal.166)<br />
Contoh bentuk pemainan secara relatif dari aktivitas kompetisi pada setiap kategori yang menjadi konteks berat ringan, suatu pertandingan seperti pertandingan catur dan pertandingan yang memerlukan pemikiran, secara respective. Banyaknya permainan, bagaimanapun memerlukan suatu pembauran tertentu permainan kartu atau permainan bort, memerlukan ilustrasi secara umum suatu kombinasi startegi dan perubahan. Adapun perubahan yang juga berkaitan dengan olahraga, aturannya ditentukan penaganannya dari konteks secara umum untuk suatu penanganan minimun dalam tata pemahaman tingkat pemahaman yang menjadi atribut terhadap keuungulan. Agaknya secara interistik terlihat bahwa aturan utama dari perubahan dalam sebuah pertandingan olahraga adalah penentuan tingkat kesamaan. Contoh jawatan official yang menetapkan pertandingan sepak bola secara acak untuk menentukan tim yang akan melakukan quickoff bidang penaganannya dan menentukan persaingan diantara upaya upaya yang menjamin adanya peluang kesamaan.<br />
1.4 Penampakan Fisik<br />
Adapun olahraga dan bentuk permainan mempunyai beberapa jumlah karakteristik, atribut utama dari dua penampakan fisik. Olahraga dapat dibedakan dari permainan yang memerlukan penggunaan pengembangan skill fisik dan kemampuannya (yang memerlukan pelatiahan) untuk menentukan oposisi objek pengertian. Adapun banyaknya permainan memerlukan suatu tingkatan minimun skill fisik, yang tidak biasanya permintaan taraf skill fisik yang diperlukan olhragawan. Gagasan yang telah dikembangkan dari skill fisik yang praktis dan pembelajran yang menyarankan upaya suatu tingkatan yang tinggi dari sutu profesi satu atau lebih kemampuan fisik umum yang relevan terhadap kompetisi olahraga (seperti kekuatan, kecepatan, ketahanan,dan ketepatan). Adapun konsep penampakan fisik yang sesuai dengan penetuan oilahraga secra umum debedakan dari berbagai permainan, beberapa batasanbatasan alur permasalahan. Contoh suartu permainan draft diantara teman teman yang menentukan konteks kelayakan antara suami dan istri dan konteks memancing antara ayah dan anak yang juga menjadi pertimbangan dari suatu ketetapan bermain yang dikenal dalam suatu pertandingan olagraga.. Bahkan bila perlu penampakan fisik dapat menentukan penanganan secara formal terorganisir dan disponsori menurut konteks seperti penanganan draft, penanganan pacuan kuda atau berbagai turnamen memancing, mereka secara legigitimiasi menjadi ketentuan dalam label olahraga.<br />
Suatu pendekatan alternatif untuk menjawab pertanyaan yang disebutkan sebelumnya, bagaimanapun defenisi olahraga sebagai suatu ilusterasi permainan yang mendemonstrasikan penampakan fisik. Jika pendekatan selanjutnya yang dapat diterima, kemudian perbedaan tersebut akan memberikan jawaban diatas sesuai dengan tinjauan pendekastan suatu permainan sebagai suatu event yang unit dan olahraga sebagai suatu pola institusional. Seperti Weiss memberikan pemahaman yaitu:<br />
Suatu permainan adalah suatu akurasi: sebuah laporan dalam suatu pola. Suatu pola, merupakan kaidah utama, bahkan bersifat kelembangaan yang nampak. Sebuah olahraga didefenisikan menurut kondisi yang menjadi partisipan suatu batasan sesuai dengan permainan yang memberikan batasan aturan dan kemampuan suatu olahraga yang ditampilkan (Weis, 1967: 82).<br />
2. Olahraga sebagai suatu permainan institusional <br />
Untuk perlakuan olahraga sebagai Instusionalisasi sebagai pertimbangan olahraga suatu entites abstrak. Contoh organisasi dari suatu tim sepak bola seperti yang dijelaskan aturan yang dapat dibahas tanpa referensi untuk anggota dari tim khusus dan hubungan keterkaitan antara anggota tim yang dapat menjadi karakteristik referensi untuk persenalitas yang unit atau untuk penentuan waktu yang khusus. Dalam perlakuan olahraga duatu permainan instusional yang dapat diterima sebagai suatu perbedaan, pola pola indikasi dari struktur budaya dan social yang dikombinasikan kedalam suatu kompositas tunggal elemen dari nilai yang mencakup nilai nilai, norma - norma, saksi, pengetahuan dan posisi social (aturan dan status). Suatu keterkaitan makna dari istilah instutisional yang memerlukan pemahaman gagasan olahraga sebagai pola institusioanl atau blueprint pedoamn organisasi dan penetapan sautu permainan dan dukungan olahraga.<br />
Formulasi dari suatu penerapan aturan untuk sebuah permainan atau sebuah upaya mengenai kejadian khusus tidak hanya konsisten sebagai suatu pola konseptualisasi dalam hal ini. Institusioanalisasi dari suatu penerapan permainan yang mempunyai tradisi aplikasi dan definisi mengenai garis garis pedaoman untuk realisasi kedepan. Terlebih lagi, dalam permainan konkrit suatu kondisi yang sesuai dengan bentuk garis garis pedoman untuk masa yang akan dating. Terlebih lagi dalam memahami penerapan instiusional dalam pengertian sebuah olahraga baseball profesionall yang menjkafi permainan baseball berdasrkan pola institusioanal yang sama dan diantara istilah ini ada taraf institusioanalisasi daan secra empiris sesuai dengan taraf organisasi. Selanjutnya keten tuan empiris membentuk hal tersebut.<br />
Agar situasi pengertian institusi dari olah raga terhadpa berbagai permainan. Diantara permaianan dan olah raga yang menjadi pertimbangan dlam berbagai formulasi dan terorganisir. Adapun non olah raga institusional dalam menentukan karakteristik yang sama terhadap berbagai penentuan olah raga (permainan catur dan pacuan kuda), seperti permainan minoritas dan berbgai kasus dalam permainan olah raga sesuai dengan tingkat permintaan mendemonstrasikan menurut kelayakan fisik.<br />
2.1 Lingkup Organisasi <br />
Aspek organisasi dari olahraga yang dibhas melalui suatu uraian singkat dalam istilah tim, hubungan sponsor dan pemerintah.<br />
a. Team <br />
Kompetisi untuk permainan biasanya dipilih secara spontan dan secara bentuk disesuaikan mengikuti ketentuan kontes. Dalam olhraga bagaimanapun persaingan kelompok secara umum dipilih dengan penanganan, suatu keberpihakan yang susai yang telah dikembangkan melalui stabilisasi organisasi social. Adapun person individual dari suatu organisasi dapt dikembangkan sesuai posisi social atas kelompok lainnya.<br />
Adapun perbedaan kelayakan pada olahraga memperlihatkan suatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dalam permainan. Adapun auatu taraf dari aturan perbedaan yang ditemukan dlam permainan, Adapun permainan yanh sering mencakup beberaapa kontestant (seperti choker) contestant yang sering memberikan bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa bentuk aktivitas identik dan memberikan pertimbangan beberapa aturan yang sma sesuai status. Sebaliknya, dalam suatu olahraga jumlah partisipasi (basket ball) biasanya memberikan kombinasi beberapa kinerja aktivitas khusus dlam kelompok yang membedakan aturan aturan permainan. Terlebih lagi konteks spesial dan perbedaan aktivitas dapat di rangkin dalam beberapa ketentuan criteria seperti skill atau prestasi, yang juga mempunyai perbedaan status.<br />
b. Hubungan sponsor<br />
Adapun kelompok social permanen dikembangkan untuk tujuan kompetisi olahraga. Yang biasanya ditemukan dalam olahraga yang rill dari organisasi social yang dikembangkan oleh badan-badan social untuk tim pendukung. Badan sponsor ini mempunyai karakteristik ini secara langsung atau tidal langsun. Kelompok sponsor langsung termasuk sponsor berbagai liga permainan tim baseball, universitas yang mendukung tim santar perubahan tinggi dan urusan bisnis yang menjadi sponsor tim amateur. Organisasi sponsor tidak langsung termasuk sponsor barang olahraga, booster dan berbagai majalah olahraga.<br />
c. Pemerintah<br />
Sementara tipe permainan yang mempunyai norma-norma dan asosiasi sangsi berbagai ragam bentuk yang banyak dikembangkan sesuai kenyataan untuk mengembangkan *institusional formal atau lain dalam menentukan unsure unsure \budaya yang sering diterapkan aturan secara tertulis atau secara spontan dikembangkan untuk memberikan konteks berbagai modifikasi yang sederhana. Contoh, ada beberapa organisasi internbasional yang mendukung berbagai event (seperti komite olimpyade, federasi internasional bangsa bangsa, perserikatan senam internasional ) yang ada di amerika utara secara relatif merupakan organisasi besar yang mengalami perubahan menjadi amatur (asosiasi sekolah tinggi nasional), perserikatan atletik amatur), dan olahraga professional (seperti liga sepak bola nasional, liga hokki nasional).<br />
2.2 Lingkup Teknologi<br />
Dalam setiap olahraga, tercatat perlengkapan material, skill fisik dan badan ilmu pengetahuan yang memerlukan adanya penetapan persaingan yang memberikan perbaikan teknis pada tingkat persaingan. Sementara tipe permainan memerlukan adanya suatu pengetahuan yang masih minimun dan sering dikembangkan oleh skill fisik yang masih rendah dengan perlengkapan bahan olahraga yang sedikit, jenis olahraga yang tidak sesuai dengan bentuk bentuk permainan yang menjadi bentukan dalam membentuk suatu pengetahuan yang besar mengenai olahraga. Tingkat cakupan skill fisik ini memerlukan adanya perlengkapan material. Aspek teknis olahraga diklasifikasikan sebagai intrinsic dan ekstrinsik. Aspek teknologi intrinsic dari suatu olahraga terdiri atas aspek fisik dari skill, yang membetuhkan berbagai perlengkapan yang diperlukan dalam menetapkan suatu konteks perorangan. Contoh, teknologi intrinsic dari sepakbola termasuk a)perlengkapan (lapangan,bola,seragam) b) Pengembangan skill fisik yang diperlukan (berlari melempar, menendang, menahan dan menggundul serta c) pengetahuan (peranan,strategi,norma dll). Contoh unsur-unsur teknologi intrinsic termasuk sepakbola a) skill fisik yang harus dimiliki oleh pelatih, pimpinan pelatihan dan kru dasar, c) pengetahuan yang harus dituntut dari pelatih, tim fisik dan spectator.<br />
a. Lingkup symbolik<br />
Dimensi symbolik dari olahraga termasuk unsur tampilan, pemahaman dan ritual. Hizingga (1995) menyatakan bahwa pemain “….. mempromosikan formasi kelompok social yang cenderung menjadi lingkungan yang secret dan menekankan pada perbedaan dari pemahaman umum yang berbeda atau pemahaman lainnya”. Caillois (1961) mengeritik orientasi ini yang menyatakan keberatan bahwa “pemain cenderung untuk mengubah suatu pengertian misterius”. Ia selanjutnya menyatakan bahwa“ Bila hal itu dirahasiakan, pengemhangan suatu pengisian yang berfungsi saklemental dapat diyakini tidak memainkan peranan bahkan bersifat institusi.<br />
Albeit secara abivalen, itu memungkinkan adanya suatu kesepakatan diantara yang telah menulis. Sebaliknya, pemahaman yang luas dari Huizinga memberikan arti “rahasia “ yang menjadi pemahaman lain, Collins memberikan indikasi bahwa suatu institusi tidak hanya memainkan peranan yang dapat diterima. Tipe pemahaman selanjutnya menyebutkan “pembahasan yang rahasia “ dalam suatu olahraga, untuk keterkaitan dengan banyak bentuk persaingan olahraga dari norma norma yang membedakan aturan perilaku tersebut. Contoh, suatu team sepak bola yang mengijinkan menguasai lapangan praktek atau suatu team yang memberikan batasan akan pentingnya permainan permainan yang harus dikuasai dari permainan yang harus dimainkan secara terpadu.<br />
Suatu pembacaan yang dikembangkan dari Huizinga (1955) memainkan peranan yang menyimpulkan bahwa perlunya suatu pembahasan yang terbaik dalam menampilkan suatu permainan dan suatu ritual. Ini merujuk kepada suatu sample, yaitu “perbedaan dan tampilan tingkat validitas yang menekankan pemahaman” dan menyatakan bahwa bentuk permainan adalah“ suatu konteks yang terkadang memberikan representasi mengenai sesuatu,“penambahan bahwa persentase tampilan makna”. Unsur” yang dialamtkan”catatan yang dikemukakan oleh Huizinga yang memberikan karakteristik tertentu dari kebanyakan olahraga. Kemungkinan yang paling besar dalam pertandingan yang ekstrim yang dipertandingkan adalah bentuk bentuk permainan olahraga. <br />
Veblen menulis. Hal itu perlu mendapat perhatian untuk instansi, didalam memberikan makna perilaku dan permasalahan nyata yang melihat muatan akses dari norma dan tata implementasi suatu imajinasi yang secara serius menanganinya. Beberapa tinjauan histories memberikan penentuan suatu elaborasi dalam penentuan tingkat perubahan yang membutuhkan adanya tingkat pemahaman eksplisit (Veblen,1934: 256).<br />
Suatu tinjauan modern dan perhitungan analitik dari “tampilan” dan tanpa tampilan dalam olahraga yang dikemukakan oleh Stone (1955) yang menyajikan adanya suatu tinjauan yang sesuai dengan permainan yang ditunjukkan dalam melihat suatu komponen yang esensial dari olahraga. Hal tersebut memberikan suatu penilaian bahwa permainan dan tanpa permainan secara terpadu menunjukkan keseimbangan dalam olahraga, dan pertimbangan tersebut secara menyeluruh merupakan unsur spectacular dari olahraga dimana pada professional olahraga Amerika mengembangkannya dalam suatu permainan. Aturan yang diterapkan “termuat” dan terkait dalam berbagai permainan.<br />
Point ini dibuat dalam beberapa cara lain. Spectacular yang dapat memprediksi dan mengembangkan permainan tertentu, suatu permainan yang tidak dapat diprediksi dan tidak dapat ditentukan. Tampilan spectacular adalah tampilan yang sesuai dengan kinerja. Untuk mengembangkan hal tersebut terlihat adanya bentuk sesuai dengan permainan spectacular yang mempunyai fungsi yang dapat dijual dari ketidakpastian permainan (Stonen,1955.hal 98).<br />
Dalam beberapa perilaku yang berbeda para ahli sosiologi, erving Goffman (1961) telah menganalisis faktor faktor ketidakpastian dari suatu permainan dan tampilan permainan. Konsent dasar dari “kesenangan dalam bermain” ia menyatakan bahwa“ ke tidak pastian penanganan cukup memberikan peranan” terhadap keberhasilan permainan yang dikombaninasikan” tanpa tampilan pengenaan sanksi dengan penanganan problematik. Dengan makna tampilan Goffman memberikan arti bahwa“ Permainan dari pemain mempunyai peluang untuk memberikan tampilan atribut yang dapat dinilai. Dalam dunia sosial yang lebih luas, termasuk mengembangkan kekuatan, pengetahuan, intelegensi, penilaian kontrol tersendiri. Dengan demikian, pemahaman Stone tanpa memberikan tampilan signifikan secara spectacular dalam memahami pemahaman secara eksternal dari atribut non relevan terhadap respek kondisi permainan, sementara Goffman memperlihatkan tampilan permainan spectacular secara eksternal menentukan atribut yang relevan. <br />
Konsep lainnya berkaitan dengan tampilan dan keterpaduan yang relevan untuk olahraga yang ritual. Menurut Leach (1964)”Catatan ritual aspek ini menjelaskan perilaku formal yang tidak langsung memberikan konsekuensi teknologi “ritual” yang membedakan dari spectacular nyata secara umum mempunyai unsure-unsur yang lebih besar bersifat dramatis yang lebih serius. Leace menyatakan bahwa “kegiatan ritual yaitu symbolik yang dinyatakan mengenai sesuatu yang memerlukan pemaknaan tujuan”. Adapun ritual tersebut menunjukan suatu ebutuhan yang lebih fair. Secara empiris, ritual dapat dibedakan dari spectacular nyata dan ritual yang menekankan pada suatu sikap yang terpadu terhadap penentuan terhadap arah spectacular. Contoh ritual pada olahraga yang dapat ditangani antara kapten olahraga sebelum bermain dan antara wasit setelah bermain, dan berbagai bentuk bentuk permainan yang banyak dilakukan dalam suatu permainan. <br />
b. Lingkup pendidikan<br />
Lingkup pendidikan berfokus pada aktivitas yang berkaitan dengan transmisi skill dan pengetahuan terpadu. Banyak orang yang tidak memainkan proses pembelajaran dalam mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan suatu permainan dalam bentuk perilaku informal. Mereka belajar mengembangkan skill dan pengetahuan yang berkaitan dengan permainan melalui instruksi sebab akibat atau pengamatan yang berkaitan dengan keterkaitan olahraga. Baik diantara teman atau asosiasi. Sebaliknya, dalam olahraga, skill dan pengetahuan mempunyai kemampuan dalam pengembangan partisipasi actual bagi pemain atau atlet yang sering diperoleh lewat berbagai permainan melalui instruksi formal.<br />
Secara singkat, lingkup pendidikan dari olahraga yang institusional, memerlukan banyak permainan. Suatu alasan untuk situasi ini adalah kenyataan bahwa olahraga memerlukan adanya pengembangan skill fisik (seperti permainan yang sering dilakukan) dan pro efisiensi yang memerlukan dan yang lama dari praktek dan instruksi kualifikasi (sistimatika pelatihan). Akhirnya, akan merujuk keterkaitan instruksional personal dari program olahraga yang memiliki personal tambahan seperti manajer, para ahli fisik dan pelatih situasi yang tidak umum ditemukan dalam permainan. <br />
3. Olahraga sebagai institusi sosial <br />
Perluasan pemahaman olahraga sebagai pola institusional lebih lanjut, menjadi istilah yang dapat mendukung suatu institusi social. Schneider (1964:338) mengatakan istilah institusi mencatat setiap aspek dari kehidupan sosial yang membedakan nilai orientasi dan kepentingan, pemusatan perhatiannya meliputi fenomena sosial “penting”; hubungan keterkaitan dari “struktur stratragi signifikan.<br />
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa penentuan suatu olahraga yang ada dunia barat menjadi pertimbangan suatu institusi sosial seperti Boyle (1963:3, 4) menyatakan bahwa Olahraga permainan merupakan sejumlah tingkatan olahraga yang sesuai dengan masyarakat kontemporer, yang menjadi sentuhan di dalam mempengaruhi unsur-unsur tampilan seperti status, hubungan keterkaitan ras, bisniis, desain otomatif, model pakain, konsep kepahlawanan, bahasa dan nilai etika. Untuk selanjutnya kebijakan yang terbaik dapat dikembangkan dalam bentuk kehidupan masyarakat Amerika.<br />
Bila pertimbangan olahraga seperti suatu institusi sosial dalam istilah tata olahraga yang dapat memberikan penilaian. Tata olahraga dikembang- kan oleh semua organisasi sosial yang terorganisr, terpasilitasi dan teregulasi menurut kondisi olahraga. Maka organisasi yang baik adalah organisasi yang mengembangkan olahraga, club olahraga, tiem atlet, badan pemerintahan internasional untuk olahraga amatir dan professional yang telah dipublikasikan dalam berbagai majalah olahraga, dan lain-lain yang menjadi bagian dari tata olahraga. Untuk tujuan analitik terdapat 4 tingkatan organisasi dalam tata olahraga yang dapat dibedakan: (1) Primer, (2) teknis, (3) manjerial dan (4) tingkat perkembangan. Organsiasi pada tingkat primer, akan menghadapi berbagai keterkaitan diantara semua olahraga yang memiliki anggota sesuai karakteristik kepemimpinan administrasi yang secara formal mendelegasikan atau sesuai bentuk posisi. Contoh suatu bagian yang informal yang terorganisir dalam suatu team badan permainan baseball.<br />
Organsasi pada tingkat teknis juga terlalu besar secara simultan untuk melakukan hubungan tatap muka diantara anggota-anggota mereka yang cukup memberikan tingkatan dalam pengembangan organisasi berdasarkan hubungan administrasi suatu posisi dan pengembangan secara individual. Suatu team atlet secara skolestik dan secara universal merupakan contoh klasifikasi organisasi teknis yang dapat mengarahkan fungsi atlet sebagai pengembangan pemimpin yang administerasif. Pada tingkat manajerial, organisasi terlalu besar untuk setiap anggota yang mengetahui sedikit jumlah yang mengembangkan keanggotaan olahraga. Menjadi suatu kepemimpinan olahraga yang teradminstasikan menurut pengornisasian. Beberapa club professional (sepak bola, bola basket dan base ball)) yang merupakan organisasi sepak bola sosial sesuai tingkatan manajerial.<br />
Akhirnya organisasi pada tingkat perbandingan memiliki karakteristik yang sesuai dengan birokrasi keolahragaan yang mempunyai tingkat otoritas terpusat, mempunyai hirarki personal, ketentuan dan sesuai prosedural, yang menekankan adanya hubungan rasionalisasi pengoperasian dan hubungan impresional. Sejumlah bangsa yang ada di dunia mengembangkan badan olahraga internasional sesuai dengan badan olahraga professional dan amatir yang memberi penilaian terhadap organisasi menurut tipe kerjasama (komite olimpiade Internasional).<br />
Rangkuman, tata olahraga dikomposisikan menurut kategori utama secara primer, secara tehnis, manajerial dan kerjasama organisasi sosial yang tersusun, terspesialisasi dan mempunyai hubungan kegiatan interaksi sesama manusia dalam mengembangkan suatu nilai-nlai sesuai konsep yang meletakkan adanya makro analisis dari signifikasi sosial olahraga. Hal itu juga bermanfaat dalam tinjauan sejarah dan/atau prospektif komparatif. Contoh tata olahraga dari abab ke 19 yang ada di Inggeris, Rusia dapat di analisis dan konsenterasinya sama dengan yang ada di Amerika.<br />
<br />
4. Olahraga sebagai suatu bentuk cakupan sosial <br />
Person (1966) mengatakan Order olahraga dikaitkan dengan penerapan organisasi sosial secara menyeluruh bahwa penerapan organsiasi, fasilitas dan regulasi tindakan dalam suatu kondisi olahraga. Manusia melakukan tindakan yang terdiri dari struktur dan proses yang mermaknai manusia dalam mengembangkan atensi dan keberhasilan, implementasi dalam menentukan kondisi yang konkrit. Suatu kondisi olahraga kemudian terdiri dari konteks individu yang tereakup dalam olahraga.<br />
4.1 Definisi situasi dan cakupannya<br />
a. Situasi<br />
Menurut Fredsam, 1964) bahwa situasi merupakan total perangkat obyek, apakah orang, kolektif, obyek budaya atau lainnya merupakan respon aktor. Penetapan obyek yang berkaitan dengan kondisi olahraga spesifik agak lebih terpadu, range dari unsur lingkungan sosial dan fisik suatu permainan sepak bola berkaitan dengan dua cara untuk melakukan penghindaran dalam pemahaman sterategi olahraga yang dapat diterapkan dalam suatu team base ball lokal.<br />
Adapun banyak jenis situasi olahraga, jika tidak semuanya menjadi konseptualisasi sebagai suatu sistem sosial. Suatu sistem sosial didefenisikan oleh Caplow (1964) bahwa suatu perangkat seseorang dengan karakteristik identifikasi dalam hubungan yang dapat dikembangkan antara setiap orang dan interaksinya. Dengan Demikian setiap kondisi konstitusi suatu sistem sosial meliputi: <br />
Dua team peserta dalam penentuan bidang sepak bola, Induk dan anak dalam pengembangan permainan mancing dalam permian boat, Sebuah permainan golf profesi yang mendapat perhatian. Sistem sosial mempukoskan pembahasan sosiologi olahraga secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan tingkat akurasi permainan. Yaitu para ahli sosiologi olahraga menpusatkasn perhatiannya bagaimana, mengapa seorang mengembangkan olahraga dan apakah pengaruhnya dalam menentukan aspek lain dari lingkungan sosial.<br />
b.Cakupan<br />
Pengamatan kasus yang dapat memperlihatkan cakupan bahwa penyebarluasan dari penggunaan bahasa Inggeris menjadi kamus istilah defenisi yang banyak digunakan dalam berbagai penanganan kasus olahraga, walaupun permainan tersebut cenderung mencakup; kombinasi yang tidak pasti, untuk mengembangkan kepentingan atau emosi atau komitmen dan untuk pra asumsi yang menyerap secara lengkap mengenai olahraga. Bila berbicara dalam cakupan olahraga, kita dapat mengatakan bahwa olahraga merupakan suatu hubungan keterkaitan satu olahraga dengan olahraga lainnya. Terlebih lagi konsisten terhadap partisipasi aktif pada kondisi olahraga yang memerlukan tingkat partisipasi (antara lain atlet).<br />
<br />
4.2 Tipe Cakupan Olahraga<br />
Adapun secara prilaku yang mencakup dalam olahraga, orang dapat memahami secara konignif, afektif mencakup perbedaan aspek-aspek dari suatu kondisi yang singkat.<br />
a. Cakupan Afektif<br />
Adapun orang dapat berprilaku dalam banyak kondisi olahraga dengan cara dan waktu yang berbeda-beda. Adapun aturan olahraga adalah dilaksanakan atau dimainkan dapat diklasifikasikan dari satu, dua mode prilaku yang tercakup didalamnya cakupan primer dan skunder.<br />
Cakupan primer cenderung mencakup partisipasi aktuasl dalam permainan atau olahraga seperti yang dimainkan tanpa aturan yang dapat menghasilkan suatu permainan yang dapat di flemkan. Banyak olahraga khusus yang di dalamnya terdapat orang-orang juara, kalah, melahirkan bintang, pengganti super bintang, pemain marginal dan pemain-pemain yang tersohor.<br />
Cakupan pemain skunder termasuk bentuk-bentuk lain dari partisipasi, dari beberapa partipasi yang dapat menghasilkan olahraga dan partisipasi melalui pemenuhan konsumsi olahraga. Prosedur bertanggung jawab untuk tahapan ini adalah prosedur yang memiliki spektakuler dalam mengembangkan suatu permainan. Individu yang dapat memproduksi suatu permainan yang aktual atau even olahraga merupakan karakteristik pengembang olahraga yang secara aktual dapat mengembangkan adanya kompetisi olahraga secara langsung dalam berbagai konteks atau berbagai nuansa pemainan. Prosedur langsung mempunyai berbagai pimpinan yang mengembangkan tahapan insterumen dalam suatu permianan yang terdiri dari wasit, manajer dan kapten serta beberapa personal yang melayani suatu cakupan permainan yang dikembangkan. Prosedur yang tidak langsung adalah prosedur yang tidak mempunyai konsekuensi yang terlibat langsung dalam pertandingan namun memberikan kesesuaian dalam pengembangan teknis, promosi atau dukungan olahraga termasuk berbagai maskot, penyajian teknis permainan dan berbagai program-program jaminan olahraga.<br />
Pelanggan yang memahami pentingnya konsumen olahraga secara langsung mengembangkan kinerja satu sama lainnya (ini termasuk kaitan darti beberapa bentuk penyajian dalam mas media. Adapun kemungkian yang menjadi nuansa untuk dapat memainkan peranan dapat diharapkan lewat:<br />
1) Investasi untuk sejumlah waktu dan uang dalam berbagai dukungan olahraga secara langsung, atau tidak langsung <br />
2) Mempunyai tarap pengetahuan terpusat pada kinerja olahraga, statisitik olahraga dan strategi olahraga, <br />
3) Mempunyai cakupan efektif (emosi) satu atau lebih kelompok individu atau kelompok dalam sistem olahraga, <br />
4) Pengalaman dan internalisasi atau perasaan perbalisasi yang dapat memberi- kan konsumsi terhadap event olahraga, <br />
5) Menggunakan olahraga sebagai topik utama dari kompensasi dengan berbagai tampilan yang lebih strategis dan <br />
6) Menyusun pemahaman gaya hidup sesuai dengan event olahraga amatir dan professional.<br />
Perbedaan antara komsumsi langsung dan tidak langsung dapat di analisa dengan baik bila pertimbangan spetator menjadi bagian dari kondisi olahraga dan beberapa kaitan dan efek spontan dari beberapa even olahraga baik dalam komsumen olahraga.<br />
<br />
b. Cakupan kognitif<br />
Jumlah informasi olahraga yang dapat tersedia untuk setiap orang dalam berbagai Negara memungkinkan untuk dapat menghindari beberapa pengembangan olahraga dunia. Salah satu yang memerlukan informasi mengenai hal tersebut berdasarkan sejarah,struktur, aturan strategis dan kebutuhan teknis yang memberikan olahraga berdasarkan lingkup lingkungannya. Sebaliknya, pengetahuan mengenai keberhasilan atau kegagalan dari pemain secara khusus banyak terjadi dalam suatu team atau dalam liga yang menagani suatu even olahraga khusus juga memerlukan adanya kemungkinan tampilan ensiklopedik. Waktu untuk memahami mengenai probalitas tersebut sangat bersesuaian dengan studi komunikasi yang diterapkan. Adapun terapan tersebut mengarahkan kepada pemahaman orientasi mengenai peranan permainan dalam sistem kognitif pada olahraga umum dan pada kondisi olahraga yang mereka temukan secara khusus. <br />
c. Cakupan Psikomotor<br />
Apakah setiap orang dalam cakupan olahraga akan memberikan point yang sesuai dengan kondisi yang diperlukan menurut disposisi terhadap manifestasi olahraga. Bahkan secara aktual perkembangan olahraga akan menjadi suatu keindahan yang harus dikembangkan berdasarkan tingkat kekuatan legalitas atau identifikasi dalam suatu permainan atau team dalam berbagai perubahan emosional khususnya memahami pemahaman pentingnya olahraga. Contoh ekstrim termasuk pemain yang mengembangkan kontrol sosial dan sering melakukan penyerangan yang bersifat spectator.<br />
Makna efektif atau subjetif dari cakupan olahraga adalah multi dimensional dalam suatu pengertian. Kerja Osgood dan asosiasinya (Osgood, 1957) memperlihatkan bahwa makna kognitif atau secara dimensional merupakan objek yang diperlukan (kaitan sosial, material atau gagasan) yang mempunyai 3 pemahaman komponen atau faktor faktor yang mereka istilahkan meliputi (1) Faktor evaluasi , (2) Faktor potensi , (3) Faktor aktivitas. <br />
Mereka mempunyai identifikasi dari tiga faktor yang merupakan pembauran silang yang bersifat universal dengan menggunakan perbedaan somatic dari suatu instrumen yang meningkat, suatu akses yang konsisten dengan bipolar skala ajective. Dengan demikian untuk berbagai objek sosial contoh, peranan “atlet wanita” <br />
1) Faktor evaluasi paling dominan diidentik dengan skala bipolar baik buruk penilaian cantik jelek<br />
2) Faktor potensi adalah bentuk yang diukur dari skala lemah kuat, keras lunak dan ringan dan berat <br />
3) Faktor aktivitas yaitu biasanya di ukur dengan skala aktif pasif, cepat lambat dan statis dinamis. <br />
Untuk mengilustrsikan, Griffin (1973) melakukan pekerjaan skala diferensial somatik untuk menguji persepsi dari tiga faktor. Ia menemukan bahwa atlet wanita dan profesi wanita cenderung mempunyai keaktifan dan potensi (seperti nonfemine), sementara peranan egolowasi yang tinggi terhadap wanita atau teman dan ibu. Peranan selanjutnya yang dapat dinilai dari kenampakan yang tidak konsisten terhadap perilaku normative untuk wanita.<br />
Singkatnya,suatu kajian frekuensi disposisi keterkaitan antara olahraga adalah sikap dan berbagai sikap akan membantu berbagai manifestasi khusus dari olahraga yang umumnya mempunyai tiga tipe yang dapat dirasakan atau makna subjektif yang berkaitan dengan (1) suatu faktor evaluasi, (2) faktor potensi dan (3) faktor aktivitas. Pengertian ini merupakan makna subjektif dan makna dimensi emosional dari olahraga untuk berbagai untuk berbagai ragam kelompok dalam masyarakat yang akan dibahas pada point dalam teks ini<br />
Rangkuman, individu yang mengembangkan upaya pengembangan perilaku secara kognitif, dan afektif termasuk sebagai penerapan upaya penerapan olahraga seperti produser dan konsumen. Adapun cakupan perilaku dari suatu kelompok yang besar dari seseorang diidentifikasikan dengan pengembangan olahraga yang dapat diuji, taraf perbedaan dan pola cakupan penggunaan waktu yang disesuaikan.<br />
4.3 Derajat dan pola cakupan olahraga.<br />
Taraf cakupan yang dapat ditunjukkan dalam istilah frekuensi, durasi dan intentitas. Frekuensi cenderung disesuaikan dengan tingkat partisipasi, contoh permainan boling ganda yang dilakukan dua kali seminggu selama satu musim. Durasi dari penayangan ini meupakan partisipasi yang diberikan dalam setiap waktu. Contoh permainan tiga set dari pertandingan tenis atau mendengar penyiaran olahraga lima jam atu lebih setiap hari sabtu. Kombinasi frekuensi dan durasi mencakup sebagai suatu indeks dari suatu investasi individual dalam olahraga (sesuai jangka waktu dan biaya dikeluarkan) dalam suatu kondisi olahraga.<br />
Insentitas ini mencakup apa yang dicatat oleh Goffman (1961) yang telah memberikan label “pemahaman terpadu” atau apakah sarbin dan Allen (1968) cenderung memberikan perubahan “cakupan organis”. Kombinasi dari frekuensi, durasi dan intentitas menjadi pertimbangan suatu indeks komitmen personal individual untuk memberikan kondisi olahraga.<br />
Karena partisipasi setiap orang mempunyai frekuensi yang sama, durasi atau insentitas waktu, pola perbedaan dari cakupan olahraga yang sangat diharapkan. Empat pola pola terkait (diantara pola pola lainnya) merupakan cakupan normal, lingkup siklik, cakupan detergen dan perubahan perubahan cakupan terpadu (keynyon dan skuts, 1970). Cakupan normal adalah karakteristik yang terkait dalam berbagai partisipasi olahraga yang menjadi basis partisipasi dalam mengembangkan pola pola yang digunakan sesuai gaya hidup. Siklik adalah karakteristik partisipasi olahraga yang tidak mengembangkan aktivitas tersebut (setiap person) dapat memainkan peranan selama adanya tahapan yang terpadu. Cakupan divergen sekunder dari karakteristik “olahraga tambahan” akan menjadi terapan terpadu dalam pandangan Mcphee’s, 1963 yang menjadi istilah . memuat asumsi yang dapat meningkatkan adanya perubahan dalam penangannya”. Seperti penerapan praktis yang dapat diterapkan. Devergen aktif merupakan terapan pemahaman karir yang dapat memberikan kelangsungan hidup dalam pengembangan suatu tinjauan karakteristik “Asportual” individual dari berbagai asosiasi (actual atau vicarious) terhadap olahraga. Individu ini menerapkan sosialisasi menurut peranan olahraga atau apa yang dapat tercakup pada satuan waktu dan menjadi tersosialisasi karena adanya peluang, kepentingan yang rendah, kepentingan yang kompetetif terhadap prioritas atu pengalaman yang tidak sesuai terhadap prioritas atau pengalaman yang tidak sesuai terhadap drop out suatu olahraga.<br />
4.4 Batasan batasan cakupan olahraga.<br />
Suatu kepentingan dari seorang ahli sosiologi olahraga untuk mengidentifikasikan dan menjelaskan bagaimana dan mengapa orang mengkhendaki mengembangkan adanya fenomena olahraga. Secara spesifik, pertanyaan ini dipertanyakan : siapa yang secara bersama sama mengembangkan kegiatan social, kapan dan dimana (Mc Call dan Simons, 1966: 11). Para ahli sosiologi tertarik pada olahraga disebabkan ada 4 W “terikat” yaitu efektif, efek, outcome, atau variable konsekuensi.<br />
Dalam pengujian di atas empat variable terikat berkaitan dengan cakupan olahraga, objektif temuan batasan batasan atau kendala dari interaksi social dalam situasi olahraga. Ini termasuk kendala intrinsic, batasan budaya, batasan social, bataasn personal dan kondisi sejarah (lM cCall dan Simons, 1966: 14-38). Bab 2 menyarankan bagaimana batasan batasan dari interaksi social pada kondisi olahraga dapat dijelaskan dan dianalis dari suatu prospektif sosiologi.<br />
<br />
F. Sosiologi Olahraga<br />
Berbicara tentang sosiologi olahraga kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.<br />
Dua penentuan tujuan dalam sosiologi Olahraga adalah untuk menjelaskan pengertian sosiologi dan bagaimana mengilustrasikan perspektif ilmu sosiologi yang relevan dan dapat digunakan untuk studi olahraga. Batasan yang dapat diterima, fokus mengenai ilmu sosiologi dalam studi perilaku manusia yang dipengaruhi oleh organisasi sosial: ‘organisasi sosial’ cenderung menemukan cara bagaimana manusia dapat mengatur secara sosial mengenai ketentuan yang dapat diamati perilaku masyarakat yang terpadu dalam kondisi sosial yang banyak ditemukan dan agaknya ilmu psikologis atau karakteristik psikologis dalam suatu individu (Blau dan Scott, 1962). Bahkan ilmu sosiologi menarik dalam tinjauan perilaku sosial yang terorganisir, membedakan pengertian perspektif ilmu sosiologi yang tidak secara total memiliki relevansi terhadap ilmu sosial yang juga konsent terhadap dimensi sosial tindakan manusia. Dengan demikian, perbedaan orientasi sosiologi untuk studi perilaku manusia berfokus pada bentuk spesifik dari organisasi sosial: sistem sosial. <br />
Sistem yang menjadi kajian konsentrasi dari sosiologi yang secara langsung berkaitan. Dengan Struktur dan komposisi” dari sistem sosial, yaitu menjelaskan dan meganalisis sistem sosial dalam istilah kelayakan primer, termasuk atribut, batasan-batasan, komponen, unsur dan lingkungan. <br />
Fungsi dan perubahan” dari sistem sosial” yaitu fokus perhatian dari aspek dinamis sistem sosial seperti pengembangan proses sosialisasi, perubahan sosial, konflik, kontrol, komunikasi dan kepuasan.<br />
Perbedaan ragam sistem social meliputi (a) analitik dan empiris, (b) besar dan kecil, (c) sederhana dan kompleks. Ketiga hal tersebut diatas para ilmuan sosiologi memberikan suatu pemahaman sebagai hasil rangkuman yang menjelaskan bahwa ilmu sosiologi adalah studi ilmiah dari struktur dan komposisi, fungsi dan perubahan system social dan kaitannya terhadap perilaku manusia.<br />
Pengertian ilmiah dari sosiologi reflektif dalam bentuk teori dan empiris yang memerlukan adanya pembagian berdasarkan drap intelektual. Banyak ilmuwan lainnya, menganggap sosiologi sebagai suatu bentuk khusus dari keilmiahan yang spesifik yang dapat dicari (1). Menjelaskan pengertian sistem sosial, (2) menemukan hubungan keterkaitan antara sifat-sifat sistem sosial, menjelaskan ketidakterkaitan hubungan antara sistem sosial. <br />
Secara intrinsik kaitannya dengan tugas pengembangan dari konsep, proposisi dan teori-teori. Ada tiga istilah perbandingan unsur-unsur linguistik dasar dari bahasa ilmiah (Brodback, 1963; 45-47). Konsepnya adalah kata ilmu yang digunakan untuk label fenomena signifikan proposisi yang menjadi kalimat ilmu pengetahuan yang digunakan adalah hubungan keterkaitan antara konsep. Teori-teori paragraf ilmu yang digunakan menjelaskan hubungan keterkaitan antara kalimat yaitu adanya proposisi antar kaitan. <br />
G. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?<br />
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama satu atlet dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang. Mereka tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan mudah berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga, khususnya dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan. <br />
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.<br />
H. Hakikat Olahraga dan Penjas <br />
Hakekat olahraga, seperti hakekat lainnya, dalam olahraga ada beberapa konsep yang perlu dikaji dan dipahami secara mendalam. Konsep ini bersifat abstrak yaitu ‘mental image’. Walau kita tahu bahwa konsep ini abstrak, tetapi didalam konsep ini ada makna tertentu, walau perbedaan makna pada setiap individu berbeda-beda tentang ini. Konsep dasar tentang keolahragaan beragam, seperti bermain (play), Pendidikan jasmani (Physical education), olahraga (Sport), rekreasi (recreation), tari (dance). Bermain (play) adalah fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi, pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas bermain dalam nuansa riang dan gembira. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar. Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar. <br />
Olahraga bersifat netral dan umum, tidak digunakan dalam pengertian olahraga kompetitif, karena pengertiannya bukan hanya sebagai himpunan aktivitas fisik yang resmi terorganisasi (formal) dan tidak resmi (informal). <br />
Pendidikan jasmani pada dasarnya bersifat universal, berakar pada pandangan klasik tentang kesatuan erat antara “body and mind”, Pendidikan jasmani adalah bagian integral dari pendidikan melalui aktivitas jasmani yang bertujuan untuk meningkatkan individu secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional. <br />
Konsep pendidikan jasmani terfokus pada proses sosialisasi atau pembudayaan via aktifitas jasmani, permainan dan olahraga. Proses sosialisasi berarti pengalihan nilai-nilai budaya, perantaraan belajar merupakan pengalaman gerak yang bermakna dan memberi jaminan bagi partisipasi dan perkembangan seluruh aspek kepribadian peserta didik. Perubahan terjadi karena keterlibatan peserta didik sebagai aktor atau pelaku melalui pengalaman dan penghayatan secara langsung dalam pengalaman gerak sementara guru sebagai pendidik berperan sebagai “pengarah” agar kegiatan yang lebih bersifat pendeawsaan itu tidak meleset dari pencapaian tujuan.<br />
I. Perspektif Sosiologi Olahraga dalam fenomena sosial<br />
Secara umum, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dan proses-proses social yang terjadi di dalamnya antar hubungan manusia dengan manusia, secara individu maupun kelompok, baik dalam suasana formal maupun material, baik statis maupun dinamis.<br />
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, sosiologi diartikan sebagai ilmu masyarakat yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial,termasuk perubahan sosial. Struktur sosial adalah keseluruhan jalinan antara unsur-unsur sosial yang pokok yaitu kaidah sosial (norma), lembaga sosial, kelompok serta lapisan sosial. Proses social adalah pengaruh timbale balik antara berbagai segi kehidupan bersama, misalnya pengaruh timbale balik antara kemampuan ekonomi yang tinggi dengan stabilitas politik dan hukum, stabilitas politik dengan budaya, dan sebagainya.<br />
Telaah yang lebih dalam tentang sifat hakiki sosiologi akan menampakkan beberapa karakteristiknya yaitu :<br />
1. Sosiologi adalah ilmu sosial berbeda jika dibandingkan dengan ilmu alam / kerohanian.<br />
2. Sosiologi merupakan disiplin ilmu kategori bukan normatif, artinya bersifat non etis yakni kajian dibatasi pada apa yang terjadi, sehingga tidak ada penilaian dalam proses pemerolehan dan penyusunan teori.<br />
3. Sosiologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan murni, bukan ilmu pengetahuan terapan, artinya kajian sosiologi ditujukan untuk membentuk dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara abstrak.<br />
4. Sosiologi meupakan ilmu pengetahuan empiris dan rasional artinya didasarkan pada observasi obyektif terhadap kenyataan dengan menggunakan penalaran.<br />
5. Sosiologi bersifat teoritis yaitu berusaha menyusun secara abstrak dari hasil observasi. Abstrak merupakan kerangka unsur yang tersusun secara logis, bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat berbagai fenomena.<br />
6. Sosiologi bersifat komulatif, artinya teori yang tersusun didasarkan pada teori yang mendahuluinya.<br />
Obyek suatu disiplin ilmu dibedakan menjadi obyek material dan obyek formal. Obyek material adalah sesuatu yang menjadi bidang/kawasan kajian ilmu, sedang obyek formal adalah sudut pandang / paradigma yang digunakan dalam mengkaji obyek material. <br />
Sebagai ilmu sosial,obyek material sosiologi adalah masyarakat, sedang obyek formalnya adalah hubungan antar manusia, dan proses yang timbul dari hubungan manusia dalam masyarakat. Konsepsi masyarakat (society) dibatasi oleh unsur – unsur :<br />
• Manusia yang hidup bersama.<br />
• Hidup bersama dalam waktu yang relatif lama.<br />
• Mereka sadar sebagai satu kesatuan.<br />
• Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama yang mampu melahirkan kebudayaan.<br />
Secara khusus, sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat dipandang dari aspek hubungan antara individu atau kelompok. Hubungan yang terjadi karena adanya proses sosial dilakukan oleh pelaku dengan berbagai karakter, dilakukan melalui lembaga sosial dengan berbagai fungsi dan struktur sosial. Keadaan seperti ini ternyata juga terdapat dalam dunia olahraga sehingga sosiologi dilibatkan untuk mengkaji masalah olahraga.<br />
Sosiologi olahraga merupakan ilmu terapan, yaitu kajian sosiologis pada masalah keolahragaan. Proses sosial dalam olahraga menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan kerjasama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata yang sudah melembaga. Kelompok sosial dalam olahraga mempelajari adanya tipe-tipe perilaku anggotannya dalam mencapai tujuan bersama, kelompok sosial biasanya terwadahi dalam lembaga sosial, yaitu organisasi sosial dan pranata. Beragam pranata yang ada ternyata terkait dengan fenomena olahraga.<br />
J. BIDANG KAJIAN SOSIOLOGI OLAHRAGA<br />
Bidang kajian sosiologi olahraga sangat luas, mengingat hal itu para ahli berupaya mencari batasan bidang kajian yang relevan misalnya:<br />
a. Heizemann menyatakan bagian dari teori sosiologi yang dimasukkan dalam ilmu olahraga meliputi:<br />
• Sistem sosial yang bersangkutan dengan garis sosial dalam kehidupan bersama, seperti kelompok olahraga, tim, dan klub olahraga lainnya.<br />
• Masalah figure sosial, seperti figure olahragawan, Pembina, yang berkaitan dengan usia, pendidikan, dan pengalaman.<br />
b. Plessner dalam studi sosiologi olahraga menekankan pentingnya perhatian yang harus diarahkan pada pengembangan olahraga dan kehidupan dalam industri modern dengan mengkaji teori kompensasi.<br />
c. G Magname menguraikan tentang kedudukan olahraga dalam kehidupan sehari-hari, masalah olahraga rekreasi, masalah juara, dan hubungan antara olahraga dengan kebudayaan.<br />
d. John C.Phillips mengkaji tema yang berhubungan dengan olahraga dan kebudayaan, pertumbuhan, dan rasional dalam olahraga.<br />
e. Abdul Kadir Ateng menawarkan pokok kajian sosiologi olahraga yang meliputi pranata sosial, seperti sekolah, dan proses sosial seperti perkembangan status sosial atau prestise dalam kelompok dan masyarakat.<br />
<br />
Berikut ini contoh-contoh sosiologi olahraga yang dinyatakan oleh Abdul Kadir Ateng:<br />
• Pelepasan emosi (dengan cara yang dapat diterima masyarakat).<br />
• Pembentukan pribadi (mengembangkan identitas diri)<br />
• Kontrol sosial (penyerasian dan kemampuan prediksi)<br />
• Sosialisasi (membangun perilaku dan nilai-nilai bersama yang sesuai)<br />
• Perubahan sosial (interaksi sosial, asimilasi dan mobilitas)<br />
• Kesadaran (pola tingkah laku yang benar)<br />
• Keberhasilan (cara pencapaian dengan turut aktif atau sebagai penikmat)<br />
Dalam memahami arti sosiologi olahraga, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara sosiologi dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari ORKES (Olahraga Kesehatan). Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.<br />
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. <br />
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.<br />
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.<br />
<br />
K. Peran sosiologi dalam dunia pendidikan<br />
Dalam pengertian sederhana, sosiologi pendidikan memuat analisis-analisis ilmiah tentang proses interaksi sosial yang terkait dengan aktivitas pendidikan baik dari lingkup keluarga, kehidupan sosio-kultur masyarakat maupun pada taraf konstelasi di tingkat nasional. Sehingga dari sini bisa di dapat sebuah gambaran objektif tentang relasi-relasi sosial yang menyusun konstruksi total realitas pendidikan di negara kita. Sampai pada pemahaman tersebut segala bentuk wawasan dan pengetahuan sosiologis guna membedah tubuh pendidikan kita menjadi perlu untuk dibahas agar proses-proses pengajaran tidak bias ke arah yang kurang relevan dengan kebutuhan bangsa.<br />
Di sisi lain, jika perhatian kita tertuju pada lembaran sejarah perkembangan pendidikan masyarakat Indonesia, produk kemajuan sosial, meningkatnya taraf hidup rakyat, akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapan inovasi teknologi merupakan bagian dari prestasi gemilang hasil jerih payah lembaga pendidikan kita dalam upaya memajukan kehidupan bangsa Indonesia.<br />
Meningkatnya jumlah kaum terpelajar telah menjadi bahan bakar lajunya lokomotif kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Akan tetapi, beberapa kendala yang melingkari dunia pendidikan dalam kaitan dengan menurunnya kualitas output pendidikan kita menjadi bukti bahwa wajah persekolahan kita memerlukan banyak perbaikan. Melihat keberadaan sekolah begitu penting bagi eksistensi dan keberlangsungan pendidikan di negara kita maka topik ini akan mengarahkan lingkup kajian sosiologisnya kepada hakikat peran dan fungsi lembaga sekolah sebagai lembaga pendidikan. Tiga sub-judul berikutnya akan menindaklanjuti fokus pembahasan dengan titik tekan yang lebih spesifik. Pada sub-judul pertama, banyak digali tentang hubungan-hubungan sosial di dunia pendidikan dalam wadah organisasi formal. Di sini kriteria sekolah sebagai salah satu wujud organisasi formal ditinjau dari kaitan unsur-unsur sosial pendukungnya dalam proses mencapai tujuan pendidikan. Pada sub judul kedua lebih menyoroti konteks transaksi pendidikan di ruang kelas. Hal ini ditekankan, sebab ruang kelas merupakan representasi dari proses-proses pendidikan yang sesungguhnya, karena di dalamnya telah melibatkan komponen-komponen belajar mengajar secara langsung. Sedangkan pada sub judul yang ketiga, tinjauannya bertolak dari kenyataan bahwa sekolah tidak bisa lepas dari hubungan wadah eksternalnya.<br />
Kondisi sosio-kultur masyarakat tidak bisa tidak merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap proses-proses pendidikan di sekolah. Tiga batasan tinjauan di atas akan dipaparkan sebagai upaya untuk menyajikan beberapa manfaat analisis sosiologis terhadap dunia pendidikan<br />
L. ETIKA DAN MORAL DALAM OLAHRAGA<br />
Dalam ilmu sosiologi terdapat etika dan moral dalam pergaulan sehari-hari dan pada olahraga juga dikenal etika dan moral dan keduanya saling berkaitan. Hakikat etika itu sendiri adalah etika secara etimologis, kata ethics berasal dari kata Yunani, ethike yang berarti ilmu tentang moral atau karakter. Studi tentang etika itu secara khas sehubungan dengan prinsip kewajiban manusia atau studi tentang semua kualitas mental dan moral yang membedakan seseorang atau suku bangsa. Etika tidak mempunyai pretensi untuk secara langsung dapat membuat manusia menjadi lebih baik. Etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. (Franz Magnis Suseno,1989). Lebih lanjut dikatakan bahwa etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Jadi etika dan ajaran-ajaran moral tidak berada di tingkat yang sama. Untuk memahami etika, maka kita harus memahami moral.<br />
Selanjutnya Suseno mengatakan bahwa Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis.Senada dengan Scott Kretchmar mengemukakan etika mendasari tentang cara melihat dan mempromosikan kehidupan yang baik, tentang mendapatkannya, merayakannya dan menjaganya. Etika terkait dengan nilai-nilai pemeliharaan seperti kebenaran, pengetahuan, kesempurnaan, persahabatan dan banyak nilai-nilai lainnya.<br />
Etika dalam olahraga sangat diperlukan tanpa etika pelaku olahraga tidak dapat memahami konsep dasar dari olahraga itu sendiri misalnya seorang pemain bola yang tidak memahami etika dalam permainan apabila terjadi pelanggaran pemain tersebut dapat mengeluarkan pernyataan dan kata-kata yang tidak semestinya sehingga menambah rumit permasalahan tersebut dan memicu konflik yang lebih meluas lagi,karena itulah begitu pentingnya etika dalam berolahraga.<br />
Moral juga memegang peranan yang sama pentingnya dalam berolahraga moral sangat menentukan tingkat matangnya mental dari seorang pelaku olahraga. Dan adapun hakekat dari moral itu sendiri adalah Istilah moral dikaitkan dengan motif, maksud dan tujuan berbuat, moral berkaitan dengan niat. Suseno mengatakan bahwa moral selalu mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas. Selanjutnya dikatakan bahwa ada norma-norma khusus yang hanya berlaku dalam bidang atau situasi khusus. Seperti bola tidak boleh disentuh oleh pemain sepakbola, bila permainan berhenti maka aturan itu sudah tidak berlaku.<br />
Lebih lanjut dikatakan ada 4 nilai moral yang menjadi inti dan bersifat universal dan melekat dalam nilai moral dari ilmu olahraga yaitu :<br />
1. Keadilan.<br />
Keadilan ada dalam beberapa bentuk ; distributif, prosedural, retributif dan kompensasi. Keadilan distributif berarti keadilan yang mencakup pembagian keuntungan dan beban secara relatif. Keadilan prosedural mencakup persepsi terhadap prosedur yang dinilai sportif atau fair dalam menentukan hasil. Keadilan retributif mencakup persepsi yang fair sehubungan dengan hukuman yang dijatuhkan bagi pelanggar hukum. Keadilan kompensasi mencakup persepsi mengenai kebaikan atau keuntungan yang diperoleh penderita atau yang diderita pada waktu sebelumnya.Seorang wasit bila ragu memutuskan apakah pemain penyerang berada pada posisi off-side dalam sepakbola, ia minta pendapat penjaga garis. Semua pemain penyerang akan protes, meskipun akhirnya harus dapat menerima, jika misalnya wasit dalam kasus lainnya memberikan hukuman tendangan penalti akibat pemain bertahana menyentuh bola dengan tanganya, atau sengaja menangkap bola di daerah penalti. Tentu saja ia berusaha berbuat seadil mungkin. Bila ia kurang yakin, mungkin cukup dengan memberikan hukuman berupa tendangan bebas.<br />
2. Kejujuran.<br />
Kejujuran dan kebajikan selalu terkait dengan kesan terpercaya, dan terpercaya selalu terkait dengan kesan tidak berdusta, menipu atau memperdaya. Hal ini terwujud dalam tindak dan perkataan.<br />
Semua pihak percaya bahwa wasit dapat mempertaruhkan integritasnya dengan membuat keputusan yang fair. Ia terpercaya karena keputusannya mencerminkan kejujuran.<br />
3. Tanggung Jawab.<br />
Tanggung jawab merupakan nilai moral penting dalam kehidupan bermasyarakat, tanggung jawab ini adalah pertanggungan perbuatan sendiri. Seorang atlet harus bertanggung jawab kepada timnya, pelatihnya dan kepada permainan itu sendiri, tanggung jawab ini merupakan nilai moral terpenting dalam olahraga.<br />
<br />
4. Kedamaian<br />
Kedamaian mengandung pengertian : a)tidak akan menganiaya, b)mencegah penganiayaan, c) menghilangkan penganiaan, dan d)berbuat baik. Bayangkan bila ada pelatih yang mengintrusksikan untuk mencederai lawan agar tidak mampu bermain<br />
<br />
M. FUNGSI SOSIAL OLAHRAGA<br />
Kerangka fikir untuk menelaah fenomena sosial olahraga yang dikembangkan Nixon Stevenson 25 tahun lalu relevan untuk dibahas kembali. Kerangka berpikir ini memandang olahraga sebagai sebuahpranata sosial yang mengandung potensi untuk menjalankan beberapa fungsi yaitu fungsi sosial emosional , fungsi sosialisasi, fungsi integratif, fungsi politik, dan fungsi mobilitas sosial. Beberapa fungsi diatas dapat dikatakan fungsi instrumental olahraga.<br />
Fungsi sosio emosional olahraga meliputi dua mekanisme yaitu :<br />
1. Mekanisme untuk mengelola ketegangan dan konfik pada individu melalui saluran katartis dan aestetis.<br />
2. Pemberian kesempatan untuk membangkitkan adanya komunitas, pengakuan sebagai salah satu bentuk acara ritual untuk mempertahankan eksistensi budaya dan status sosial.<br />
Fungsi sosialisasi olah raga tercemin dalam kepercayaan bahwa olahraga adalah agen penting penting untuk mengalihkan nilai-nilai budaya kepada individu sehingga karakteristik kepribadiannya berkembang. Proses sosialisasi dalam kerangka pendidkan via gerak insani itu pada dasarnya adalah proses pembelajaran keterampilan, sifat-sifat, nilai, sikap, norma dan pengetahuan yang dikaitkan dengan prilaku yang ada pada saat sekarang atau yang diantisipasi sesuai dengan peranan sosial (De knop, 1996).Mekanisme yang berkaitan dengan dalam fungsi sosial yaitu adanya aspek pengukuh dan peniruan tokoh idola sebagai model.<br />
Fungsi integrasi olahraga berarti bahwa melalui olahraga dapat dicapai integrasi harmonis antar individu yang tadinya terpisah, teralienasi, atau terbuang dari lingkungnnya. Melalui kegiatan olahraga, proses identifikasi individu kedalam situasi kolektif akan tercapai.<br />
<br />
Hal ini terjadi melalui dua macam mekanisme yaitu :<br />
1. Melalui perasaan kental sebagai warga komunitas , seperti halnya terjadi dalam tim kabupaten , tim provinsi, atau tim nasional.<br />
2. Melalui perasaan sebagai ”orang dalam” dan “orang luar” integrasi terjadi karena kebulatan komitmen untuk mencapai tujuan bersama. <br />
Selain dari pada itu pendidikan jasmani dan olahraga begitu kaya akan pengalaman emosional. Aneka macam emosi terlibat di dalamnya. Kegiatan pendidikan jasmani dan olahraga yang berakar pada permainan, ketrampilan dan ketangkasan memerlukan pengerahan energi untuk menghasilkan yang terbaik.<br />
Pantas rasanya jika kita setuju untuk mengemukakan bahwa pendidikan jasmani dan olahraga merupakan dasar atau alat pendidikan dalam membentuk manusia seutuhnya, dalam pengembangan kemampuan cognitif, afektif dan psikomotor yang behavior dalam membentuk kemampuan manusia yang berwatak dan bermoral.<br />
Dari pemaparan materi dan teori yang dipaparkan diatas maka sebagai pelatih olahraga maupun guru penjas maka hendaknya kita mengetahui karakter peserta didik. Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :<br />
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai. (Seperti praktek jual-beli soal, mark up nilai, pemaksaan pembelian buku dsb)<br />
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.<br />
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.<br />
4. Secara kurikuler pendidikan nilai yang membentuk sikap dan perilaku positif juga bisa diberikan sebagai mata pelajaran tersendiri, misalnya dengan pendidikan budi pekerti. Akan tetapi penulis tidak menyarankan untuk di lakukan.<br />
5. Melalui pembinaan rohani siswa, melalui kegiatan pramuka, olahraga, organisasi, pelayanan sosial, karya wisata, lomba, kelompok studi, teater, dll. Dalam kegiatan-kegiatan tersebut para pembina melihat peluang dan kemampuannya menjalin komunikasi antar pribadi yang cukup mendalam dengan peserta didik.<br />
Adapun dampak yang dapat ditimbulkan apabila dimensi sosilogi tidak dimunculkan dalam kegiatan olahraga salah satunya adalah dampak terpinggirkan dampak lebih lanjut dari rasa terpinggirkan ialah timbulnya kebencian terhadap olahraga ! Kondisi demikian merupakan kondisi psikologis yang sangat tidak menguntungkan bagi perkembangan dan penyebarluasan olahraga di masyarakat. Dengan pengelolaan yang baik maka suasana lapangan dikala melakukan olahraga kesehatan, akan sangat meningkatkan gairah dan semangat hidup para Pelakunya Demikianlah maka potensi Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Kesehatan) sangat perlu difahami oleh semua fihak yang berkepentingan dalam pembinaan Peserta didik. Oleh karena itu pula maka tanpa Pendidikan Jasmani dan Olahraga, maka sesungguhnya Pendidikan menjadi tidak lengkap!<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
A. Kesimpulan<br />
Dari pembahasan yang telah penulis uaraikan maka dapat ditarik satu kesimpulah bahwa Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi, olahraga sebagai fenomena salah satu sarana pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.<br />
Dalam memahami arti olahrag sebagai fenomena sosial, kita harus juga mempertimbangkan Perspektif Sosiologi Olahraga, Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. <br />
Olahraga sebagai suatu aktivitas yang melibatkan banyak pihak telah disikapi secara dinamis dari pemahaman terhadap yang dianggap sebagai aktivitas primitive untuk mempertahankan hidup berubah menjadi proses sosial yang menghasilkan karakteristik perilaku dalam bersaing dan bekerja sama membangun suatu permainan yang dinaungi oleh nilai, norma, dan pranata lembaga.<br />
Kajian sosiologis yang berkaitan dengan kelompok sosial dapat dikenakan pada olahraga berdasarkan pada beberapa hal yakni situasi kondisi dan struktur, serta fungsi kelompok olahraga. Sarat dengan situasi dan kondisi yang kental akan persaingan dan tata aturan yang relative ketat sehingga tercipta rasa senang, santai, dan gembira.<br />
Berangkat dari paparan diatas, bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama, persaingan dan pertikaian, sehingga membutuhkan penyelesaian sementara waktu, menyadari keterkaitan dan keterikatannya dengan individu lain. Manusia membentuk kelompok sosial untuk memecahkan masalah hidupnya dengan mengunakan pendekatan ilmu sosiologi.<br />
Olahraga telah diapresiasikn sedemikian tinggi sebagai media untuk menunjukkan hegemoni, sehingga untuk menyelenggarakan,dan menciptakan para pelakunya, telah diupayakan berbagai pendekatan dengan melibatkan berbagai disiplin ilmu, yang disebut pendekatan inter-disiplin adalah pendekatan yang didasarkan pada pengetahuan dari ilmu psikologo, sosiologi, anatomo, dan fisiologi. Sedangkan pendekatan cros-disiplin adalah pendekatan yang difokuskan pada ilmu motor learning, psikologi olahraga, dan sosiologi olahraga.<br />
Dalam Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
B. Saran<br />
Berbicara tentang Olahraga sebagai fenomena sosial dalam sosiologi olahraga kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka ada bebarapa saran yang dapat di garis bawahi oleh penulis dalam makalah ini adalah:<br />
1. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat mengharap atas segala saran – saran dan kritikan bagi para pembaca yang kami hormati guna untuk membangun pada masa yang akan datang untuk menjadi yang lebih baik dalam membenarkan alur-alur yang semestinya kurang memuaskan bagi tugas yang kami laksanakan.<br />
2. Hubungannya dengan perkembangan Sosiologi Olahraga diharapkan masyarakat atau anak didik (Atlet) dalam mengembangkan hubungan antara masyarakat olahraga dan masyarakat dilingkungan olahraga diharapkan dapat mengetahui arti penting berinteraksi antar masyarakat olahraga dan masyarakat lingkungan<br />
3. Pendidikan Jasmani, olahraga dan sosiologi tidak bisa dipisahkan karena ketiganya saling mempengaruhi didalam meningkatkan dinamika sosial-budaya masyarakat.<br />
4. Sosiologi olahraga dalam kaitanya dengan olahraga sebagai fenomena sosial ini merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
5. Didalam memahami Pendidikan jasmani, olahraga dan sosiologi olahraga harus tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Agung Drs , Aspirasi , semester 1-2, penerbit dan percetakan Pustaka Manggala,2007.<br />
BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.<br />
Barnes, H. E., and Teeters, N. K. (1959). New Horizons in Criminology, 3rd ed. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.<br />
Betts, J. R. (1974). America's Sporting Heritage. 7850-1950. Reading, MA: Addison-Wesley. <br />
Babbie, E. (1973). Survey Research Methods. Belmont, Calif ; Wadsworth<br />
Babbie, E. (1975). The Practice of Social Research.. Belmont, Calif ; Wadsworth<br />
Bates, S, (1967). The Sociological Enterprise. Boston: Houhton Mifflin.<br />
Berger, P., and T. Luckman (1967). The Social Construction of Reality, New York : Anchor Books.<br />
Bernstein, J. (1973). The Secrets cf the old one-1.” The New Yorker (March 10): 44-101.<br />
Bernstein, J. (1975). “Physicist-1..” The New Yorker (October 13): 47-110. Used with permission.<br />
Bertrand, A.L. (1972). Social Organazation: A General Systems and Role Theory Perspective. Arlington Heights, III,: AHM. Used with permission.<br />
Blau, P. (1964). Exchange and Power in Social Life. New York: Wiley.<br />
Blau, P. (1969).”Objectives of sociology.” In R. Bierstedt (ed). A Design for Sosciology: Scope. Objectives and Methods, pp. 43-71. Philadelphia : The American Academy of Political and Social Science.<br />
<br />
Blau, P., and W.R. Scott (1962). Formal Organization . San Franscisco : Chandler.<br />
<br />
Blumer, H. (1969). Symbolic Interactionism: Persepective and Method. Englewood Cliffs, N.<.: Prentice-Hall.<br />
<br />
Bottomore, T. (1975).”Competing paradigms in macrosocilogy.” In A. Inkelers (ed). Annual Review of Socilogy, Vol.1, pp. 191-202. Palo Alto, Calif.: Annual Reviews, Inc.<br />
<br />
Buckley, W.F. (ed.) (1967). Sociology and modern systems Theory. Englewood Cliffs. N.J.: Prentice-Hall.<br />
<br />
Buckley, W.F. (ed.) (1968). Modern systems Research for the behavioral Scientist.Chicago: Aldine..<br />
<br />
Burgess, R., and D. Bushell (eds.) (1968). Behavioral Socialogy. New York: Columbia University Press<br />
<br />
Brown, D. (1988). Social Darwinism, private schooling and sport in Victorian and Edwardian <br />
<br />
Canada. In J. A. Mangan, Ed. Pleasure, Proselytism. London: Frank Cass, pp. 215-230.<br />
<br />
Carew, R. (1602). A Survey of Cornwall. London. <br />
<br />
Caillois, R. (1961). Man, Play dan Games. New York : Free Press.<br />
<br />
Caplow, T. (1964) Principles of Organization. New York : Harcourt, Brace and World.<br />
Collins, R. (1975). Conflict Socialogy. Toward An Explanatory Science. New York: Academic Press.<br />
<br />
Caplow, T. (1964) Principles of Organization. New York : Harcourt, Brace and World.<br />
<br />
Caplow, T, (1953). “The Creteria of organizational success.” Social Forces 32: 1-9. Used with permission<br />
<br />
Caplow, T. (1964). Principles of Organization. New York: Harcourt, Brace and World.<br />
<br />
Catton, W. (1964). “The development of sociological thought.” In R. Faris (ed.). Hand book of Modren Socilogy, pp. 912-950. Chicago: Rand McNally.<br />
<br />
Cooper, H.S. (1975).”A resonance with something alive-I. “ The New Yorker (June 21): 39-83. Used with permission.<br />
<br />
Coser, L. (1975).”Two methods in search of a substance.” American Sociological Review 40 (December): 691-700.<br />
<br />
Cotgrove, S. (1968). The Science of Society. New York: Barnes and Noble.<br />
Coaldey J. J. (1990). Sport in Society. Issues and Controversies 4th Ed. St. Louis: Times Mirror/Mosby<br />
Danzig, A. (1956). The History ofAmerican Football. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.<br />
<br />
Doby, J. (1954). An Introduction to Social Research. Harrisburg. Pa.: Stackpole. Used with permission.<br />
<br />
Durkheim, E. (1951). Suicide, New York: The Free Press.<br />
<br />
Durkheim, E. (1954).. The Rules of Sociological Method. New York: The Free Press.<br />
<br />
Dunning, E. (1971). The development of modern football. In E. Dunning, Ed. Sport: Readings from a Sociological Perspective. Toronto: University of Toronto, pp. 133-151.<br />
<br />
Dunning, E., and Sheard, K. (1979). Barbarians, Gentlemen and Players. New York: New York University.<br />
<br />
Durkheim, E. (1947). The Division of Labor in Society, trans. by G. Simpson. New York: Free Press. <br />
<br />
(Original work published 1893.)<br />
<br />
Eisenstadt, S. N. (1968).”Social instutions: The concept.” In D. E. Sills (ed.). International Encylopedia of the Social Science, 2nd ed.. Vol. 14, pp, 409-421. New York: Macmillan.<br />
<br />
Elias, N., and Dunning, E. (1971). Folk football in medieval and early modern Britain. In E. Dunning, Ed. Sport: Readings from a Sociological Perspective. Toronto: University of Toronto, pp. 116-132.<br />
<br />
Friedsam, H. (1964). “Social situation.” In J. Gould and W. Kolb (eds.), A Dictionary of the Social Sciences, pp. 667-668. New york : Free Press<br />
<br />
Festinger, L., and D. Katz (ed.) (1965). Research Methods in the Behavioral Sciences. New York: Holt, Rinehart and Winston.<br />
<br />
French, J. (1965).”Expriments in field sittings.” In L. Festinger and D. Katz (eds.). Research Methods in Behavioral Sciences, pp. 98-135. New York: Holt, Rinehart and Winston.<br />
<br />
Encyclopedia Britannica (1967). Basketball. Chicago: Wm. Benton, pp. 247-250.<br />
Furst, R. T. (1971). Social change and the commercialization of professional sports. International Review of sport Sociology, 6, 153-170.<br />
<br />
Glaser, B., and A. Strauss (1967). The Discory of Grounded Theory. Chicago: Aldine.<br />
<br />
Goffman, E. (1961). Encounters. Indianapolis : Bobbs-Merrill.<br />
<br />
Gocde, W., and P. Hatt (1952). Methods in Social Reseach. New York: McGrow-Hill.<br />
<br />
Grusky, O (1993). Managerial succession and organizational effetiveness. American Journal of Sosiology, 69: 21-31.<br />
<br />
Griffin, P. (1973). “What’s a nice girl like you doing in a profession like this ?” Quest XIX ( January ) : 96-101.<br />
<br />
Hobson, H. A. (1984). Shooting Ducks: A History of University of Oregon Basketball. Portland, OR: Western Imprints.<br />
<br />
Hoch, R (1972). Rip Off the Big Came. Garden City, NY: Anchor.<br />
<br />
Hodges, H. M. (1974). Conflict and Consensus: An Introduction to Sociology, 2nd ed. New York: Harper & Row.<br />
<br />
Holsti, O.R. (1969). Content Analysis and the Social Sciences and Humannities, Reading, Mass.: Addition-Wesley.<br />
<br />
Homan, G.C. (1967). The Nature of social Science. New York: Harcort. Brace and . Used with permission.<br />
<br />
Hopkins, T. (1964). The Exercise of Influence in Small Groups. Totowa, N. J.: The Bedminster Press.<br />
<br />
Horton, J. (1965). “Order and conflict theories of social problems as competing idiogies.” American journal of sociology 71: 701-713.<br />
<br />
Hunt, M. M. (1961).”How does it come to be so?”The New Yorker (January 28): 39-63. Used with permission.<br />
<br />
Hyman, H. (1972). Secondrary Analysis of sample surveys, New York: John Wiley.<br />
<br />
Huizinga, J. (1955). Homo Ludens-A Study of the Play Element in Culture. Boston : Beacon Press. Used with permission.<br />
<br />
Kahn, R. (1957). “Money, muscles and myths.” Nation CLXXXV (6 July) : 9-11. Used with permission.<br />
Kenyon, G. (1969). “Sport involvement : a conceptual go and some consequences thereof.” In G. Kenyon (ed.), Aspects of Contemporary Sport Sociology, pp. 77-100. Chicago : Athletic Institute. Used with permission.<br />
<br />
Kirlinger, F. (1972). Foundation of beahavioral Research, New York: Holt, Rinehart and Winston.<br />
<br />
Kluckhohn, F. (1940).”The participant-observer technique in small communities.” American Journal of sociology 46: 331-343.<br />
<br />
Krech, D., et al. (1962). Individual in Society. New York: McGrow-Hill.<br />
<br />
Leach, E. (1964). “Ritual.” In J. Gould and W. Kolb (eds.), A Dictionary of the Social Sciences, pp. 607-608. New York : The Free Press. <br />
<br />
Lueschen, G (1997); The Interdependence of Sport and Culture. Internasional Review of Sport of Sport Sosiology, 2 : 127- 141.<br />
<br />
Lueschen, G (1998); Sosiology of Sport. The Hague- Paris : Mouton & Co. <br />
<br />
Loy, JW (1987); Cooperation, Association and Contest. Jurnal of Conflict Resolution, 14 : 21-34.Sosiology of Sport. The Hague- Paris : Mouton & Co.<br />
<br />
McCall, G., and J. Simmons (1966). Identities and Interactions. New York : The Free Press.<br />
<br />
McPhee, W. (1963). Formal Theories of Mass Behavior. New York : The Free Press.<br />
<br />
Riesman, D., and Denney, R. (1954). Football in America: A study in culture diffusion. In D. Riesman, Individualism Reconsidered. New York: The Free Press, pp. 242-257.<br />
<br />
Osgood, C., G. Suci, and P. Tannenbaum (1957). The Measurement of Meaning. Urbana, III. : University of IIIinois Press.<br />
<br />
Parsons, T. (1966). Societies-Evolutionary and Comparative Perspectives. Englewood Clifls, N. J.: Prentice-Hall.<br />
<br />
Piaget, J (1995): The Moral Judgement of the Child. New York: Free Press.<br />
<br />
Roberts, J., and B. Sutton-Smith (1962). “Child training and game involvement.” Ethnology I : 166-185. Used with permission.GATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-55508477545615224982010-06-13T17:38:00.000-07:002010-06-13T17:38:33.403-07:00SOSIOLOGI OLAHRAGA<div style="text-align: center;"><span style="font-size: large;"><b style="font-family: "Helvetica Neue",Arial,Helvetica,sans-serif;"> GATOT JARIONO</b></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizDJF7SqXdf7107lx4A7UWiTmUvl8Cy1jmltCUzi9KsMRBaqD59nPZu1MIJogjuBE3bKyzPU8kmyyCiRPUEQbXdz-TWC5itD543xcBrgjTRL3yngtOaQ8-VdQ6tTzdcz2WEcbiwypPgZ6I/s1600/82497-bigthumbnail.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="160" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEizDJF7SqXdf7107lx4A7UWiTmUvl8Cy1jmltCUzi9KsMRBaqD59nPZu1MIJogjuBE3bKyzPU8kmyyCiRPUEQbXdz-TWC5itD543xcBrgjTRL3yngtOaQ8-VdQ6tTzdcz2WEcbiwypPgZ6I/s200/82497-bigthumbnail.jpg" width="200" /></a></div><div style="text-align: center;"><br />
</div>BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<a href="mailto:gatoetn@gmail.com">Kata Kunci Sosiologi→Pendidikan Jasmani → Olahraga</a><br />
A. Latar Belakang<br />
Sebelum penulis membahas makalah Pendidikan Jasmani Dan Olahraga tentang Analisa Sosiologi, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga terhadap dimensi Sosiologi dalam pendidikan jasmani dan olahraga, maka terlebih dahulu penulis akan membahas tentang pengertian pendidikan, Pendidikan jasmani, Olahraga dan sosilogi. Di dalam perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. <a href="mailto:gatoetn@gmail.com">Tulisan ini akan mendeskripsikan pendapat tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia.</a><br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Dari masa perkembangan peradaban kuno sampai munculnya abad (pencerahan) (renaisance) di eropa, bidang pendidikan mendapat tempat utama dan strategis dalam kehidupan pemerintahan. Pendidikan merupakan yang paling utama, hal itu setidaknya dapat kita lihat dari pendapat beberapa ahli berikut ini : Jean Jaqques Rosseau, seorang tokoh pembaharu Perancis menyebutkan, Semua yang kita butuhkan dan semua kekurangan kita waktu lahir, hanya akan kita penuhi melalui pendidikan. Aristoteles, ahli filsafat Yunani kuno berpendapat, bahwa perbaikan masyarakat hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu meperbaiki sistem pendidikan. Van de venter, tokoh politik ETIS atau balas budi, yang menjadi tonggak awal perkembangan munculnya golongan terpelajar Indonesia juga mengatakan, Pendidikan yang diberikan kapada rakyat pribumi, akan dapat merubah nasib pribumi, Tokoh Pendiri nasional yakni Ir. Soekarno dan Ki Hajar Dewantara, juga menyebutkan bahwa satu-satunya yang dapat mengubah nasib suatu bangsa hanyalah Pendidikan.<br />
Selanjutnya menurut UNESCO, badan PBB yang menangani bidang pendidikan menyerukan kepada seluruh bangsa-bangsa di dunia bahwa, jika ingin membangun dan berusaha memperbaiki keadaan seluruh bangsa, maka haruslah dari pendidikan, sebab pendidikan adalah kunci menuju perbaikan terhadap peradaban.oleh karena itu UNESCO merumuskan bahwa pendidikan itu adalah:<br />
1. Learning how to think (Belajar bagaimana berpikir)<br />
2. Learning how to do (Belajar bagaimana melakukan)<br />
3. Learning how to be (Belajar bagaimana menjadi)<br />
4. Learning how to learn (Belajar bagaimana belajar)<br />
5. Learning how to live together (Belajar bagaimana hidup bersama)<br />
Dengan demikian, jelaslah bahwa pendidikan adalah sesuatu yang sangat penting dan mutlak bagi umat manusia. Oleh karena itu, tidaklah sekedar transfer ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Tujuan pendidikan sesungguhnya menciptakan pribadi yang memiliki sikap dan kepribadian yang positif. Sikap dan kepribadian yang positif antara lain :<br />
1. Bangga berdisiplin<br />
2. Tahan mental menghadapi kesulitan hidup<br />
3. Jujur dan dapat dipercaya (memiliki karakter yang baik dan integritas yang baik atau suka bekerjasama dalam tim)<br />
4. Memiliki pola pikir yang rasional dan ilmiah<br />
5. Bangga bertanggung jawab<br />
6. Terbiasa bekerja keras<br />
7. Mengutamakan kepedulian terhadap sesamanya<br />
8. Mengutamakan berdiskusi dari pada berdebat (not conflict but consensus)<br />
9. Hormat pada aturan<br />
10. Menghormati hak-hak orang lain<br />
11. Memiliki moral dan etika yang baik<br />
12. Mencintai pekerjaan<br />
13. Suka menabung<br />
Menghasilkan manusia Indonesia seperti keadaan di atas merupakan keinginan insan pendidikan. Semua pendidik dan tenaga kependidikan di negeri ini harus memahami hal itu sehingga dalam melaksanakan setiap aktivitas belajar-mengajar, tidak hanya sekedar mentransfer ilmu pengetahuan kepada warga didik (warga belajar), tetapi kita harus membimbing mereka melalui melalui motivasi dan contoh keteladanan yang bermuara pada pembinaan sikap (behaviour) maupun etika/moral peserta didik ataupun warga belajar.<br />
B. Sosiologi kaitannya dengan Pendidikan Jasmani dan Olahraga dalam <br />
Berbicara tentang sosiologi kaitanya dengan pendidikan jasmani dan olahraga , maka yang akan dibahas dalam makalah ini adalah hubungannya dengan perkembangan interaksi masyarakat atau anak didik dalam mengembangkan sosialisasi perkembangan olahraga. Perkembangan pendidikan manusia akan berpengaruh terhadap dinamika sosial-budaya masyarakatnya. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan. Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Allah Yang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. <br />
Nah sejalan dengan pendidikan yang penulis uraikan diatas maka dalam sejarah dan perkembangan pendidikan olahraga di Indonesia penulis dapat menarik suatu garis yang kian lama kian menanjak. Masyarakat Indonesia yang dinamis akan mengakui bahwa persekutuan hidup itu hidup dan tidak hanya mengalami pengaruh pikiran dan kemampuan manusia individu saja bahkan juga mengalami pengaruh zaman dalam perkembangan ilmu pengetahuan modern seperti sekarang ini. Olahraga memberi kesempatan yang sangat baik untuk menyalurkan tenaga dengan jalan yang baik di dalam lingkungan persaudaraan dan persahabatan untuk persatuan yang sehat dan suasana yang akrab dan gembira. Tetapi kini kita menghadapi kubu-kubu yang kuat baik yang merupakan alam pikiran, sikap hidup, tradisi dan kebiasaan yang semuanya adalah peninggalan penjajahan ditambah dengan feodalisme semenjak 350 tahun yang lalu. Dan kadang-kadang kubu-kubu itu tidak dapat kita lihat tetapi dapat kita rasakan karena sembunyi di dalam diri manusia. Karena itu kita harus menyelami alam pikiran pandangan dan sikap seseorang untuk dapat membantu dia membuang sisa-sisa penjajahan yang masih bersarang dalam dirinya untuk secara sadar membantu gerakan olahraga.<br />
Dalam hal ini prestasilah yang memegang peranan dan merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Prestasi yang kita miliki selain mengangkat nama dan mengharumkan derajat bangsa Indonesia di dunia, suatu prestasi yang tinggi oleh seorang olahragawan Indonesia dapat membangkitkan dalam diri warga Negara, rasa bangsa yang sebesar-besrnya, semangat kebangsaan yang menyala-nyala dan jiwa persatuan yang sehebat-hebatnya sehingga terbangkit kekuatan-kekuatan baru pada dirinya dan mempunyai hasrat yang benar untuk ikut di dalam gerakan keolahragaan. Dalam dunia keloahragaan banyak kaitannya dengan bagaimana cara beradaptasi dan berinteraksi dengan lingkungan, Maka ilmu pendidikan sosiologi harus di fahami dan diterapkan oleh masyarakat terutama para olahragawan, Bertitik tolak dari hal tersebut di atas , maka penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “ ANALISA SOSIOLOGI, PENDIDIKAN JASMANI, DAN OLAHRAGA TERHADAP DIMENSI SOSIOLOGI, PENDIDIKANJASMANI DAN OLAHRAGA”<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
A. Pendidikan Jasmani dan Olahraga.<br />
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.<br />
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
Persepsi yang sempit dan keliru terhadap pendidikan jasmani akan mengakibatkan nilai-nilai luhur dan tujuan pendidikan yang terkandung di dalamnya tidak akan pernah tercapai. Orientasi pembelajaran harus disesuaikan, dengan perkembangan anak, isi dan urusan materi serta cara penyampaian harus disesuaikan sehingga menarik dan menyenangkan, sasaran pembelajaran ditujukan bukan hanya mengembangkan keterampilan olahraga, tetapi perkembangan pribadi anak seutuhnya. Konsep dasar pendidikan jasmani dan model pengajaran pendidikan jasmani yang efektif perlu dipahami bagi orang yang hendak mengajar pendidikan jasmani.<br />
Pengertian pendidikan jasmani sering dikaburkan dengan konsep lain, dimana pendididkan jasmani disamakan dengan setiap usaha atau kegiatan yang mengarah pada pengembangan organ-organ tubuh manusia (body building), kesegaran jasmani (physical fitness), kegiatan fisik (pysical activities), dan pengembangan keterampilan (skill development). Pengertian itu memberikan pandangan yang sempit dan menyesatkan arti pendidikan jasmani yang sebenarnya. walaupun memang benar aktivitas fisik itu mempunyai tujuan tertentu, namun karena tidak dikaitkan dengan tujuan pendidikan, maka kegiatan itu tidak mengandung unsur-unsur pedagogi.<br />
Pendidikan jasmani bukan hanya merupakan aktivitas pengembangan fisik secara terisolasi, akan tetapi harus berada dalam konteks pendidikan secara umum (general education). Tentunya proses tersebut dilakukan dengan sadar dan melibatkan interaksi sistematik antarpelakunya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. <br />
a) Pengertian Pendidikan Jasmani<br />
Definisi Pendidikan Jasmani ialah pendidikan yang mengaktualisasikan potensi aktivitas manusia yang berupa sikap tindakan dan karya untuk diberi bentuk, isi, dan arah menuju kebulatan kepribadian sesuai dengan cita-cita kemanusiaan. Pendidikan Jasmani merupakan terjemahan kata demi kata dari Negara barat : Lichamelijke opvoeding-Physical Education-Physique Libes Erziehung. Pendidikan Jasmani bukanlah imbangan terhadap pendidikan rokhani, jasmani dan rokhani merupakan satu kesatuan yang tidak dipisahkan. Pendidikan Jasmani di sekolah merupakan dasar yang baik bagi perkembangan olahraga di luar sekolah. Olahraga dan pendidikan jasmani tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat erat hubungannya dan saling mempengaruhi.<br />
Kata fisik atau jasmani (physical) menunjukkan pada tubuh atau badan (body). Kata fisik seringkali digunakan sebagai referensi dalam berbagai karakteristik jasmaniah, seperti kekuatan fisik (physical strenght), perkembangan fisik (physical development), kecakapan fisik (physical prowess), kesehatan fisik (physical health). dan penampilan fisik (physical appearance).<br />
Kata fisik dibedakan dengan jiwa atau fikiran (mind). Oleh karena itu, jika kata pendidikan (education) ditambahkan dalam kata fisik, maka membentuk frase atau susunan kata pendidikan fisik atau pendidikan jasmani (physical education), yakni menunjukkan proses pendidikan tentang aktivitas-aktivitas yang mengembangkan dan memelihara tubuh manusia.<br />
a) Nixon and Cozens (1963: 51): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani didefinisikan sebagai fase dari seluruh proses pendidikan yang berhubungan dengan aktivitas dan respons otot yang giat dan berkaitan dengan perubahan yang dihasilkan individu dari respons tersebut.<br />
b) Dauer dan Pangrazi (1989: 1): Mengemukakan bahwa pendidikan jasmani adalah fase dari program pendidikan keseluruhan yang memberikan kontribusi, terutama melalui pengalaman gerak, untuk pertumbuhan dan perkembangan secara utuh untuk tiap anak. Pendidikan jasmani didefinisikan sebagai pendidikan dan melalui gerak dan harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat agar memiliki makna bagi anak. Pendidikan jasmani merupakan program pembelajaran yang memberikan perhatian yang proporsional dan memadai pada domain-domain pembelajaran, yaitu psikomotor, kognitif, dan afektif.<br />
c) Bucher, (1979) : Mengemukakan pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari suatu proses pendidikan secara keseluruhan, adalah proses pendidikan melalui kegiatan fisik yang dipilih untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan organik, neuromuskuler, interperatif, sosial, dan emosional<br />
d) Ateng (1993:) : Mengemukakan; pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani yang bertujuan mengembangkan secara organik, neuromuskuler, intelektual dan emosional.<br />
<br />
Definisi Pendidikan jasmani adalah suatu proses pendidikan melalui aktivitas jasmani yang didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan dan perilaku hidup sehat dan aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Lingkungan belajar diatur secara seksama untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh ranah, jasmani, psikomotorik, kognitif, dan afektif.<br />
<br />
b) Fungsi Pendidikan Jasmani<br />
<br />
Fungsi pendidikan jasmani Annarino, Cowell, and Hazelton (1980: 62-63) mengklasifikasikan ke dalam enam aspek, yaitu (1) organik; (2) neuromuskuler; (3) perseptual; (4) kognitif; (5) sosial; dan (6) emosi.<br />
(a). Aspek Organik:<br />
a. Menjadikan fungsi sistem tubuh menjadi lebih baik sehingga individu dapat memenuhi tuntutan lingkungannya secara memadai serta memiliki landasan-landasan untuk pengembangan keterampilan.<br />
b. Meningkatkan kekuatan otot, yaitu jumlah tenaga maksimum yang dikeluarkan oleh otot atau kelompok otot<br />
c. Meningkatkan daya tahan otot, yaitu kemampuan otot atau kelompok otot untuk menahan kerja dalam waktu yang lama.<br />
d. Meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kapasitas individu untuk melakukan secara terus menerus dalam aktivitas yang berat dalam waktu relatif lama; hal ini tergantung pada efisiensi yang terdiri dari aliran darah, jantung dan paru-paru.<br />
e. Meningkatkan fleksibilitas, yaitu rentang gerak dalam persendian yang diperlukan untuk menghasilkan gerakan yang efisien dan mengurangi cidera.<br />
<br />
(b). Aspek Neuromuskuler:<br />
<br />
a. Menjadikan keharmonisan antara fungsi sistem saraf dan otot untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan.<br />
b. Mengembangkan keterampilan lokomotor, seperti: berjalan, melompat, meloncat, meluncur, melangkah, mendorong, berlari, menderap/mencongklang, bergulir, menarik<br />
c. Mengembangkan keterampilan non-lokomotor, seperti mengayun, melenggok, meliuk, bergoyang, meregang, menekuk, mengantung, membungkuk.<br />
d. Mengembangkan keterampilan dasar jenis permainan, seperti memukul, menendang, menangkap, berhenti, melempar, memulai, mengubah arah, memantul, bergulir, memvoli.<br />
e. Mengembangkan faktor-faktor gerak, seperti ketepatan, irama, rasa gerak, power, waktu reaksi, kelincahan<br />
f. Mengembangkan keterampilan olahraga dan dansa, seperti sepakbola, softball, bola voli, gulat, atletik, baseball, bola basket, panahan, hoki, anggar, tenis, bowling, golf, dansa.<br />
g. Mengembangkan keterampilan rekreasi, seperti hiking, tenis meja, berenang, berlayar.<br />
(c). Aspek perseptual:<br />
<br />
a. Mengembangkan kemampuan menerima dan membedakan di antara isyarat yang ada dalam situasi yang dihadapi agar dapat melakukan kinerja yang lebih terampil<br />
b. Mengembangkan hubungan-hubungan yang berkaitan dengan tempat/ruang, yaitu kemampuan mengenali objek-objek yang berada di depan, di belakang, di bawah, di sebelah kanan, atau di sebelah kiri dari dirinya.<br />
c. Mengembangkan koordinasi gerak-visual, yaitu kemampuan mengkoordinasikan pandangan dengan keterampilan gerak kasar yang melibatkan tangan, tubuh, dan/atau kaki<br />
d. Mengembangkan hubungan sikap tubuh-tanah, yaitu kemampuan memilih stimulus dari massa sensori yang diterima atau memilih jumlah stimulus terbatas yang menjadi fokus perhatian<br />
e. Mengembangkan keseimbangan tubuh (statis, dinamis), yaitu emampuan mempertahankan keseimbangan statis dan dinamis<br />
f. Mengembangkan dominansi (dominancy), yaitu konsistensi dalam menggunakan tangan atau kaki kanan atau kiri dalam melempar atau menendang.<br />
g. Mengembangkan lateralitas (laterility), yaitu kemampuan membedakan perbedaan di antara sisi kanan atau kiri tubuh dan di antara bagian dalam kanan atau kiri tubuhnya sendiri<br />
h. Mengembangkan image tubuh (body image), yeitu kesadaran bagan-bagian tubuh atau seluruh tubuh dan hubungannya dengan tempat atau ruang<br />
<br />
(d). Aspek Kognitif:<br />
a. Mengembangkan kemampuan mengeksplorasi, menemukan sesuatu, memahami, memperoleh pengetahuan, dan membuat keputusan-keputusan yang bernilai.<br />
b. Meningkatkan pengetahuan peraturan permainan, keselamatan, dan etika.<br />
c. Mengembangkan kemampuan penggunaan strategi dan teknik yang terlibat dalam aktivitas yang terorganisasi.<br />
d. Meningatkan pengetahuan bagaimana fungsi-fungsi tubuh dan hubungannya dengan aktivitas jasmani<br />
e. Menghargai kinerja tubuh; penggunaan pertimbangan yang berhubungan dengan jarak, waktu, tempat, bentuk, kecepatan, dan arah yang digunakan dalam mengimplementasikan aktivitas, bola, dan dirinya.<br />
f. Meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor pertumbuhan dan perkembangan yang dipengaruhi oleh gerakan<br />
g. Mengembangkan kemampuan untuk memecahkan problem-problem perkembangan melalui gerakan.<br />
<br />
(e). Aspek sosial:<br />
a. Penyesuaian baik dirinya dan orang lain dengan menggabungkan dirinya ke dalam masyarakat dan lingkungannya.<br />
b. Mengembangkan kemampuan membuat pertimbangan dan keputusan dalam situasi kelompok<br />
c. Belajar berkomunikasi dengan orang lain<br />
d. Mengembangkan kemampuan bertukar dan mengevaluasi ide dalam kelompok<br />
e. Mengembangkan kepribadian, sikap, dan nilai agar dapat berfungsi sebagai anggota masyarakat<br />
f. Mengembangkan rasa memiliki dan rasa diterima di masyarakat.<br />
g. Mengembangkan sifat-sifat kepribadian yang positif<br />
h. Belajar menggunakan waktu luang yang konstruktif<br />
i. Mengembangkan sikap yang mencerminkan karakter moral yang baik.<br />
<br />
(f). Aspek emosional:<br />
a. Mengembangkan respons yang sehat terhadap aktivitas jasmani melalui pemenuhan kebutuhan dasar.<br />
b. Mengembangkan reaksi yang positif terhadap penonton dan partisipasi melalui keberhasilan atau kegagalan.<br />
c. Melepas ketegangan melalui aktivitas fisik yang tepat<br />
d. Memberikan saluran untuk mengekspresikan diri dan kreativitas<br />
e. Menghargai pengalaman estetika dari berbagai aktivitas yang relevan<br />
<br />
c) Pengertian Olahraga<br />
Makna olahraga menurut ensiklopedia Indonesia adalah gerak badan yang dilakukan oleh satu orang atau lebih yang merupakan regu atau rombongan. Sedangkan dalam Webster’s New Collegiate Dictonary (1980) yaitu ikut serta dalam aktivitas fisik untuk mendapatkan kesenangan, dan aktivitas khusus seperti berburu atau dalam olahraga pertandingan (athletic games di Amerika Serikat)<br />
Menurut Cholik Mutohir olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk permainan, perlombaan/pertandingan, dan prestasi puncak dalam pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. <br />
Untuk penjelasan pengertian olahraga menurut Edward (1973) olahraga harus bergerak dari konsep bermain, games, dan sport. Ruang lingkup bermain mempunyai karakteristik antara lain; a. Terpisah dari rutinitas, b. Bebas, c. Tidak produktif, d. Menggunakan peraturan yang tidak baku. Ruang lingkup pada games mempunyai karakteristik; a. ada kompetisi, b. hasil ditentukan oleh keterampilan fisik, strategi, kesempatan. Sedangkan ruang lingkup sport; permainan yang dilembagakan. <br />
Tujuan utama olahraga bukanlah pembangunan fisik saja melainkan juga pembangunan mental dan spiritual. Olahraga (Lama) ialah merupakan suatu kegiatan yang dilakukan atas pilihan sendiri yang bermaksud menguatkan diri baik phisik maupun psychis tanpa mengharapkan suatu hasil materiil tetapi mengharapkan kenaikan prestasi. Olahraga (baru) ialah membentuk manusia Indonesia Pancasila yang fisik kuat-sehat berprestasi tinggi, yang memiliki kemampuan mental dan ketrampilan kerja yang kritis kreatif dan sejahtera. Jadi Olahraga ialah suatu usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada tiap manusia. Lebih tegas dikatakan bahwa olahraga untuk mempertahankan existensi kemanusiaan dan untuk melakukan cita-cita hidup bangsa. Olahraga merupakan pembentukan fisik dan mental<br />
<br />
B. Defenisi Sosiologi Pendidikan<br />
Bapak Sosiologi Dunia Auguste Comte (1798 – 1857) , anggapannya sosiologi terdiri dari dua bagian pokok, yaitu social statistics dan social dynamics. Sebagai social statistics sosiologi merupakan sebuah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara lembaga-lembaga kemasyarakatan. Social dynamics meneropong bagaimana lembagalembaga tersebut berkembang dan mengalami perkembangan sepanjang masa. Tiga tahap perkembangan pikiran manusia <br />
1. tahap teologis, ialah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia ini mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh sesuatu kekuatan yang berada di atas manusia.<br />
2. tahap metafisis, pada tahap ini manusia masih percaya bahwa gejala-gejala di dunia ini disebabkan oleh kekuatan-kekuatan yang berada di atas manusia.<br />
3. tahap positif, merupakan tahap di mana manusia telah sanggup untuk berpikir secara ilmiah. Pada tahap ini berkembanglah ilmu pengetahuan.<br />
Beberapa defenisi sosiologi pendidikan menurut beberapa ahli:<br />
I. Pengertian Sosiologi menurut Max Weber(1864-1920)<br />
<br />
1. Sosiologi adalah ilmu yang berusaha memberikan pengertian tentang aksi-aksi sosial.<br />
2. Teori Ideal Typus, yaitu suatu kosntruksi dalam pikiran seorang peneliti yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisis gejala-gejala dalam masyarakat.<br />
3. Ajaran-ajarannya sangat menyumbang sosiologi, misalnya analisisnya tentang wewenang, birokrasi, sosiologi agama, organisasi-organisasi ekonomi dan seterusnya.<br />
<br />
II. Pengertian Sosiologi menurut Charles Horton Cooley (1864-1929)<br />
1. Mengembangkan konsepsi mengenai hubungan timbal balik dan hubungan yang tidak terpisahkan antara individu dengan masyarakat.<br />
2. Teorinya mengidamkan kehidupan bersama, rukun dan damai sebagaimana dijumpai pada masyarakatmasyarakat yang masih bersahaja.<br />
3. Prihatin melihat masyarakat-kasyarakat modern yang telah goyah norma-normanya, sehingga masyarakat bersahaja merupakan bentuk ideal yang terlalu berlebih-lebihan kesempurnaannya.<br />
III. Pengertian Sosiologi menurut F.G. Robbins, sosiologi pendidikan adalah sosiologi khusus yang tugasnya menyelidiki struktur dan dinamika proses pendidikan. Struktur mengandung pengertian teori dan filsafat pendidikan, sistem kebudayaan, struktur kepribadian dan hubungan kesemuanya dengantata sosial masyarakat. Sedangkan dinamika yakni proses sosial dan kultural, proses perkembangan kepribadian,dan hubungan kesemuanya dengan proses pendidikan.<br />
IV. Pengertian Sosiologi menurut H.P. Fairchild dalam bukunya ”Dictionary of Sociology” dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental. Jadi ia tergolong applied sociology.<br />
V. Pengertian Sosiologi menurut Prof. DR S. Nasution,M.A., Sosiologi Pendidikana dalah ilmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.<br />
VI. Pengertian Sosiologi menurut F.G Robbins dan Brown, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu yang membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi individu untuk mendapatkan serta mengorganisasi pengalaman. Sosiologi pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.<br />
VII. Pengertian Sosiologi menurut E.G Payne, Sosiologi Pendidikan ialah studi yang komprehensif tentang segala aspek pendidikan dari segi ilmu sosiologi yang diterapkan.<br />
VIII. Pengertian Sosiologi menurut Drs. Ary H. Gunawan, Sosiologi Pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang berusaha memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis atau pendekatan sosiologis.<br />
<br />
Pada dasarnya, sosiologi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sosiologi umum dan sosiologi khusus. Sosiologi umum menyelidiki gejala sosio-kultural secara umum. Sedangkan Sosiologi khusus, yaitu pengkhususan dari sosiologi umum, yaitu menyelidiki suatu aspek kehidupan sosio kultural secara mendalam. Misalnya: sosiologi masayarakat desa, sosiologi masyarakat kota, sosiologi agama, sosiolog hukum, sosiologi pendidikan dan sebagainya.Jadi sosiologi pendidikan merupakan salah satu sosiologi khusus.<br />
Dari beberapa defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari seluruh aspek pendidikan, baik itu struktur, dinamika, masalah-masalah pendidikan, ataupun aspek-aspek lainnya secara mendalam melalui analisis atau pendekatan sosiologis.<br />
Jadi pengertian Sosiologi olahraga adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia dalam hubungan timbal balik dengan manusia di lingkungannya, mulai dari perilaku sederhana sampai yang kompleks. Perilaku manusia ada yang disadari, namun ada pula yang tidak disadari, dan perilaku yang ditampilkan seseorang dapat bersumber dari luar ataupun dari dalam dirinya sendiri.<br />
Ilmu sosiologi diterapkan pula ke dalam bidang olahraga yang lalu dikenal sebagai Sosiologi olahraga. Penerapan sosiologi ke dalam bidang olahraga ini adalah untuk membantu agar bakat olahraga yang ada dalam diri seseorang dapat dikembangkan sebaik-baiknya tanpa adanya hambatan dan faktor-faktor yang ada dalam kepribadiannya. Dengan kata lain, tujuan umum dari soiologi olahraga adalah untuk membantu seseorang agar dapat menampilkan prestasi optimal, yang lebih baik dari sebelumnya.<br />
C. Mengapa Sosiologi Olahraga Diperlukan dalam Olahraga?<br />
Untuk meningkatnya kerjasama dalam pertandingan dapat meningkatkan kerjasama satu atlet dengan atlet lainya dengan mudah dan cepat berinteraksi dengan lingkungan sekitar, baik dalam hal fisik maupun psikis, sehingga kemampuan olahraganya dapat berkembang. Mereka tidak mudah tegang dan cemas akan hasil pertandingannya, dan mereka merasakan mudah berkonsentrasi. Keadaan ini seringkali menyebabkan para atlet dapat menampilkan permainan terbaiknya. Para pelatih pun menaruh minat terhadap bidang sosiologi olahraga, khususnya dalam bagaimana berhubungan atau berinteraksi dengan lingkungan. <br />
Sosiologi olahraga juga diperlukan agar atlet dapat dengan mudah berfikir mengenai. mengapa mereka berolahraga dan apa yang ingin mereka capai? Sekali tujuannya diketahui, latihan-latihan ketrampilan sosiologis dapat menolong tercapainya tujuan tersebut.<br />
D. Hubungan Pendidikan Jasmani dan Olahraga dengan sosiologi olahraga<br />
Dalam memahami arti pendidikan jasmani, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sosiologi olahraga sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual.<br />
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. <br />
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat. Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.<br />
Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.<br />
Sosiologi olahraga , pendidikan jasmani dan olahraga melibatkan bentuk-bentuk gerakan, dan ketiganya dapat melumat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan. Bermain dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.<br />
<br />
E. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)<br />
Prespektif disini diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar yang paling banyak sumbangannya kepada pendekatan pendidikan jasmani dan olah raga dengan sosiologi olahraga. Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920- an s/d 1960-an. Ketika Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak sekedar satu alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan alternatif lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat “mistik”, “mentalistik”, dan “subyektif”. Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang “dapat diamati” (observable), yaitu pada “apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan (doings)”. Dalam hal ini pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan perilaku sosial. Para “behaviorist” memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan “tanggapan” (responses), dan lingkungan ke dalam unit “rangsangan” (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan ” seorang teman datang “, lalu memunculkan tanggapan misalnya, “tersenyum”. Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak terlalu mengejutkan jika para behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang menggunakan pendekatan “kotak hitam (black-box)” . Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam tadi srtuktur internal atau proses mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan karena tidak dapat dilihat secara langsung (not directly observable), bukanlah bidang kajian para behavioris tradisional.<br />
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui percobaan yang dinamakan “operant behavior” dan “reinforcement“. Yang dimaksud dengan “operant condition” adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan “operant behavior“. Yang dimaksud dengan “reinforcement” adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja). Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi. Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory).<br />
a. Teori Pembelajaran Sosial.<br />
Di tahun 1941, dua orang psikolog – Neil Miller dan John Dollard – dalam laporan hasil percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan Dollard dinamakan “social learning ” - “pembelajaran sosial”. Perilaku peniruan (imitative behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka “para individu harus dilatih, dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.”, demikian saran yang dikemukakan oleh Miller dan Dollard. Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak. Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari banyak perilaku “baru” melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu tadi, dimasa lampau.Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963), mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan. Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melaluipeniruan, bahkan tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut “observational learning” – pembelajaran melalui pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model, misalnya melalui film atau bahkan film karton. Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial seyogianya diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benarbenar melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1) bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3) begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.<br />
<br />
b. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)<br />
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosialpun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang salingmempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan. Berdasarkan keyakinan tersebut Homans dalam bukunya “Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : “Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan dengan prinsip tersebut berbunyi ” seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkannya – makin tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya – dan keuntungan yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya - makin tinggi investasi, makin tinggi keuntungan”. Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran sosial adalah perilaku sosial seseorang hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (black-box). Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku yang teramati dengan lingkungan. <br />
c. Teori Kognitif Kontemporer<br />
Dalam tahun 1980-an, konsep kognisi, sebagian besarnya mewarnai konsep sikap. Istilah “kognisi” digunakan untuk menunjukan adanya proses mental dalam diri seseorang sebelum melakukan tindakan. Teori kognisi kontemporer memandang manusia sebagai agen yang secara aktif menerima, menggunakan, memanipulasi, dan mengalihkan informasi. Kita secara aktif berpikir, membuat rencana, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Manusia memproses informasi dengan cara tertentu melalui struktur kognitif yang diberi istilah “schema” (Markus dan Zajonc, 1985 ; Morgan dan Schwalbe, 1990; Fiske and Taylor, 1991). Struktur tersebut berperan sebagai kerangka yang dapat menginterpretasikan pengalaman-pengalaman sosial yang kita miliki. Jadi struktur kognisi bisa membantu kita mencapai keterpaduan dengan lingkungan, dan membantu kita untuk menyusun realitas sosial. Sistem ingatan yang kita miliki diasumsikan terdiri atas struktur pengetahuan yang tak terhitung jumlahnya. Intinya, teori-teori kognitif memusatkan pada bagaiamana kita memproses informasi yang datangnya dari lingkungan ke dalam struktur mental kita Teori-teori kognitif percaya bahwa kita tidak bisa memahami perilaku sosial tanpa memperoleh informasi tentang proses mental yang bisa dipercaya, karena informasi tentang hal yang obyektif, lingkungan eksternal belum mencukupi.<br />
F. Perspektif Kognitif (The Cognitive Perspective)<br />
Kita telah memberikan indikasi bahwa kebiasaan (habit) merupakan penjelasan alternatif yang bisa digunakan untuk memahami perilaku sosial seseorang di samping instink (instinct). Namun beberapa analis sosial percaya bahwa kalau hanya kedua hal tersebut (kebiasaan dan instink) yang dijadikan dasar, maka dipandang terlampau ekstrem - karena mengabaikan kegiatan mental manusia. Seorang psikolog James Baldwin (1897) menyatakan bahwa paling sedikit ada dua bentuk peniruan, satu didasarkan pada kebiasaan kita dan yang lainnya didasarkan pada wawasan kita atas diri kita sendiri dan atas orang lain yang perilakunya kita tiru. Walau dengan konsep yang berbeda seorang sosiolog Charles Cooley (1902) sepaham dengan pandangan Baldwin. Keduanya memfokuskan perhatian mereka kepada perilaku sosial yang melibatkan proses mental atau kognitif . Kemudian banyak para psikolog sosial menggunakan konsep sikap (attitude) untuk memahami proses mental atau kognitif tadi. Dua orang sosiolog W.I. Thomas dan Florian Znaniecki mendefinisikan psikologi sosial sebagai studi tentang sikap, yang diartikannya sebagai proses mental individu yang menentukan tanggapan aktual dan potensial individu dalam dunia sosial”. Sikap merupakan predisposisi perilaku. Beberapa teori yang melandasi perpektif ini antara lain adalah Teori Medan (Field Theory), Teori Atribusi dan Konsistensi Sikap (Concistency Attitude and Attribution Theory), dan Teori Kognisi Kontemporer.<br />
G. Perspektif Struktural<br />
Telah kita catat bahwa telah terjadi perdebatan di antara para ilmuwan sosial dalam hal menjelaskan perilaku sosial seseorang. Untuk menjelaskan perilaku sosial seseorang dapat dikaji sebagai sesuatu proses yang (1) instinktif, (2) karena kebiasaan, dan (3) juga yang bersumber dari proses mental. Mereka semua tertarik, dan dengan cara sebaik mungkin lalu menguraikan hubungan antara masyarakat dengan individu. William James dan John Dewey menekankan pada penjelasan kebiasaan individual, tetapi mereka juga mencatat bahwa kebiasaan individu mencerminkan kebiasaan kelompok – yaitu adatistiadat masyarakat – atau strutur sosial . Para sosiolog yakin bahwa struktur sosial terdiri atas jalinan interaksi antar manusia dengan cara yang relatif stabil. Kita mewarisi struktur sosial dalam satu pola perilaku yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya, melalui proses sosialisasi. Disebabkan oleh struktur sosial, kita mengalami kehidupan sosial yang telah terpolakan. James menguraikan pentingnya dampak struktur sosial atas “diri” (self) – perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Masyarakat mempengaruhi diri – self. Sosiolog lain Robert Park dari Universitas Chicago memandang bahwa masyarakat mengorganisasikan, mengintegrasikan, dan mengarahkan kekuatan-kekuatan individuindividu kedalam berbagai macam peran (roles). Melalui peran inilah kita menjadi tahu siapa diri kita. Kita adalah seorang anak, orang tua, guru, mahasiswa, laki-laki, perempuan, Islam, Kristen. Konsep kita tentang diri kita tergantung pada peran yang kita lakukan dalam masyarakat. Beberapa teori yang melandasi persektif strukturan adalah Teori Peran (Role Theory), Teori Pernyataan – Harapan (Expectation-States Theory), dan Posmodernisme (Postmodernism)<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
Dalam memahami arti pendidikan jasmani dan, kita harus juga mempertimbangkan hubungan antara Pendidikan jasmani dan olahraga (sport) dengan sosiologi olahraga sebagai istilah yang lebih dahulu populer dan lebih sering digunakan dalam konteks kegiatan sehari-hari. Pemahaman tersebut akan membantu para guru atau masyarakat dalam memahami peranan dan fungsi pendidikan jasmani secara lebih konseptual. <br />
Sejak manusia lahir di dunia, ia telah berjuang untuk mempertahankan kehidupan yang wajar, untuk dapat hidup dengan tenaga dan pikirannya. Untuk itu manusia memperkembangkan kekuatan fisik dan jasmani supaya badannya cukup kuat dan tenaganya cukup terlatih, menjadi tangkas untuk melakukan perjuangan hidupnya. Disamping itu menjadi kebutuhan hidup tiap manusia dan menjadi sifat manusia untuk mencoba kekuatan dan ketangkasannya dengan manusia-manusia lain.<br />
Pendidikan jasmani merupakan bagian integral dari sistem pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikan jasmani harus diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan pendidikan jasmani bukan aktivitas jasmani itu sendiri, tetapi untuk mengembangkan potensi siswa melalu aktivitas jasmani.<br />
Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif. <br />
Ketika kita menunjuk pada olahraga sebagai aktivitas kompetitif yang terorganisir, kita mengartikannya bahwa aktivitas itu sudah disempurnakan dan diformalkan hingga kadar tertentu, sehingga memiliki beberapa bentuk dan proses tetap yang terlibat. Peraturan, misalnya, baik tertulis maupun tak tertulis, digunakan atau dipakai dalam aktivitas tersebut, dan aturan atau prosedur tersebut tidak dapat diubah selama kegiatan berlangsung, kecuali atas kesepakatan semua pihak yang terlibat.<br />
Di atas semua pengertian itu, olahraga adalah aktivitas kompetitif. Kita tidak dapat mengartikan olahraga tanpa memikirkan kompetisi, sehingga tanpa kompetisi itu, olahraga berubah menjadi semata-mata bermain atau rekreasi. Bermain, karenanya pada satu saat menjadi olahraga, tetapi sebaliknya, olahraga tidak pernah hanya semata-mata bermain; karena aspek kompetitif teramat penting dalam hakikatnya.<br />
Di satu Sosiologi intinya adalah aktivitas atau hubungan satu kelompok dengan kelompok yang lain. Kita mengartikan sosiologi sebagai ujung tombak berinteraksi yang bersifat universal yang kompetitif, meskipun berinteraksi tidak harus selalu bersifat ada pertemuan. Berinteraksi bukanlah berarti olahraga dan pendidikan jasmani, meskipun elemen dari berinteraksi dapat ditemukan di dalam keduanya.<br />
Di pihak lain, pendidikan jasmani mengandung elemen baik dari sosial maupun dari olahraga, tetapi tidak berarti hanya salah satu saja, atau tidak juga harus selalu seimbang di antara keduanya. Sebagaimana dimengerti dari kata-katanya, pendidikan jasmani adalah aktivitas jasmani yang memiliki tujuan kependidikan tertentu. Pendidikan Jasmani bersifat fisik dalam aktivitasnya dan penjas dilaksanakan untuk mendidik. Hal itu tidak bisa berlaku bagi bermain dan olahraga, meskipun keduanya selalu digunakan dalam proses kependidikan.<br />
Pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga , melibatkan bentuk-bentuk gerakan kepribadian , dan ketiganya dapat secara pas dalam konteks pendidikan jika digunakan untuk tujuan-tujuan kependidikan bagai mana berinteraksi dengan masyarakat dan lingkungan sekitar. Berolahraga dapat membuat rileks dan menghibur tanpa adanya tujuan pendidikan, seperti juga olahraga tetap eksis tanpa ada tujuan kependidikan. Misalnya, olahraga profesional (di Amerika umumnya disebut athletics) dianggap tidak punya misi kependidikan apa-apa, tetapi tetap disebut sebagai olahraga. Olahraga dan sosiologi dapat eksis meskipun secara murni untuk kepentingan berinteraksi dengan kelompok yang lain, untuk kepentingan pendidikan, atau untuk kombinasi keduanya. berinteraksi dan pendidikan tidak harus dipisahkan secara eksklusif; keduanya dapat dan harus beriringan bersama.<br />
Pendidikan jasmani adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir. Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang. <br />
Pendidikan membantu agar tiap individu mampu menjadi anggota kesatuan sosial manusia tanpa kehilangan pribadinya masing-masing. Pada hakikatnya pendidikan menjadi tanggung jawab bersama, yakni keluarga, masyarakat, dan sekolah/ lembaga pendidikan. Keluarga sebagai lembaga pertama dan utama pendidikan, masyarakat sebagai tempat berkembangnya pendidikan, dan sekolah sebagai lembaga formal dalam pendidikan. <br />
Salah satu masalah penting dalam kehidupan bermasyarakat adalah bersosial dan berinteraksi , pendidikan jasmani dan olahraga sebagai salah satu sarana pendidikan masyarakat / Olahragawan /manusia/ individu untuk memberikan suatu pemikiran tentang bagaimana cara hidup dengan layak dan sehat jasmani dan rohani dalam dalam kehidupan bermasyarakat. Mengajarkan Sosiologi sebaiknya lebih bersifat berinteraksi dengan lingkungan.Tindakan lebih baik dari kata-kata. Nilai Sosial itu beraneka ragam, termasuk loyalitas, kebajikan, kehormatan, kebenaran, respek, keramahan, integritas, keadilan, kooperatif dan mudah berinteraksi dengan masyarakat.<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
BOUMAN, P.J. (1976) Sosiologi, Pengertian dan masalah. Yogyakarta, Penerbit Yayasan Kanisius.<br />
<br />
Cooper, K.H. (1994) : Antioxidant Revolution, Thomas Nelson Publishers, Nashville-Atlanta-London Vancouver.<br />
<br />
COSER, L. (1964). The Function of Social Conflict. New York, The Free Press.<br />
<br />
DURKHEIM, E. (1966). The Division of Labour (Translation). New York, The Free Press.<br />
<br />
_____________ (1962). Socialism. London, Colliers Books<br />
<br />
Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan H.Muchtamadji M.Ali (1997) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, IKIP Bandung.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2001) : Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga, kontribusinya terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik, Ma’had Al-Zaytun, Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. dan Komariyah,L (2007): Makalah : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Lembaga Pendidikan, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.<br />
<br />
Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2008) : Pendidikan Jasmani dan Olahraga di Sekolah Dasar, Makalah disajikan pada Penataran Guru Pen-Jas, diselenggarakan oleh PERWOSI Jawa Barat, Maret 2008 di gedung Gymnasium Universitas Pendidikan Indonesia.<br />
<br />
GOULDNER, Alvin W. (1973). The Coming Crisis of Western Sociology. London, Heineman<br />
<br />
H.Gunawan, Ary. 2006. Sosiologi Pendidikan Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.<br />
<br />
Hartoto. 2008. Defenisi Sosiologi Pendidikan. Online (http://www.fatamorghana. wordpress.com, diakses 20 Maret 2008).<br />
<br />
HINDESS, Barry (ed. 1977). Sociological theories of the Economy. London, the Mac Millan Press.<br />
Ikhwanuddin Syarif (ed). (2001) Pendidikan untuk Masyarakat Indonesia baru, 70 tahun Prof. Dr. H.A.R. Tilaar, M.Sc. Ed. Jakarta: Grasindo, 2001. <br />
<br />
KAZACIGIL, Ali (ed. 1994). Sociology: State of the Art I. International Social Sciences Journal, February 1994:139. Paris, Blackwell Publ.<br />
<br />
MARX, K. (1956). Selected Writings in Sociology and Social Philosophy. (Translation by T.B. Bottomore). New York, Mc Graw-Hill Books.<br />
<br />
MARTINELLI, alberto (2002). “Markets, Government and Global Governance”. Presidential address, ISA XV Congress, Brisbane 2002<br />
<br />
MILLS, C, Wright (1961). The Sociological Imagination. New York, Grove Press, Inc.<br />
<br />
MUDIM BE, V.Y. (ed. Dkk, 1996). Open the Social Sciences. Refort of the Guilbenkian Commission of the Gulbenkian Commission on the Restructuring of the Social Science. Stanford, Stanford Univ. Press.<br />
<br />
PARSONS, Talcot (1951). The Social System; The Major Exposition of the Author’s Conceptual Scheme. New York, Free Press.<br />
<br />
Richard Tinning, et., al, (2001) Becoming a physical education teacher, Australia: Printice hall. <br />
<br />
SIMMEL, G. (1955). Conflict and the Web of Group Affixations. New York, The Free Press.<br />
<br />
____________ (1950). The sociology of George Simmel. New York, The Free Press of Glencol<br />
<br />
SIMONDS, A.P. (1978). Karl Mennheim’s Sociology of Knowledge. Oxford, Clarendom Press<br />
<br />
SOROKIN, P.A. (1928). Contemporary Sociological Theories; through the First Quarter of the 20th Century. New York, Harper Torchbooks.<br />
<br />
STEINER, Philippe (2001). “The Sociology of Economic Knowledge”. The Return of Economic Sociology in Europe (a. Symposium) dalam European Journal of Social Theory 4 (4). London, Sage Publications<br />
<br />
Sutan Zanti dan Syahniar Syahrun, (1993) Dasar-dasar Kependidikan. Jakarta: Dirjeb Pend. Tinggi. <br />
<br />
WEBER, M. (1964). The Theory of Sociology Imagination. New York, Grove Press, Inc.<br />
Wendy Kohli (ed).,(1995) Critical Conversations in Pholosophy of Education. New York: Routledge.<br />
WERTHEIM, W.F. et.al. (ed.s 1955-1957). Indonesian Sociological Studies; Selected Writings of B. Watson,A.S. (1992): Children in Sports, dalam Textbook of Science and Medicine in Sport Edited by J.Bloomfield, P.A.Fricker and K.D.Fitch; Blackwell Scientific Publications. <br />
William H. Freeman, 6th ed. (2001) Physical Education and sport in a changing society. Boston: Allyn & Bacon. <br />
Schrieke (2 parts). The Haque, W. van Hoeve.GATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2496133932954366169.post-69957840841747996612010-06-13T17:27:00.000-07:002010-06-13T17:40:25.974-07:00DIMENSI SOSIOLOGI OLAHRAGA<div style="font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: center;"><a href="http://www.blogger.com/goog_1116917154"><span style="font-size: large;"><b>MAKALAH DIMENSI SOSIOLOGI </b></span></a></div><div style="font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: center;"><a href="http://www.blogger.com/goog_1116917154"><span style="font-size: large;"><b>DALAM PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA </b></span></a></div><div style="font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: center;"><a href="http://www.blogger.com/goog_1116917154"><span style="font-size: large;"><b>TENTANG PROSES SOSIAL DAN INTERAKSI SOSIAL</b></span></a></div><div style="font-family: "Courier New",Courier,monospace; text-align: center;"><a href="mailto:gatoetn@gmail.com"><span style="font-size: large;"><b>GATOT JARIONO</b></span></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdC0BElzzP8pLXW1qWib3VHlHzhAAXiOtNom0POGYJYBJgN7coaigSfYxqH3Q5mL84VdBVPAwDRH5o1l9wqQdrQRme58eBYTIzX-kY3F3J9BnrHaxQ6Sn-kuhdBzO-KBcB8Qskowf4N6KO/s1600/gattttt.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjdC0BElzzP8pLXW1qWib3VHlHzhAAXiOtNom0POGYJYBJgN7coaigSfYxqH3Q5mL84VdBVPAwDRH5o1l9wqQdrQRme58eBYTIzX-kY3F3J9BnrHaxQ6Sn-kuhdBzO-KBcB8Qskowf4N6KO/s200/gattttt.jpg" width="160" /></a></div><br />
BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
A. Latar Belakangan<br />
<br />
Kata-kata kunci: Sosiologi, Pendidikan Jasmani, Olahraga<br />
Di dalam perkembangan pendidikan manusia yang sehat jasmani maupun rohani manusia akan berpengaruh terhadap dinamika interaksi sosial-budaya masyarakat. Sebelum penulis membahas makalah Perspektif Sosiologi Pendidikan Jasmani Dan Olahraga, Pendidikan Jasmani, dan Olahraga terhadap <a href="mailto:gatoetn@gmail.com">Dimensi Sosiologi Olahraga dalam pendidikan jasmani dan olahraga, tulisan berbentuk makalah ini terlebih dahulu penulis akan membahas tentang pengertian pendidikan, sosilogi Pendidikan, Pendidikan jasmani, dan Olahraga. Sejalan dengan itu, pendidikan akan terus mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan kebudayaan.</a><br />
<br />
<a name='more'></a><br />
Banyak pendapat para tokoh pendidikan yang kemudian berdampak terhadap peradaban manusia. Sejalan tentang arti pentingnya pendidikan bagi manusia yang mempunyai kesehatan secara lahiriah maupun rohaniah . Pendidikan sebagai suatu proses pembinaan manusia yang berlangsung seumur hidup, pendidikan jasmani, olahraga dan Sosiologi olahraga jika dipahami dan dimengerti bagi masyarakat luas maka akan memiliki peranan sangat penting, yaitu memberikan kesempatan kepada semua lapisan masyarakat untuk terlibat langsung dalam berbagai pengalaman belajar melalui aktivitas jasmani, olahraga dan bersosial antar masyarakat yang satu dengan masyarkat yang lain. Pembekalan pengalaman belajar itu diarahkan untuk membina pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, sekaligus membentuk pola hidup sehat dan bugar sepanjang hayat. Pendidikan memiliki sasaran pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya sendiri yang secara alami berkembang searah dengan perkembangan zaman.<br />
Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan. Perubahan dapa berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga berjalan dengan cepat. Perubahan-perubahan hanya dapat diketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. <br />
Perubahan-perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, sususnan kelembagaan masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan sebagainya. Karena luasnya bidang dimana mungkin terjadi perubahan-perubahan tersebut maka bilamana seseorang hendak membuat penelitian perlu terlebih dahulu ditentukan secara tegas, perubahan apa yang dimaksudkannya. Dasar penelitiannya mungkin tak akan jelas, apabila hal tersebut tidak dikemukakan terlebih dahulu.<br />
Perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat dunia dewasa ini merupakan gejala yang normal. Pengaruhnya bisa menjalar dengan cepat kebagian-bagian dunia lain berkat adanya komunikasi modern. Penemuan-penemuan baru di bidang teknologi yang terjadi di suatu tempat, dengan cepat dapat diketahui oleh masyarakat lain yang berada jauh dari tempat tersebut. <br />
Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak dahulu. Namun dewasa ini perubahan-perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya. Perubahan-perubahan mana seiring berjalan secara konstan. Ia tersebut memang terikat oleh waktu dan tempat. Akan tetapi karena sifatnya yang berantai, maka perubahan terlihat berlangsung terus, walau diselingi keadaan di mana masyarakat mengadakan reorganisasi unsure-unsur struktur masyarakat yang terkena perubahan.<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
A. Pengertian dan Teori-teori dalam Perubahan Sosial dan Kebudayaan.<br />
Perubahan sosial dan kebudayaan adalah bentuk perubahan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut perubahan tentang norma sosial, interaksi sosial, pola prilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat, susunan kekuasaan, dan wewenang.<br />
Menurut teori siklus perubahan sosial dan kebudayaan merupakan sesuatu yang tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu. Akan tetapi, berputar menurut pola melingkar. Dengan demikian, perubahan sosial dan kebudayaan merupakan bentuk perubahan yang selalu berulang, apa yang terjadi sekarang memiliki kemiripan dengan yang terjadi dimasa lampau, jadi menurut teori siklus tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas-batas antara pola hidup primitive, tradisional, dan modern tidak jelas.<br />
Menurut teori linier adalah suatu perkembangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial dan kebudayaan bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu. Dan perubahan sosial dan kebudayaan dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tujuan tertentu.<br />
Teori linier dibedakan menjadi 2 bagian:<br />
a. Teori Revolusi, yaitu perubahan sosial dak kebudayaan yang berlangsung secara drastis. Menurut Marx, masyarakat berkembang secara linier, dan bersifat revolusioner. Masyarakat semula bercorak feudal lalu berubah secara revolusioner menjadi masyarakat kapitalis kemudian berubah menjadi masyarakat sosial-komunis yang merupakan puncak perkembangan masyarakat.<br />
b. Teori Evolusi, yakni perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung dengan lambat dalam jangka waktu lama. Perubahan sosial dan kebudayaan dari masyarakat primitive, tradisional, dan bersahaja menuju ke bentuk masyarakat modern yang kompleks dan maju berlangsung secara bertahap.<br />
Definisi lain menurut Selo Soemardjan perubahan sosial dan kebudayaan adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi system sosialnya, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tekanan pada definisi tersebut terletak pada lembaga-lembaga kemasyarakatan sebagai himpunan pokok manusia, perubahan-perubahan mana kemudian mempengaruhi segi-segi struktur masyarakat lainnya. <br />
Menurut pendapat para sosiolog yang lain bahwa perubahan sosial dan kebudayaan terjadi karena adanya perubahan dalam unsur-unsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat seperti misalnya perubahan dalam unsur-unsur geografis, biologis, ekonomis, atau kebudayaan. Kemudian ada pula yang berpendapat bahwa perubahan-perubahan sosial bersifat periodik dan non-periodik. Pokoknya, pendapat-pendapat tersebut pada umumnya menyatakan bahwa perubahan merupakan lingkaran kejadian-kejadian. Pitirim A. Sorokin berpendapat bahwa segenap usaha untuk mengemukakan bahwa ada suatu kecenderungan tertentu dan tetap dalam perubahan-perubahan sosial, tidak akan berhasil baik. Dia meragukan kebenaran akan adanya lingkaran-lingkaran perubahan sosial dan kebudayaan tersebut. Akan tetapi perubahan-perubahan tetap ada, dan yang paling penting adalah bahwa lingkaran terjadinya gejala-gejala sosial harus dipelajari, karena dengan jalan tersebut barulah akan dapat diperoleh suatu generalisasi.<br />
B. Hubungan Antara Perubahan Sosial dan Kebudayaan<br />
Teori-teori mengenai perubahan-perubahan masyarakat seiring mempersoalkan perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan. Perbedaan demikian tergantung dari adanya perbedaan pengertian tentang masyarakat dan kebudayaan. Apabila perbedaan pengertian tersebut dapat dinyatakan dengan tegas, maka dengan sendirinya perbedaan antara perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan dapat dijelaskan.<br />
Sudah barang tentu ada unsur-unsur kebudayaan yang dapt dipisahkan dari masyarakat, tetapi perubahan-perubahan dalam kebudayaan tidak perlu mempengaruhi system sosial. Seorang sosiolog akan lebih memperhatikan perubahan kebudayaan yang bertitik tolak dan timbul dari organisasi sosial, serta mempengaruhinya. Pendapat tersebut dapat dikembalikan pada pengertian sosiolog tersebut tentang masyarakat dan kebudayaan<br />
Sebenarnya didalam kehidupan sehari-hari, sering kali tidak mudah untuk menentukan letak garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan. Karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. Sehingga, walaupun secara toeretis dan analitis pemisahan antara pengertian-pengertian tersebut dapat dirumuskan, namun didalam kehidupan nyata, garis pemisah tersebut sukar dapat dipertahankan. Yang jelas perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan mempunyai satu aspek yang sama yaitu kedua-duanya bersangkut-paut dengan sutu penerimaan cara-cara baru atau suatu perbaikan dalam cara sutu masyarakat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Penjelasan ini lebih menegaskan lagi akan tetapi kesukaran kita meletakkan garis pemisah antara perubahan sosial dan kebudayaan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti keluarga, perkawinan, hak milik, perguruan tinggi atau Negara tak akan mengalami perubahan apapun bila tidak didahului oleh perubahan fundamental didalam kebudayaan. Suatu perubahan sosial dalam bidang kehidupan tertentu tidak mungkin berhenti pada satu titik, karena perubahan di bidang lain akan segera mengikutinya. Ini disebabkan karena struktur lembaga-lembaga kemasyarakatan sifatnya jalin-berjalin.<br />
C. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial dan Kebudayaan<br />
Untuk mempelajari perubahan masyarakat, perlu kita ketahui sebab-sebab yang melatarbelakangi terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin karena adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan. Mungkin saja karena ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu,. Mungkin sajamasyarakat mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih dahulu.<br />
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin sumbernya ada yang terletak didalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya diluar. Sebab-sebab yang bersumber dalam masyarakat itu sediri,antara lain adalah:<br />
1. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk. Pertambahan penduduk yang sangat cepat di pulau jawa menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Berkurangnya penduduk mungkin disebabkan berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau ke daerah-daerah lain (misalnya Transmigrasi). Perpindahan penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian kerja dan stratifikasi sosial, yang mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan. Perpindahan penduduk telah berlangsung beratus-ratus ribu tahun lamanya didunia ini. Hal itu sejajar dengan bertambah banyaknya manusia penduduk bumi ini. Pada masyarakat-masyarakat yang mata pencaharian utamanya berburu, perpindahan sering kali dilakukan, hal mana tergantung dari persediaan hewan-hewan buruannya. Apabila hewan-hewan tersebut habis, maka mereka akan berpindah ketempat-tempat lainnya.<br />
2. Penemuan-penemuan Baru. Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru tadi diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan-penemuan baru sebagai sebab terjadinya perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian-pengertian Discovery dan Invention. Discovery adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat, ataupun yang berupa gagasan yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery baru menjadi Invention kala masyarakat sudah mengakui, menerima serta menerapkan penemuan baru itu, dan seringkali proses dari Discovery sampai ke Invention membutuhkan suatu rangkaian pencipta-pencipta.<br />
3. Pertentangan (conflict) Masyarakat. Mungkinpula menjadi sebab terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan. Pertentangan-pertentangan mungkin terjadi antara individu dengan kelompok atau perantara kelompok dengan kelompok. Pertentangan kelompok mungkin terjadi antara generasi tua dengan generasi muda. Pertentangan-pertentangan demikian itu kerap kaliterjadi, apalagi pada masyarakat yang sedang berkembang dari tahap tradisional ke tahap modern. Generasi muda yang belum terbentuk kepribadiannya, lebih mudah menerima unsur-unsur kebudayaan asing (misalnya kebudayaan barat) yang dalam beberapa hal mempunyai taraf yang lebih tinggi. Keadaan demikian menimbulkan perubahan-perubahan tertentu dalam masyarakat, misalnya pergaulan yang lebih bebas antara pria dan wanita, atau kedudukan mereka yang kian sederajat di dalam masyarakat dan lain-lainnya.<br />
4. Terjadinya Pemberontakan atau Revolusi. Revolusi yang meletus pada Oktober 1917 di Rusia telah menyulut terjadinya perubahan-perubahan besar Negara Rusia yang mula-mula mempunyai bentuk kerajaan absolute berubah menjadi diktator proletariat yang dilandasan pada doktrin Marxis. Segenap lembaga kemasyarakatan, mulai dari bentuk Negara sampai keluarga batih mengalami perubahan-perubahan yang mendasar.<br />
5. Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Antara lain:Peperangan<br />
a. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada di sekitar manusia.<br />
b. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat lain<br />
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jalannya Proses Perubahan <br />
1. Faktor-faktor yang Mendorong jalannya proses perubahan<br />
a. Kontak dengan Kebudayaan lain<br />
b. Sistem Pendidikan Formal yang Maju<br />
c. Sikap Menghargai hasi karya seseorang dan keinginan-keinginan untuk maju<br />
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (devetion)<br />
e. Sitem Terbuka lapisan Masyarakat (open stratification)<br />
f. Penduduk yang heterogen<br />
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu<br />
h. Orientasi ke masa depan<br />
i. Nilai bahwa manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya<br />
1. Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya perubahan<br />
a. Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain<br />
b. Perkembangan ilmu pengetahuan yang terlambat<br />
c. Sikap masyarakat yang sangat tradisional<br />
d. Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest<br />
e. Rasa takut akan terjadinya kegoyahan pada integrasi kebudayaan<br />
f. Prasangka terhadap hal-hal baru asing atau sikap yang tertutup<br />
g. Hambatan-hambatan yang bersifat ideologis<br />
h. Adat atau kebiasaan<br />
i. Nilai bahwa hidup ini pada hakikatnya buruk dan tidak mungkin diperbaiki<br />
<br />
BAB III<br />
KESIMPULAN<br />
Perubahan sosial dan kebudayaan adalah bentu perubahan yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang menyangkut perubahan tentang norma sosial, nilai sosial, interaksi sosial, pola prilaku, organisasi sosial, lembaga kemasyarakatan, lapisan masyarakat, susunan kekuasaan, dan wewenang.<br />
Teori perubahan sosial dan kebudayaan dapat dibagi 2 bagian:<br />
a. Teori Siklus<br />
b. Teori Linier<br />
Menurut teori siklus Perubahan sosial dan kebudayaan adalah sesuatu yang tidak dapat direncanakan atau diarahkan ke suatu titik tertentu. Akan tetapi, berputar menurut pola melingkar.<br />
Menurut teori linier perubahan sosial dan kebudayaan bersifat linier atau berkembang menuju ke suatu titik tujuan tertentu. <br />
Teori revolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung secara drastis<br />
Teori evolusi adalah perubahan sosial dan kebudayaan yang berlangsung sangat lambat dalam jangka waktu yang lama.<br />
Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sosial dan kebudayaan<br />
a. Bertambah atau berkurangnya penduduk<br />
b. Penemuan-penemuan baru<br />
c. Pertentangan (conflict) masyarakat<br />
d. Terjadinya pemberontakan atau revolusi<br />
Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri. Antara lain:<br />
1. Sebab-sebab yang berasal dari lingkungan alam fisik yang ada disekitar manusia<br />
2. Peperangan<br />
3. Pengaruh Kebudayaan Masyarakat lain<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1990<br />
Heri, Jauhari, Penulisan Karya Ilmiah. CV. Pustaka Setia. Bandung<br />
Abdullah, Drs. Aspirasi Sosiologi. CV Pustaka Manggala. Surakarta.<br />
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. PT RINEKA CIPTA, JAKARTAGATOT JARIONOhttp://www.blogger.com/profile/03889146754403342083noreply@blogger.com0